MASUKAN UTK RPJMD KOTA BANDUNG 2008-2013
Foto: www.geocities.com, Pusat Belanja Jeans Jl. Cihampelas
Oleh: SOBIRIN
Menganalisis perkembangan situasi dan kondisi Kota Bandung dalam beberapa tahun ke belakang, maka untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung tahun 2008-2013 perlu rumusan “isu-isu strategis” untuk mendapat perhatian khusus, antara lain:
Pendidikan dan ketahanan budaya
Upaya pendidikan dalam meningkatkan pemerataan, aspek mutu, dan tata kelola pendidikan belum mencapai hasil yang optimal. Beberapa hal yang menyangkut mutu dan relevansi pendidikan perlu menjadi perhatian untuk RPJMD Kota Bandung 2008-2013, antara lain yaitu profesionalisme guru, kesejahteraan guru, kurikulum berbasis kompetensi, globalisasi, teknologi informasi, kerjasama dengan dunia usaha dan industri dalam bidang pendidikan.
Muatan lokal pendidikan lingkungan hidup (mulok LH) merupakan keberhasilan “political will” Pemerintah Kota Bandung, namun dalam pelaksanaan di sekolah-sekolah masih tersendat.
Juga beberapa hal yang menyangkut tata kelola pendidikan perlu disoroti secara seksama, antara lain yaitu manajemen berbasis sekolah, standardisasi pelayanan pendidikan, partisipasi masyarakat, sistem informasi pendidikan.
Kearifan lokal perlu diangkat dalam dunia pendidikan, mengingat belakangan ini semakin berkurang nilai-nilai agama dan budaya di kalangan generasi muda. Hilangnya nilai-nilai luhur dan jati diri akan menjadi kerugian yang teramat besar bagi generasi yang akan datang.
Kesehatan
Kesehatan di Kota Bandung perlu dianalisis berdasar teori Blum, yaitu didasarkan kepada konsep penyebab, 5% oleh genetika, 20% oleh pelayanan, 30% oleh perlaku, dan 45% oleh kondisi lingkungan hidup. Hal yang paling menonjol hingga saat ini adalah tentang masalah perilaku tidak sehat warga kota sehingga lingkungan-pun menjadi buruk, misalnya dalam mengelola sampah rumah tangganya. Menurut pengamatan, sekitar 90% warga Kota Bandung tidak peduli dengan sampahnya.
Rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin Kota Bandung disebabkan karena rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar dan juga tidak terlepas dari aspek rendahnya pendidikan lingkungan. Adanya Forum Rembug Peduli Bandung Sehat (FRPBS) yang merupakan “political will” pemerintah tahun lalu dengan konsep berbasis masyarakat, perlu lebih ditingkatkan dalam implementasinya.
Pelayanan infrastruktur Kota
Pada aspek transportasi, model pelayanan dengan angkutan kota yang semakin banyak dan melebihi kapasitas, telah membuat lalu lintas tidak teratur dan macet. Apalagi ketika peluang kepemilikan kendaraan bermotor roda dua semakin mudah, dan hampir seluruh warga kota memilikinya, maka dampaknya lalu lintas semakin semrawut.
Perlu dipikirkan “grand design” transportasi massal kota yang nyaman, aman. Disamping itu harus ada insentif dan diinsentif kepada setiap pemakai jalan. Seiiring dengan masalah ini, kenyamanan pejalan kaki juga harus ditingkatkan, yaitu dengan lebih meningkatkan sanksi-sanki kepada PKL atau warung tenda jalanan yang terkesan semakin liar.
Dalam hal pemeliharaan jalan juga harus dipikirkan mengenai aspek drainase pinggir jalan yang nampaknya belum mendapatkan perhatian khusus. Hampir 75% jalan di Kota Bandung tidak memiliki drainase yang berfungsi. Antara drainase yang tidak baik, perlaku warga yang membuang sampah seenaknya, bermuara pada bencana banjir “cileuncang” yang datang secara rutin di musim hujan.
