Friday, May 22, 2009

DEMOKRASI SDA

Pikiran Rakyat, Opini, 22 April 2009
Gambar: http://www.geardiary.com/

Oleh SOBIRIN

Semakin kuat posisi kelompok politik pemenang pemilu, semakin berkuasa menentukan alokasi sumber daya alam. Sumber daya alam dikuasai dan menjadi komoditas politik oleh kelompok partai pemenang pemilu. Sumber daya alam dicerabut dari fungsi ekologinya.






Pada awalnya, di tahun 1970, peringatan Hari Bumi jatuh pada 21 Maret, dicanangkan oleh Wali Kota San Fransisco atas dorongan warganya bernama John McConnell yang sangat menaruh perhatian kepada Bumi. Akan tetapi, 21 Maret kemudian dinyatakan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai Hari Hutan Dunia. Namun kemudian, PBB juga menyatakan 21 Maret merupakan Hari Bumi, sebagai awal kehidupan lingkungan dan sumber daya alam.

Tanggal 21 Maret memang sangat istimewa, disebut pula vernal equinox, yaitu awal musim semi di belahan bumi utara, dan awal musim gugur untuk belahan bumi selatan, saat siang dan malam di muka bumi ini sama durasinya. Pada hari tersebut, PBB mengajak warga dunia untuk mengakui dan menghormati bahwa bumi itu memiliki sistem keseimbangan yang indah, antara keberadaan tanah, air, hewan, tumbuhan, dan manusia. Harus ada kesadaran bahwa sistem sumber daya alam di bumi ini sangat sensitif, dan akan terjadi bencana bila sistemnya terganggu.

Hari Bumi yang banyak diperingati warga dunia sekarang ini jatuh pada 22 April sejak 1970, sering disebut pula sebagai Hari Bumi kedua, dicanangkan oleh Gaylord Nelson, Senator Amerika Serikat dari Wisconsin. Walaupun asal usul Hari Bumi ini dari warga Amerika Serikat, namun jiwanya telah mendorong gerakan penyelamatan sumber daya alam melalui agenda-agenda politik lingkungan di berbagai negara.

Demokrasi


Dalam Pemilu Legislatif 9 April lalu dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 8 Juli 2009 yang akan datang, boleh dikatakan sebagian besar calon pemimpin memanfaatkan pesta demokrasi ini dengan berkoalisi untuk merebut kursi kepemimpinan dengan obral janji yang membingungkan masyarakat. Hanya segelintir calon pemimpin yang mengusung konsep politik penyelamatan sumber daya alam dan lingkungan dalam kampanye-kampanyenya. Politik penyelamatan sumber daya alam dan lingkungan memang tidak populer untuk modal kampanye pemilu. Atau malah sengaja tidak dipopulerkan, karena di dalamnya banyak terkandung agenda-agenda tersembunyi.


Semakin kuat posisi kelompok politik pemenang pemilu, semakin berkuasa menentukan alokasi sumber daya alam. Sumber daya alam diperlakukan sebebas-bebasnya sebagai objek untuk dieksploitasi demi kepentingan jangka pendek. Sumber daya alam dikuasai dan menjadi komoditas politik oleh kelompok partai pemenang pemilu. Sumber daya alam dicerabut dari fungsi ekologinya. Dampak yang dirasakan adalah semakin banyaknya bencana merusak yang banyak menelan korban.


Calon Pemimpin


Peringatan Hari Bumi 2009 dipastikan tidak akan semeriah pesta politik perebutan kursi presiden dan wakil presiden, bahkan banyak yang tidak peduli 22 April adalah peringatan Hari Bumi. Calon pemimpin cukup banyak dan semuanya sangat bersemangat, namun sangat sulit menemukan sosok calon pemimpin yang mampu menghentikan penggundulan hutan, penambangan liar, penyelundupan sumber daya alam, dan kerusakan lingkungan lainnya. Calon pemimpin berjiwa lingkungan bukan yang mampu menggalakkan penanaman pohon atau penghijauan saja. Calon pemimpin berjiwa lingkungan bukan yang hanya bersedia membuat kontrak politik lingkungan, kemudian ingkar janji. Apalagi, jika birokrat pembantunya tidak profesional dan mudah sekali terkena "3 i" dari para pemodal, yaitu iming-iming, intervensi, dan intimidasi.


Pemimpin yang arif harus memiliki kebijakan dan strategi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, dengan rumusan: bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa harus mengorbankan pembangunan ekonomi, dan tanpa harus mengorbankan keadilan sosial. Sumber daya alam Indonesia sangat melimpah ruah, antara lain sebagai negara terluas ke-15 di dunia, berpenduduk terbanyak ke-4, penghasil biji-bijian ke-6, penghasil teh ke-6, penghasil kopi ke-4, penghasil cokelat ke-3, penghasil minyak sawit (CPO) ke-2, penghasil lada putih ke-1 dan lada hitam ke-2, penghasil puli dari buah pala ke-1, penghasil karet alam ke-2 dan karet sintetik ke-4, penghasil kayu lapis ke-1, penghasil ikan ke-6, penghasil timah ke-2, penghasil tembaga ke-3, penghasil gas alam ke-6 dan LNG ke-1, dan banyak lagi. Namun ironisnya, rakyat Indonesia sebagian besar masih miskin dan utang negara tidak terhitung lagi, karena sumber daya alam tersebut telah menjadi jarahan negara-negara serakah dan kelompok-kelompok yang mementingkan dirinya sendiri.


Bagaimanapun kita harus sadar dan yakin, bahwa harapan menuju Indonesia jaya dan beradab itu masih ada dan terbuka.


Pertama, harus ditumbuhkan gerakan sosial madani yang terorganisasi dan terus diperbesar untuk mengkritisi dan mengoreksi kebijakan-kebijakan yang menyeleweng dari pasal 33 UUD 1945. Kekuatan gerakan sosial akan menimbulkan daya desak untuk menuntut pertanggungjawaban pemerintah dalam pembangunan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam.

Kedua, reformasi legislatif untuk mampu dan mau berperan sesuai fungsinya sebagai penyaring dan penyelaras peraturan dan perundangan yang prorakyat dan prolingkungan.

Ketiga, harus dibangun politik penyelamatan sumber daya alam, pendidikan penyelamatan sumber daya alam, dan budaya penyelamatan sumber daya alam.


Semoga peringatan Hari Bumi 22 April ini mampu membangun demokrasi sumber daya alam yang sebenarnya, yaitu kekayaan alam Indonesia ini dapat membuat rakyat Indonesia sejahtera, dan Pemilu 2009 ini tidak membuat pilu rakyat Indonesia.***


Penulis, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), pengelola www.clearwaste.blogspot.com.

Read More..