DPKLTS Menilai Penanganan dari Aparat Lambat
detikBandung, Rabu, 24/02/2010 13:30 WIB, Baban Gandapurnama (bbn/bbn)
Foto: KASKUS The Largest Indonesian Community
Kendati lokasi bencana jauh dijangkau dan alat komunikasi tidak berfungsi, semestinya ini menjadi pelajaran semua pihak. Hal tersebut diungkapkan anggota dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, DPKLTS, Sobirin, saat dihubungi detikBandung Rabu (24/2/2010).
Bandung - Longsor yang terjadi di kawasan Perkebunan Dewata, Kabupaten Bandung, dinilai termasuk lambat ditangani oleh aparat terkait. Kendati lokasi bencana jauh dijangkau dan alat komunikasi tidak berfungsi, semestinya ini menjadi pelajaran semua pihak.
Hal tersebut diungkapkan anggota dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, saat dihubungi detikbandung melalui ponsel, Rabu (24/2/2010). "Penanganan dari aparat terkait termasuk lambat. Kejadian pagi, tapi diketahui siang," jelasnya.
Pemerintah pusat maupun daerah, kata Sobirin, seharusnya cepat tanggap dalam bencana tersebut. Ia mengakui, kawasan menuju Perkebunan Dewata sulit untuk dicapai secara cepat dengan menggunakan kendaraan darat. Ditambah kondisi jalan yang terjal. Melihat kondisi demikian, kata Sobirin, tim tanggap darurat itu harus memikirkan kembali kelengkapan sarananya. "Helikopter itu bukan hanya digunakan saat inspeksi saja. Tapi digunakan untuk menolong bila kondisi lokasi bencana sulit dijangkau kendaraan darat," ungkapnya dengan nada kesal.
Soal sinyal untuk alat komunikasi yang sulit di lokasi kejadian, Sobirin menyarankan agar kejadian itu segera diatasi. Sebab, komunikasi melalui ponsel saat ini begitu penting untuk mengetahui atau mengabari adanya bencana. "Ini menjadi pelajaran. Sudah saatnya prioritas pembangunan tower telekomunikasi itu di daerah-daerah rawan bencana atau yang sulit terjangkau," ujar Sobirin.
Selain itu, tutur dia, bisa juga komunikasi warga itu memanfaatkan wadah Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) setempat. Setidaknya, jelas Sobirin, informasi bencana bisa segera tersampaikan dengan cepat secara berantai. "Sekarang kan sudah beda zamannya. Masak harus menggunakan alat tradisional seperti kentongan untuk menyampaikan informasi bencana. Sekarang kan ponsel harganya juga ada yang murah," tutupnya. (bbn/bbn)
detikBandung, Rabu, 24/02/2010 13:30 WIB, Baban Gandapurnama (bbn/bbn)
Foto: KASKUS The Largest Indonesian Community
Kendati lokasi bencana jauh dijangkau dan alat komunikasi tidak berfungsi, semestinya ini menjadi pelajaran semua pihak. Hal tersebut diungkapkan anggota dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, DPKLTS, Sobirin, saat dihubungi detikBandung Rabu (24/2/2010).
Bandung - Longsor yang terjadi di kawasan Perkebunan Dewata, Kabupaten Bandung, dinilai termasuk lambat ditangani oleh aparat terkait. Kendati lokasi bencana jauh dijangkau dan alat komunikasi tidak berfungsi, semestinya ini menjadi pelajaran semua pihak.
Hal tersebut diungkapkan anggota dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, saat dihubungi detikbandung melalui ponsel, Rabu (24/2/2010). "Penanganan dari aparat terkait termasuk lambat. Kejadian pagi, tapi diketahui siang," jelasnya.
Pemerintah pusat maupun daerah, kata Sobirin, seharusnya cepat tanggap dalam bencana tersebut. Ia mengakui, kawasan menuju Perkebunan Dewata sulit untuk dicapai secara cepat dengan menggunakan kendaraan darat. Ditambah kondisi jalan yang terjal. Melihat kondisi demikian, kata Sobirin, tim tanggap darurat itu harus memikirkan kembali kelengkapan sarananya. "Helikopter itu bukan hanya digunakan saat inspeksi saja. Tapi digunakan untuk menolong bila kondisi lokasi bencana sulit dijangkau kendaraan darat," ungkapnya dengan nada kesal.
Soal sinyal untuk alat komunikasi yang sulit di lokasi kejadian, Sobirin menyarankan agar kejadian itu segera diatasi. Sebab, komunikasi melalui ponsel saat ini begitu penting untuk mengetahui atau mengabari adanya bencana. "Ini menjadi pelajaran. Sudah saatnya prioritas pembangunan tower telekomunikasi itu di daerah-daerah rawan bencana atau yang sulit terjangkau," ujar Sobirin.
Selain itu, tutur dia, bisa juga komunikasi warga itu memanfaatkan wadah Organisasi Amatir Radio Indonesia (ORARI) setempat. Setidaknya, jelas Sobirin, informasi bencana bisa segera tersampaikan dengan cepat secara berantai. "Sekarang kan sudah beda zamannya. Masak harus menggunakan alat tradisional seperti kentongan untuk menyampaikan informasi bencana. Sekarang kan ponsel harganya juga ada yang murah," tutupnya. (bbn/bbn)
No comments:
Post a Comment