3 CARA ATASI BANJIR YANG SELALU BERULANG
REPUBLIKA, Online, 05-11-2007, ren/san/lis
Foto: Sobirin 2007, Bandung Utara Lahan Lindung Penuh Villa
''Penyebab utama paling dominan dibanding dengan yang lain adalah perubahan tata guna lahan,'' ujar Supardiyono Sobirin, anggota Dewan Pakar DPKLTS, kepada REPUBLIKA, Sabtu (3/11).
BANDUNG -- Musim hujan datang, banjir cileuncang (genangan air usai hujan) kembali menjadi persoalan. Walaupun sebelumnya Pemkot Bandung mengklaim telah melakukan perbaikan, tapi banjir tetap terjadi di sejumlah lokasi.
Dari pantauan REPUBLIKA, daerah rawan banjir cileuncang antara lain Jalan Kopo, Buahbatu, Lombok, Aceh, Soekarno-Hatta, Cibiru, Madura, LL RE Martadinata, Dipati Ukur, Tegallega, Gatot Subroto, dan Pelajar Pejuang 45. Ketinggian banjir cileuncang beragam mulai dari beberapa centimeter hingga di atas mata kaki orang dewasa.
''Penyebab utama paling dominan dibanding dengan yang lain adalah perubahan tata guna lahan,'' ujar Supardiyono Sobirin, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), kepada REPUBLIKA, Sabtu (3/11).
Sobirin mengungkapkan, secara kasat mata, kita bisa melihat penggundulan hutan dan pendirian bangunan di sana-sini di wilayah Bandung. Ia menambahkan, cileuncang di suatu tempat bisa saja disebabkan oleh hujan lokal karena kawasan tersebut kedap air dan tidak memiliki pematus yang baik.
Dijelaskan Sobirin, sebuah kawasan menjadi kedap air karena lapisan tanahnya tertutup benda sehingga run-off/ limpasan menjadi sangat besar. Kata dia, banjir merupakan masalah yang kompleks. Walaupun aturan hukum dan panduan teknis sudah ada, sambung dia, tapi praktek di lapangan hampir selalu tidak dapat diterapkan. Setiap keputusan yang diambil, kata dia, ternyata menimbulkan konsekuensi persoalan baru.
Dikatakan Sobirin, ada tiga konsep penanggulangan banjir, yaitu take away people from water seperti transmigrasi yang biayanya mahal. Kedua, take away water from people seperti sodetan, banjir kanal yang juga berbiaya mahal. Sedangkan cara yang ketiga dan murah adalah living harmony together between people and nature.
Menurut Sobirin, menghadapi musim hujan, pemerintah dan warga harus siap siaga. Selain itu, lanjut dia, diperlukan terobosan anggaran agar masyarakat bisa ikut menikmati buah kegotong-royongan mengatasi cileuncang. Ia menganjurkan agar para pengusaha, pihak swasta dan pengembang yang berdekatan dengan lokasi cileuncang ikut berpartisipasi dalam gotong royong.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al Fikri, mengatakan, koordinasi yang buruk antar dinas terkait menyebabkan banjir selalu datang ketika musim hujan. ''Ini persoalan lama yang selalu berulang,'' katanya.
Kerahkan alat berat
Sepanjang musim hujan, bupati dan wali kota di Jawa Barat diminta mengerahkan alat berat di jalur rawan longsor. Gubernur Jabar, Danny Setiawan, mengatakan, sudah menjadi rutinitas bagi bupati dan wali kota untuk mengantisipasi dampak bencana alam saat musim hujan.
''Saya sudah minta bupati dan wali kota untuk mengerahkan alat beratnya. Tanpa diminta pun, itu sudah otomatis menjadi tanggung jawabnya,'' ujar Danny seusai mengikuti acara pencanangan Jabar 100 di GOR Koni Jabar, Sabtu (3/11).
Danny menjelaskan, jalur rawan longsor yang perlu disiagakan alat beratnya antara lain Nagreg (Bandung), Sindangbarang (Cianjur), Cadas Pangeran (Sumedang), Malangbong (Tasikmalaya), Puncak (Cianjur), dan sejumlah jalur di Pantura.
Diungkapkan Danny, bila diantisipasi lebih awal maka dampak bencana alam pada jalur inti tidak akan terlalu parah. Ia juga mengharapkan agar tidak ada jalur kendaraan yang terputus karena bencana longsor. ''Bila ada alat berat, longsoran itu bisa langsung disapu,'' kata dia menambahkan.
Selain pada jalur kendaraan, lanjut Danny, Satkorlak dan Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsian (PBP) sudah disiagakan di daerah rawan banjir. Kata dia, sepanjang musim hujan, Satkorlak dan Satlak diminta siaga 24 jam.
