Pikiran Rakyat, Opini, 21 Maret 2009
Foto: www.columbia.edu, Tiada Air Tiada Kehidupan
Oleh: SOBIRIN
Sejak hampir 17 tahun yang lalu, setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Dunia, yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan tingkat tinggi di Rio de Janeiro dan sidang umum PBB tahun 1992 yang menghasilkan kesepakatan Agenda 21 untuk menyelamatkan bumi.
Hari Air Dunia yang diselenggarakan setiap tahun adalah sebagai peringatan kepada seluruh penduduk dunia yang semakin meningkat jumlahnya, agar selalu berupaya menyelamatkan air yang semakin sulit diperoleh. Sejak awal dicanangkan, tema-tema Hari Air Dunia telah dipilih sebagai berikut: peduli sumber daya air adalah urusan setiap orang (1994), wanita dan air (1995), air untuk kota-kota yang haus (1996), air dunia: cukupkah (1997), air tanah: sumber daya yang tak kelihatan (1998), setiap orang tinggal di bagian hilir (1999), air untuk abad 21 (2000), air untuk kesehatan (2001), air untuk pembangunan (2002), air untuk masa depan (2003), air dan bencana (2004), air untuk kehidupan (2005), air dan budaya (2006), mengatasi kelangkaan air (2007), dan sanitasi (2008). Hari Air Dunia tahun 2009 diperingati dengan tema berbagi air, berbagi peluang, dengan fokus khusus bahwa air sebagai sumber daya alam yang mengalir melintas batas kewilayahan, seharusnya dikelola untuk menautkan kehidupan hulu dan hilir.
Air Jawa Barat
Ketika musim hujan potensi air Jawa Barat mencapai 80 milyar m3/tahun, sangat berlebihan. Namun keberadaan kawasan lindung sebagai pengendali air hujan sebagian besar telah kritis tidak mampu lagi menjalankan fungsinya, maka terjadilah bencana banjir dan longsor. Ketika musim kemarau, potensi air Jawa Barat hanya 8 milyar m3/tahun, kualitasnyapun sangat buruk karena tercemar oleh limbah. Alhasil di musim hujan selalu terjadi bencana banjir dan longsor, di musim kemarau selalu terjadi bencana kekeringan yang kerontang.
Bila kawasan lindung pulih sesuai penataan ruang yang ideal, maka dari 80 milyar m3/tahun ini yang bisa dimanfaatkan langsung sebagai air permukaan dan air tanah oleh warga Jawa Barat hanya seperempatnya, yaitu 20 milyar m3/tahun, sisanya yang tiga perempat kembali ke atmosfer oleh proses evapotranspirasi sebagai pembentuk iklim mikro. Keberadaan 20 milyar m3/tahun bagi penduduk Jawa Barat yang jumlahnya mencapai 40 juta orang, menunjukkan bahwa indek ketersediaan air Jawa Barat hanya 500 m3/kapita/tahun.
Padahal mengacu kepada katagori yang biasa dipakai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, bahwa kebutuhan dasar akan air untuk kehidupan berkelanjutan, antara lain untuk keperluan minum, pangan, kesehatan, perkotaan, industri, irigasi, transportasi, perikanan, pembangkit tenaga listrik, estetika, religi, budaya, dan lain-lainnya minimum 2.000 m3/kapita/tahun. Rasio antara kebutuhan dan ketersediaan air Jawa Barat sama dengan nilai 4 (empat), padahal rasio tidak boleh melebihi nilai 1 (satu). Kondisi ini berdampak terjadinya konflik atas air, apalagi di musim kemarau.
Jawa Barat memang sebuah provinsi yang berada dalam situasi krisis air. Provinsi ini memiliki luas hanya 2% dari daratan Indonesia, dan hanya memiliki 2% dari potensi air tawar Indonesia. Tetapi masalahnya provinsi ini menampung 20% dari penduduk Indonesia. Banjir, longsor, kekeringan, konflik air telah menjadi bencana rutin setiap tahunnya.
Langkah Strategis
Peringatan Hari Air Dunia dari tahun ke tahun masih sangat kental dengan bobot seremonial. Hari ini kita memperingati, hari esok kita melupakannya. Hal ini terlihat dari tema-tema yang dipilih setiap tahunnya, sangat bombastis, tetapi dari tahun ke tahun faktanya air semakin sulit diperoleh dan kualitasnya pun buruk. Hari Air Dunia adalah saat yang baik, untuk tidak sekedar berseremonial, tetapi bertindak dengan langkah strategis agar Jawa Barat mampu menyelamatkan diri dari krisis air.
Pertama, daerah aliran sungai berikut karakteristiknya menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah. Siapapun yang tinggal baik di hulu maupun di hilir, semuanya berada dalam satu daerah aliran sungai. Semua harus memiliki satu kesepakatan, yaitu satu daerah aliran sungai, satu pandangan menyeluruh, satu visi bersama, satu perencanaan paripurna, dan satu manajemen terpadu. Air adalah sumber daya alam yang mengalir, maka antara hulu dan hilir perlu memiliki kesepakatan yang saling menguntungkan. Air adalah hak azasi manusia, dengan pengelolaan yang baik, maka air mampu menautkan kehidupan hulu dan hilir.
