IRIGASI TERGANGGU DAN KETAHANAN PANGAN TERANCAM
KOMPAS Jawa Barat, 16 Juni 2008, A15
Foto: Sobirin 2008, Lahan Budidaya Buruk, Subang, Jawa Barat
"Kualitas tanah dipengaruhi oleh tata guna lahan. Oleh karena itu, lahan harus digunakan sesuai peruntukannya," ujar anggota DPKLTS Sobirin. Sekitar 45 persen luas Jabar seharusnya berfungsi lindung sebagai daerah resapan air.
Bandung, Kompas - Kekeringan yang melanda berbagai daerah di Jawa Barat dipicu oleh buruknya kualitas tanah di kawasan hutan lindung. Daya serap air permukaan tanah yang buruk sangat rendah sehingga Jabar kerap kebanjiran saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.
"Kualitas tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Oleh karena itu, lahan harus digunakan sesuai peruntukannya," ujar Ketua Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Sobirin di Bandung, Minggu (15/6).
Dari luas lahan se-Jabar 3.709.529 hektar, sekitar 45 persen atau 1.669.288 hektar merupakan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah serapan air. Dari kawasan lindung yang seharusnya menjadi daerah penyerapan air, hampir setengahnya digunakan untuk permukiman dan pembudidayaan tanaman yang tidak tepat dengan fungsi penyerapan air.
Sementara itu, kawasan budidaya sawah mencapai 21 persen atau 766.219 hektar dan budidaya lain di kawasan lahan kering mencapai 34 persen atau 1.274.022 hektar.
Ahli lingkungan dari Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Chay Asdak, mencatat, penyimpangan penggunaan lahan pada tahun 1995 hanya 13 persen dari kawasan lindung. Pada akhir 2005 penyimpangan tersebut sebesar 33 persen atau 550.770 hektar.
"Hutan di kawasan utara dan selatan Kota Bandung, misalnya, yang seharusnya menjadi kawasan penyerapan air kini lebih banyak dibuka untuk perumahan di utara Bandung dan penanaman tanaman hortikultura di selatan Bandung," kata Sobirin.
Menurut Sobirin, akibat penyalahgunaan fungsi lahan seperti itu, kini hanya tersisa 650.000 hektar kawasan lindung di Jabar yang memiliki kualitas tanah serap air yang baik.
Ketahanan pangan
Sobirin menjelaskan, rusaknya kualitas tanah menyebabkan persediaan air saat ini mengancam hampir seluruh cabang vital di Jabar, termasuk irigasi untuk mencapai ketahanan pangan Jabar.
Untuk memenuhi konsumsi beras di Jabar sebesar 5.525.000 ton per tahun atau setara dengan 9.208.333 ton gabah kering panen, dibutuhkan ketersediaan air hingga 16 miliar meter kubik per tahun.
"Dengan hitungan kawasan lindung benar-benar tersedia dengan baik, kita hanya bisa menyediakan air sebesar 14 miliar meter kubik per tahun. Padahal, tanah yang kualitasnya baik untuk menyerap air pada kawasan lindung pun hanya tinggal setengah," kata Sobirin.
Chay mengatakan, untuk menjamin ketersediaan air guna mencapai ketahanan pangan ini, perlu disediakan penampungan air buatan berupa dam atau waduk. "Dengan begitu, ketika musim kemarau datang, air irigasi hingga kebutuhan sehari-hari dapat diambil dari waduk," kata Chay.
Meski demikian, ia mengakui, solusi ini membutuhkan waktu dan biaya besar. Ia mengimbau masyarakat membuat sumur resapan guna setidaknya menjamin ketersediaan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari.
Mantan Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim mengatakan perlu bagi Gubernur Ahmad Heryawan untuk menegaskan kedudukan Badan Koordinasi Tata Ruang Provinsi Jabar sebagai satu-satunya badan yang memberikan perizinan alih fungsi lahan.
"Badan ini harus memiliki kewenagan menjatuhkan sanksi pencabutan izin bila sampai ada pemerintah kabupaten/kota yang mengizinkan alih fungsi lahan hingga mengganggu daya dukung lingkungan," kata Nu'man.