Pada aspek air baku untuk warga, semakin harus mendapat perhatian. Saat ini rata-rata warga Kota Bandung hanya mendapatkan air sebanyak 45 liter/orang/hari, sedangkan kebutuhan rata-rata 200 liter/orang/hari/. Kerusakan lingkungan kawasan lindung kota, terutama di Kawasan Bandung Utara merupakan penyebab hilangnya ketersediaan air baku ini, disamping memang kebutuhan warga semakin besar, karena jumlah penduduk yang semakin banyak.
Budaya panen air hujan yang disimpan dalam tampungan khusus di setiap permukiman perlu segera disosialisasikan. Penyedotan air tanah secara berlebihan juga harus mendapat perhatian khusus dalam RPJMD 2008-2013.
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Kota Bandung terletak di dalam Cekungan Topografi Bandung. Sirkulasi udara sangat berbeda dengan kota-kota dataran rendah atau pantai. Aliran udara turbulen lebih dominan dari pada aliran udara biasa. Gas buang kendaraan bermotor dan industri tidak dengan segera lepas ke atmosfir.
Perlu pemikiran prioritas dalam hal pencemaran udara yang dapat menimbulkan dampak kesehatan warga, dan juga dampak isu pemanasan global. Ruang Terbuka Hijau (RTH), hutan kota, taman kota perlu lebih memdapat perhatian utk segera dibangun ditempat-tempat sumber pencemar.
Demikian pula dengan aspek pencemaran air oleh sebab limbah industri ataupun limbah penduduk yang langsung dibuang ke badan air atau bahkan ada yang dibuang ke dalam tanah. Konsep instalasi pengolah air limbah (IPAL) baik di rumah tangga ataupun industri perlu segera dicari jalan terobosannya agar timbul kesadaran dari seluruh warga, baik masyarakat biasa maupun dunia industri. Konsep “taman air limbah” atau “eko sanitasi” perlu dikembangkan untuk kawasan-kawasan yang aliran gravitasi kurang.
Pengendalian Jumlah Penduduk
Penduduk Kota Bandung telah mencapai lebih dari 3 juta jiwa, padahal luas kota hanya sekitar 17.000 ha. Alternatif perluasan kota merupakan hal yang tidak mudah, memutuskan Kota Bandung sebagai kota tertutup juga tidak mudah. Namun hal itu perlu pemikiran-pemikiran karena menurut ”National Geographic”, pada tahun 2015 dikhawatirkan jumlah penduduk membengkak hingga 5 juta jiwa.
Perlu dihitung secara kuantitatif berapa daya dukung dan daya tampung Kota Bandung yang sebenarnya. Dari angka tersebut kemudian diambil kebijaksanaan tentang kependudukan Kota Bandung.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Tata Ruang adalah sebuah kebijakan yang mengarahkan suatu wilayah, bagian mana yang boleh dibangun, dan bagian mana yang tidak boleh dibangun karena fungsi-fungsinya yang bersifat lindung. Menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa 30% dari wilayah kota harus merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Seluas 20% disiapkan oleh pemerintah, 10% disiapkan oleh warga atau privat. Kesemuanya itu adalah untuk keselamatan kota agar memenuhi azas keberlanjutan. Saat ini RTH Kota Bandung masih jauh di bawah 30%.
Luas kota yang terbatas dan penduduk yang sangat banyak merupakan kendala besar dalam rangka pengendalian tata ruang kota. Oleh sebab itu dalam RPJMD Kota Bandung 2008-2013, hal ini harus dijadikan isu strategis dan prioritas.
Optimalisasi Kinerja Pemerintah Kota
Seiring dengan program-program pemerintah yang cenderung merupakan rutinitas, maka citra birokrasi di mata masyarakat belum optimal. Peningkatan kualitas manajemen pemerintah jangan terkesan “business as usual” dan “wait and see”. Perlu “turn over” dalam rangka memulihkan citra birokrasi yang lamban dan korup.
Bandung, 31 Juli 2008
Sobirin/ Pemerhati Lingkungan
(atas permintaan BAPPEDA Kota Bandung No. 050/1532-Bappeda/24 Juli 2008).