Kedua, bencana banjir, longsor, dan kekeringan adalah oleh sebab curah hujan ditambah kualitas lingkungan yang tidak memadai. Sampai saat ini kita belum mampu mengatur jumlah volume curah hujan yang jatuh dari langit, maka tugas kita semua adalah bersepakat menjaga kualitas lingkungan, agar dapat mengurangi ancaman bencana banjir, longsor, dan kekeringan.
Ketiga, realisasi pencapaian kawasan lindung Jawa Barat 45% harus dipercepat dan dikawal dengan seksama. Kawasan lindung yang baik mampu berfungsi sebagai pengendali air dari hulu dan ke hilir. Saat ini angka 45% nyaris hanya sekedar menjadi angka politis saja, sebab dari pengamatan citra satelit, kemajuan pemulihannya sangat lambat.
Keempat, tindak nyata harus dimulai dari diri sendiri. Menyelamatkan dan mengawetkan air dimulai dengan air yang ada di sekitar kita. Air hujan yang jatuh di atap rumah, dipanen, ditampung, dan dimanfaatkan di kala perlu. Ibarat musim mangga panen mangga, musim duren panen duren, maka musim hujan juga panen hujan. Bila memiliki halaman, membuat sumur resapan sederhana atau membuat lubang-lubang biopori merupakan cara-cara bijak, tidak membiarkan air hujan terbuang percuma. Air limbah rumah tangga juga perlu kita rekayasa secara sederhana, yaitu menjadi taman air limbah (waste water garden) dengan tanaman air yang sesuai. Di satu pihak air limbah masih bisa bermanfaat, di lain pihak air limbah menjadi bersih sebelum mengalir masuk ke badan sungai, sehingga tidak merugikan orang lain yang tinggal di hilir kita.
Bulan Maret adalah bulan yang istimewa, selain Hari Air Dunia tanggal 22 Maret, kita juga memperingati Hari Kehutanan Dunia tanggal 21 Maret, dan Hari Meteorologi Dunia tanggal 23 Maret. Sangat selaras dengan penyelamatan air, semoga acaranya tidak sekedar seremonial belaka.***
Penulis, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS),
pengelola www.clearwaste.blogspot.com
Foto: www.columbia.edu, Tiada Air Tiada Kehidupan
Oleh: SOBIRIN
Sejak hampir 17 tahun yang lalu, setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Dunia, yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan tingkat tinggi di Rio de Janeiro dan sidang umum PBB tahun 1992 yang menghasilkan kesepakatan Agenda 21 untuk menyelamatkan bumi.
Hari Air Dunia yang diselenggarakan setiap tahun adalah sebagai peringatan kepada seluruh penduduk dunia yang semakin meningkat jumlahnya, agar selalu berupaya menyelamatkan air yang semakin sulit diperoleh. Sejak awal dicanangkan, tema-tema Hari Air Dunia telah dipilih sebagai berikut: peduli sumber daya air adalah urusan setiap orang (1994), wanita dan air (1995), air untuk kota-kota yang haus (1996), air dunia: cukupkah (1997), air tanah: sumber daya yang tak kelihatan (1998), setiap orang tinggal di bagian hilir (1999), air untuk abad 21 (2000), air untuk kesehatan (2001), air untuk pembangunan (2002), air untuk masa depan (2003), air dan bencana (2004), air untuk kehidupan (2005), air dan budaya (2006), mengatasi kelangkaan air (2007), dan sanitasi (2008). Hari Air Dunia tahun 2009 diperingati dengan tema berbagi air, berbagi peluang, dengan fokus khusus bahwa air sebagai sumber daya alam yang mengalir melintas batas kewilayahan, seharusnya dikelola untuk menautkan kehidupan hulu dan hilir.
Air Jawa Barat
Ketika musim hujan potensi air Jawa Barat mencapai 80 milyar m3/tahun, sangat berlebihan. Namun keberadaan kawasan lindung sebagai pengendali air hujan sebagian besar telah kritis tidak mampu lagi menjalankan fungsinya, maka terjadilah bencana banjir dan longsor. Ketika musim kemarau, potensi air Jawa Barat hanya 8 milyar m3/tahun, kualitasnyapun sangat buruk karena tercemar oleh limbah. Alhasil di musim hujan selalu terjadi bencana banjir dan longsor, di musim kemarau selalu terjadi bencana kekeringan yang kerontang.