Danny menjelaskan, Pemprov Jabar siap membantu pendanaan kabupaten/kota dalam menanggulangi dampak bencana alam. ''Anggarannya ada dan cukup. Kami simpan pada pos tak terduga APBD Jabar,'' cetus dia.
(ren/san/lis )
BANDUNG -- Musim hujan datang, banjir cileuncang (genangan air usai hujan) kembali menjadi persoalan. Walaupun sebelumnya Pemkot Bandung mengklaim telah melakukan perbaikan, tapi banjir tetap terjadi di sejumlah lokasi.
Dari pantauan REPUBLIKA, daerah rawan banjir cileuncang antara lain Jalan Kopo, Buahbatu, Lombok, Aceh, Soekarno-Hatta, Cibiru, Madura, LL RE Martadinata, Dipati Ukur, Tegallega, Gatot Subroto, dan Pelajar Pejuang 45. Ketinggian banjir cileuncang beragam mulai dari beberapa centimeter hingga di atas mata kaki orang dewasa.
''Penyebab utama paling dominan dibanding dengan yang lain adalah perubahan tata guna lahan,'' ujar Supardiyono Sobirin, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), kepada REPUBLIKA, Sabtu (3/11).
Sobirin mengungkapkan, secara kasat mata, kita bisa melihat penggundulan hutan dan pendirian bangunan di sana-sini di wilayah Bandung. Ia menambahkan, cileuncang di suatu tempat bisa saja disebabkan oleh hujan lokal karena kawasan tersebut kedap air dan tidak memiliki pematus yang baik.
Dijelaskan Sobirin, sebuah kawasan menjadi kedap air karena lapisan tanahnya tertutup benda sehingga run-off/ limpasan menjadi sangat besar. Kata dia, banjir merupakan masalah yang kompleks. Walaupun aturan hukum dan panduan teknis sudah ada, sambung dia, tapi praktek di lapangan hampir selalu tidak dapat diterapkan. Setiap keputusan yang diambil, kata dia, ternyata menimbulkan konsekuensi persoalan baru.
Dikatakan Sobirin, ada tiga konsep penanggulangan banjir, yaitu take away people from water seperti transmigrasi yang biayanya mahal. Kedua, take away water from people seperti sodetan, banjir kanal yang juga berbiaya mahal. Sedangkan cara yang ketiga dan murah adalah living harmony together between people and nature.
Menurut Sobirin, menghadapi musim hujan, pemerintah dan warga harus siap siaga. Selain itu, lanjut dia, diperlukan terobosan anggaran agar masyarakat bisa ikut menikmati buah kegotong-royongan mengatasi cileuncang. Ia menganjurkan agar para pengusaha, pihak swasta dan pengembang yang berdekatan dengan lokasi cileuncang ikut berpartisipasi dalam gotong royong.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al Fikri, mengatakan, koordinasi yang buruk antar dinas terkait menyebabkan banjir selalu datang ketika musim hujan. ''Ini persoalan lama yang selalu berulang,'' katanya.
Kerahkan alat berat
Sepanjang musim hujan, bupati dan wali kota di Jawa Barat diminta mengerahkan alat berat di jalur rawan longsor. Gubernur Jabar, Danny Setiawan, mengatakan, sudah menjadi rutinitas bagi bupati dan wali kota untuk mengantisipasi dampak bencana alam saat musim hujan.
''Saya sudah minta bupati dan wali kota untuk mengerahkan alat beratnya. Tanpa diminta pun, itu sudah otomatis menjadi tanggung jawabnya,'' ujar Danny seusai mengikuti acara pencanangan Jabar 100 di GOR Koni Jabar, Sabtu (3/11).
Danny menjelaskan, jalur rawan longsor yang perlu disiagakan alat beratnya antara lain Nagreg (Bandung), Sindangbarang (Cianjur), Cadas Pangeran (Sumedang), Malangbong (Tasikmalaya), Puncak (Cianjur), dan sejumlah jalur di Pantura.
Diungkapkan Danny, bila diantisipasi lebih awal maka dampak bencana alam pada jalur inti tidak akan terlalu parah. Ia juga mengharapkan agar tidak ada jalur kendaraan yang terputus karena bencana longsor. ''Bila ada alat berat, longsoran itu bisa langsung disapu,'' kata dia menambahkan.
Selain pada jalur kendaraan, lanjut Danny, Satkorlak dan Satlak Penanggulangan Bencana dan Pengungsian (PBP) sudah disiagakan di daerah rawan banjir. Kata dia, sepanjang musim hujan, Satkorlak dan Satlak diminta siaga 24 jam.
Danny menjelaskan, Pemprov Jabar siap membantu pendanaan kabupaten/kota dalam menanggulangi dampak bencana alam. ''Anggarannya ada dan cukup. Kami simpan pada pos tak terduga APBD Jabar,'' cetus dia.
(ren/san/lis )
No comments:
Post a Comment