Foto: www.geocities.com, Pusat Belanja Jeans Jl. Cihampelas
Oleh: SOBIRIN
Menganalisis perkembangan situasi dan kondisi Kota Bandung dalam beberapa tahun ke belakang, maka untuk Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung tahun 2008-2013 perlu rumusan “isu-isu strategis” untuk mendapat perhatian khusus, antara lain:
Pendidikan dan ketahanan budaya
Upaya pendidikan dalam meningkatkan pemerataan, aspek mutu, dan tata kelola pendidikan belum mencapai hasil yang optimal. Beberapa hal yang menyangkut mutu dan relevansi pendidikan perlu menjadi perhatian untuk RPJMD Kota Bandung 2008-2013, antara lain yaitu profesionalisme guru, kesejahteraan guru, kurikulum berbasis kompetensi, globalisasi, teknologi informasi, kerjasama dengan dunia usaha dan industri dalam bidang pendidikan.
Muatan lokal pendidikan lingkungan hidup (mulok LH) merupakan keberhasilan “political will” Pemerintah Kota Bandung, namun dalam pelaksanaan di sekolah-sekolah masih tersendat.
Juga beberapa hal yang menyangkut tata kelola pendidikan perlu disoroti secara seksama, antara lain yaitu manajemen berbasis sekolah, standardisasi pelayanan pendidikan, partisipasi masyarakat, sistem informasi pendidikan.
Kearifan lokal perlu diangkat dalam dunia pendidikan, mengingat belakangan ini semakin berkurang nilai-nilai agama dan budaya di kalangan generasi muda. Hilangnya nilai-nilai luhur dan jati diri akan menjadi kerugian yang teramat besar bagi generasi yang akan datang.
Kesehatan
Kesehatan di Kota Bandung perlu dianalisis berdasar teori Blum, yaitu didasarkan kepada konsep penyebab, 5% oleh genetika, 20% oleh pelayanan, 30% oleh perlaku, dan 45% oleh kondisi lingkungan hidup. Hal yang paling menonjol hingga saat ini adalah tentang masalah perilaku tidak sehat warga kota sehingga lingkungan-pun menjadi buruk, misalnya dalam mengelola sampah rumah tangganya. Menurut pengamatan, sekitar 90% warga Kota Bandung tidak peduli dengan sampahnya.
Rendahnya derajat kesehatan masyarakat miskin Kota Bandung disebabkan karena rendahnya akses terhadap layanan kesehatan dasar dan juga tidak terlepas dari aspek rendahnya pendidikan lingkungan. Adanya Forum Rembug Peduli Bandung Sehat (FRPBS) yang merupakan “political will” pemerintah tahun lalu dengan konsep berbasis masyarakat, perlu lebih ditingkatkan dalam implementasinya.
Pelayanan infrastruktur Kota
Pada aspek transportasi, model pelayanan dengan angkutan kota yang semakin banyak dan melebihi kapasitas, telah membuat lalu lintas tidak teratur dan macet. Apalagi ketika peluang kepemilikan kendaraan bermotor roda dua semakin mudah, dan hampir seluruh warga kota memilikinya, maka dampaknya lalu lintas semakin semrawut.
Perlu dipikirkan “grand design” transportasi massal kota yang nyaman, aman. Disamping itu harus ada insentif dan diinsentif kepada setiap pemakai jalan. Seiiring dengan masalah ini, kenyamanan pejalan kaki juga harus ditingkatkan, yaitu dengan lebih meningkatkan sanksi-sanki kepada PKL atau warung tenda jalanan yang terkesan semakin liar.
Dalam hal pemeliharaan jalan juga harus dipikirkan mengenai aspek drainase pinggir jalan yang nampaknya belum mendapatkan perhatian khusus. Hampir 75% jalan di Kota Bandung tidak memiliki drainase yang berfungsi. Antara drainase yang tidak baik, perlaku warga yang membuang sampah seenaknya, bermuara pada bencana banjir “cileuncang” yang datang secara rutin di musim hujan.