Bila kawasan lindung pulih sesuai penataan ruang yang ideal, maka dari 80 milyar m3/tahun ini yang bisa dimanfaatkan langsung sebagai air permukaan dan air tanah oleh warga Jawa Barat hanya seperempatnya, yaitu 20 milyar m3/tahun, sisanya yang tiga perempat kembali ke atmosfer oleh proses evapotranspirasi sebagai pembentuk iklim mikro. Keberadaan 20 milyar m3/tahun bagi penduduk Jawa Barat yang jumlahnya mencapai 40 juta orang, menunjukkan bahwa indek ketersediaan air Jawa Barat hanya 500 m3/kapita/tahun.
Padahal mengacu kepada katagori yang biasa dipakai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, bahwa kebutuhan dasar akan air untuk kehidupan berkelanjutan, antara lain untuk keperluan minum, pangan, kesehatan, perkotaan, industri, irigasi, transportasi, perikanan, pembangkit tenaga listrik, estetika, religi, budaya, dan lain-lainnya minimum 2.000 m3/kapita/tahun. Rasio antara kebutuhan dan ketersediaan air Jawa Barat sama dengan nilai 4 (empat), padahal rasio tidak boleh melebihi nilai 1 (satu). Kondisi ini berdampak terjadinya konflik atas air, apalagi di musim kemarau.
Jawa Barat memang sebuah provinsi yang berada dalam situasi krisis air. Provinsi ini memiliki luas hanya 2% dari daratan Indonesia, dan hanya memiliki 2% dari potensi air tawar Indonesia. Tetapi masalahnya provinsi ini menampung 20% dari penduduk Indonesia. Banjir, longsor, kekeringan, konflik air telah menjadi bencana rutin setiap tahunnya.
Langkah Strategis
Peringatan Hari Air Dunia dari tahun ke tahun masih sangat kental dengan bobot seremonial. Hari ini kita memperingati, hari esok kita melupakannya. Hal ini terlihat dari tema-tema yang dipilih setiap tahunnya, sangat bombastis, tetapi dari tahun ke tahun faktanya air semakin sulit diperoleh dan kualitasnya pun buruk. Hari Air Dunia adalah saat yang baik, untuk tidak sekedar berseremonial, tetapi bertindak dengan langkah strategis agar Jawa Barat mampu menyelamatkan diri dari krisis air.
Pertama, daerah aliran sungai berikut karakteristiknya menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah. Siapapun yang tinggal baik di hulu maupun di hilir, semuanya berada dalam satu daerah aliran sungai. Semua harus memiliki satu kesepakatan, yaitu satu daerah aliran sungai, satu pandangan menyeluruh, satu visi bersama, satu perencanaan paripurna, dan satu manajemen terpadu. Air adalah sumber daya alam yang mengalir, maka antara hulu dan hilir perlu memiliki kesepakatan yang saling menguntungkan. Air adalah hak azasi manusia, dengan pengelolaan yang baik, maka air mampu menautkan kehidupan hulu dan hilir.
Kedua, bencana banjir, longsor, dan kekeringan adalah oleh sebab curah hujan ditambah kualitas lingkungan yang tidak memadai. Sampai saat ini kita belum mampu mengatur jumlah volume curah hujan yang jatuh dari langit, maka tugas kita semua adalah bersepakat menjaga kualitas lingkungan, agar dapat mengurangi ancaman bencana banjir, longsor, dan kekeringan.
Ketiga, realisasi pencapaian kawasan lindung Jawa Barat 45% harus dipercepat dan dikawal dengan seksama. Kawasan lindung yang baik mampu berfungsi sebagai pengendali air dari hulu dan ke hilir. Saat ini angka 45% nyaris hanya sekedar menjadi angka politis saja, sebab dari pengamatan citra satelit, kemajuan pemulihannya sangat lambat.
Keempat, tindak nyata harus dimulai dari diri sendiri. Menyelamatkan dan mengawetkan air dimulai dengan air yang ada di sekitar kita. Air hujan yang jatuh di atap rumah, dipanen, ditampung, dan dimanfaatkan di kala perlu. Ibarat musim mangga panen mangga, musim duren panen duren, maka musim hujan juga panen hujan. Bila memiliki halaman, membuat sumur resapan sederhana atau membuat lubang-lubang biopori merupakan cara-cara bijak, tidak membiarkan air hujan terbuang percuma. Air limbah rumah tangga juga perlu kita rekayasa secara sederhana, yaitu menjadi taman air limbah (waste water garden) dengan tanaman air yang sesuai. Di satu pihak air limbah masih bisa bermanfaat, di lain pihak air limbah menjadi bersih sebelum mengalir masuk ke badan sungai, sehingga tidak merugikan orang lain yang tinggal di hilir kita.
Bulan Maret adalah bulan yang istimewa, selain Hari Air Dunia tanggal 22 Maret, kita juga memperingati Hari Kehutanan Dunia tanggal 21 Maret, dan Hari Meteorologi Dunia tanggal 23 Maret. Sangat selaras dengan penyelamatan air, semoga acaranya tidak sekedar seremonial belaka.***
Penulis, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS),
pengelola www.clearwaste.blogspot.com
No comments:
Post a Comment