Pascapelantikan, Heryawan mengatakan, mengantisipasi kekeringan yang melanda wilayah pantai utara Jawa, seperti Karawang, Indramayu, dan Cirebon, menjadi salah satu program utamanya dalam 100 hari ke depan. (A15)
Read More..
Bandung, Kompas - Kekeringan yang melanda berbagai daerah di Jawa Barat dipicu oleh buruknya kualitas tanah di kawasan hutan lindung. Daya serap air permukaan tanah yang buruk sangat rendah sehingga Jabar kerap kebanjiran saat musim hujan dan kekeringan saat musim kemarau.
"Kualitas tanah dipengaruhi oleh penggunaan lahan. Oleh karena itu, lahan harus digunakan sesuai peruntukannya," ujar Ketua Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Sobirin di Bandung, Minggu (15/6).
Dari luas lahan se-Jabar 3.709.529 hektar, sekitar 45 persen atau 1.669.288 hektar merupakan kawasan lindung yang berfungsi sebagai daerah serapan air. Dari kawasan lindung yang seharusnya menjadi daerah penyerapan air, hampir setengahnya digunakan untuk permukiman dan pembudidayaan tanaman yang tidak tepat dengan fungsi penyerapan air.
Sementara itu, kawasan budidaya sawah mencapai 21 persen atau 766.219 hektar dan budidaya lain di kawasan lahan kering mencapai 34 persen atau 1.274.022 hektar.
Ahli lingkungan dari Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Chay Asdak, mencatat, penyimpangan penggunaan lahan pada tahun 1995 hanya 13 persen dari kawasan lindung. Pada akhir 2005 penyimpangan tersebut sebesar 33 persen atau 550.770 hektar.
"Hutan di kawasan utara dan selatan Kota Bandung, misalnya, yang seharusnya menjadi kawasan penyerapan air kini lebih banyak dibuka untuk perumahan di utara Bandung dan penanaman tanaman hortikultura di selatan Bandung," kata Sobirin.
Menurut Sobirin, akibat penyalahgunaan fungsi lahan seperti itu, kini hanya tersisa 650.000 hektar kawasan lindung di Jabar yang memiliki kualitas tanah serap air yang baik.
Ketahanan pangan
Sobirin menjelaskan, rusaknya kualitas tanah menyebabkan persediaan air saat ini mengancam hampir seluruh cabang vital di Jabar, termasuk irigasi untuk mencapai ketahanan pangan Jabar.
Untuk memenuhi konsumsi beras di Jabar sebesar 5.525.000 ton per tahun atau setara dengan 9.208.333 ton gabah kering panen, dibutuhkan ketersediaan air hingga 16 miliar meter kubik per tahun.
"Dengan hitungan kawasan lindung benar-benar tersedia dengan baik, kita hanya bisa menyediakan air sebesar 14 miliar meter kubik per tahun. Padahal, tanah yang kualitasnya baik untuk menyerap air pada kawasan lindung pun hanya tinggal setengah," kata Sobirin.
Chay mengatakan, untuk menjamin ketersediaan air guna mencapai ketahanan pangan ini, perlu disediakan penampungan air buatan berupa dam atau waduk. "Dengan begitu, ketika musim kemarau datang, air irigasi hingga kebutuhan sehari-hari dapat diambil dari waduk," kata Chay.
Meski demikian, ia mengakui, solusi ini membutuhkan waktu dan biaya besar. Ia mengimbau masyarakat membuat sumur resapan guna setidaknya menjamin ketersediaan air tanah untuk kebutuhan sehari-hari.
Mantan Wakil Gubernur Jabar Nu'man Abdul Hakim mengatakan perlu bagi Gubernur Ahmad Heryawan untuk menegaskan kedudukan Badan Koordinasi Tata Ruang Provinsi Jabar sebagai satu-satunya badan yang memberikan perizinan alih fungsi lahan.
"Badan ini harus memiliki kewenagan menjatuhkan sanksi pencabutan izin bila sampai ada pemerintah kabupaten/kota yang mengizinkan alih fungsi lahan hingga mengganggu daya dukung lingkungan," kata Nu'man.
Pascapelantikan, Heryawan mengatakan, mengantisipasi kekeringan yang melanda wilayah pantai utara Jawa, seperti Karawang, Indramayu, dan Cirebon, menjadi salah satu program utamanya dalam 100 hari ke depan. (A15)