Pada aspek air baku untuk warga, semakin harus mendapat perhatian. Saat ini rata-rata warga Kota Bandung hanya mendapatkan air sebanyak 45 liter/orang/hari, sedangkan kebutuhan rata-rata 200 liter/orang/hari/. Kerusakan lingkungan kawasan lindung kota, terutama di Kawasan Bandung Utara merupakan penyebab hilangnya ketersediaan air baku ini, disamping memang kebutuhan warga semakin besar, karena jumlah penduduk yang semakin banyak.
Budaya panen air hujan yang disimpan dalam tampungan khusus di setiap permukiman perlu segera disosialisasikan. Penyedotan air tanah secara berlebihan juga harus mendapat perhatian khusus dalam RPJMD 2008-2013.
Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan
Kota Bandung terletak di dalam Cekungan Topografi Bandung. Sirkulasi udara sangat berbeda dengan kota-kota dataran rendah atau pantai. Aliran udara turbulen lebih dominan dari pada aliran udara biasa. Gas buang kendaraan bermotor dan industri tidak dengan segera lepas ke atmosfir.
Perlu pemikiran prioritas dalam hal pencemaran udara yang dapat menimbulkan dampak kesehatan warga, dan juga dampak isu pemanasan global. Ruang Terbuka Hijau (RTH), hutan kota, taman kota perlu lebih memdapat perhatian utk segera dibangun ditempat-tempat sumber pencemar.
Demikian pula dengan aspek pencemaran air oleh sebab limbah industri ataupun limbah penduduk yang langsung dibuang ke badan air atau bahkan ada yang dibuang ke dalam tanah. Konsep instalasi pengolah air limbah (IPAL) baik di rumah tangga ataupun industri perlu segera dicari jalan terobosannya agar timbul kesadaran dari seluruh warga, baik masyarakat biasa maupun dunia industri. Konsep “taman air limbah” atau “eko sanitasi” perlu dikembangkan untuk kawasan-kawasan yang aliran gravitasi kurang.
Pengendalian Jumlah Penduduk
Penduduk Kota Bandung telah mencapai lebih dari 3 juta jiwa, padahal luas kota hanya sekitar 17.000 ha. Alternatif perluasan kota merupakan hal yang tidak mudah, memutuskan Kota Bandung sebagai kota tertutup juga tidak mudah. Namun hal itu perlu pemikiran-pemikiran karena menurut ”National Geographic”, pada tahun 2015 dikhawatirkan jumlah penduduk membengkak hingga 5 juta jiwa.
Perlu dihitung secara kuantitatif berapa daya dukung dan daya tampung Kota Bandung yang sebenarnya. Dari angka tersebut kemudian diambil kebijaksanaan tentang kependudukan Kota Bandung.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Tata Ruang adalah sebuah kebijakan yang mengarahkan suatu wilayah, bagian mana yang boleh dibangun, dan bagian mana yang tidak boleh dibangun karena fungsi-fungsinya yang bersifat lindung. Menurut UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, disebutkan bahwa 30% dari wilayah kota harus merupakan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Seluas 20% disiapkan oleh pemerintah, 10% disiapkan oleh warga atau privat. Kesemuanya itu adalah untuk keselamatan kota agar memenuhi azas keberlanjutan. Saat ini RTH Kota Bandung masih jauh di bawah 30%.
Luas kota yang terbatas dan penduduk yang sangat banyak merupakan kendala besar dalam rangka pengendalian tata ruang kota. Oleh sebab itu dalam RPJMD Kota Bandung 2008-2013, hal ini harus dijadikan isu strategis dan prioritas.
Optimalisasi Kinerja Pemerintah Kota
Seiring dengan program-program pemerintah yang cenderung merupakan rutinitas, maka citra birokrasi di mata masyarakat belum optimal. Peningkatan kualitas manajemen pemerintah jangan terkesan “business as usual” dan “wait and see”. Perlu “turn over” dalam rangka memulihkan citra birokrasi yang lamban dan korup.
Bandung, 31 Juli 2008
Sobirin/ Pemerhati Lingkungan
(atas permintaan BAPPEDA Kota Bandung No. 050/1532-Bappeda/24 Juli 2008).
No comments:
Post a Comment