Galamedia, 27 Januari 2012, kiki/yeni/"GM"
Foto: Google Earth
Pemerhati lingkungan DPKLTS, Sobirin berharap Pemprov Jabar harus ikut turun tangan menyelesaikan masalah yang kini terjadi di Punclut. Pemprov memiliki Perda No. 1/2008 tentang KBU, pembangunan harus dihentikan agar Punclut tidak dipakai untuk pengembangan ekonomi jangka pendek.
Kasus kawasan Punclut sangat sensitif dan bisa menimbulkan aksi anarkis masyarakat. "Yang terbaru kasus penutupan akses jalan oleh pengusaha dan masyarakat di kawasan Punclut, Kota Bandung. Itu bukti, persoalan Punclut sangat sensitif," kata Acil Bimbo, aktivis Bandung Spirit yang dihubungi "GM" melalui telepon, Kamis (26/1).
Menurut Acil, timbulnya gesekan antara pengusaha dan masyarakat karena adanya kebijakan-kebijakan yang salah dari pemerintah. Pemerintah terlalu berpijak pada salah siapa, bukan menjadi fasilitator antara pengusaha dan masyarakat.
"Padahal dalam kasus ini, banyak yang tersinggung dengan kebijakan pemerintah, yang dikeluarkan Pemerintah Kota Bandung maupun Pemprov Jabar," ujarnya. Acil menyebutkan, Kawasan Bandung Utara (KBU) sudah lama menjadi perhatian para pemerhati lingkungan sebagai daerah resapan air. Namun adanya kebijakan pemerintah yang salah, KBU menjadi kawasan yang bebas dibangun.
"Tentunya masyarakat dan pemerhati lingkungan sangat tersinggung dengan kebijakan ini," katanya. Apalagi, lanjutnya, pengusaha yang mendapat izin membangun di KBU selalu ngajago, namun sangat mudah tersinggung jika ada yang menanyakan baik dari LSM maupun masyarakat.
Menurut Acil, masyarakat bukan tidak mungkin berlaku anarkis karena tidak diurus oleh pemerintah, apalagi selalu digalak-galakin (dihina) oleh pengusaha. "Bukan tidak mungkin terjadi aksi anarkis masyarakat terhadap pengusaha maupun pemerintah tentang kasus KBU ini," tandasnya.
Berkepanjangan
Sementara itu, pemerhati lingkungan Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin berharap Pemprov Jabar harus ikut turun tangan menyelesaikan masalah yang kini terjadi di kawasan Punclut. Karena Pemprov memiliki Perda No 1 Tahun 2008 tentang KBU. Pembangunan harus bisa dihentikan agar Punclut tidak dipakai untuk pengembangan ekonomi jangka pendek.
Menurutnya, dilihat dari kemiringan lereng, curah hujan, dan jenis tanah, Punclut merupakan kawasan lindung yang potensial bagi Kota Bandung. Dengan adanya pengembang di Punclut, kawasan tersebut menjadi terintervensi dan kini menjadi masalah.
"Sebenarnya DPKLTS enggak setuju dengan pembangunan perumahan elite di sana, tapi pengembanganya sudah diberi izin dan sudah telanjur," ujar Sobirin.
Namun terkait kata telanjur ini, kata Sobirin, ada konsesi kebijakan yang bisa dilakukan agar Punclut sebagai kawasan lindung tak semakin parah. Yakni, Pemkot dan Pemprov harus turun tangan menyelesaikan masalah ini dan menegakkan aturan dalam Perda No. 1/2008 tentang KBU. "Kuncinya, Pemprov harus mampu hentikan pembangunan di Punclut," tandasnya.
Kalau tak turun tangan dan masalah dibiarkan, maka konflik akan terus menerus terjadi dan berkepanjangan. Apalagi masalah sertifikat tanah pun keliru, karena disana ada hak para pejuang. "Boleh saja ada sertifikat, asal tetap jadi hutan lindung," tutur Sobirin.
Proaktif
Pemerintah harus proaktif dan menjadi mediator untuk menuntaskan masalah yang terjadi antara warga dan PT DAM di kawasan punclut. Status tanah tersebut pun harus di-clear-kan, apakah tanah milik negara atau dikuasai PT DAM sehingga terdapat kejelasan.
Hal tersebut diungkapkan Ketua Komisi A DPRD Kota Bandung, Haru Suandharu. Agar tidak berlarut-larut, maka pemerintah harus proaktif dan memediasi masyarakat di kawasan Punclut yang melakukan pemblokiran jalan dengan PT DAM ini. Mediasi bisa dilakukan aparat pemerintah dari mulai lurah atau camat.
"Kita serahkan dulu ke pemerintah. Kalau mereka tak bisa barulah DPRD yang jadi mediator," ujar Haru, kemarin.
Haru mengharapkan masalah ini tak masuk ranah hukum. dan bisa diselesaikan pemkot Bandung. "Kita harap ini bisa diselesaikan oleh pemkot," tandasnya.
Karena bila masuk ranah hukum, maka pihaknya tak bisa ikut campur dan hanya bisa menyerahkan persoalannya pada yang berwenang.
"Aset jalan ini apakah sudah ada serah terima dari pengusaha pada pemerintah. Karena pengusaha harus menyediakan fasilitas sosial dan umum dan nantinya diserahkan pada pemerintah sehingga menjadi aset milik pemerintah," tandasnya.
(kiki/yeni/"GM")**
No comments:
Post a Comment