Seputar Indonesia, 5-9-2008, miftahul ulum/ wisnoe moerti
Foto: Rian 2007, Banjir Perkotaan
MENJELANG musim penghujan tahun ini, warga Kota Bandung harus bersiap menghadapi banjir cileuncang. Sobirin Supardiyono menegaskan, banjir yang terjadi setiap musim hujan itu dipastikan terjadi lagi pada tahun ini.
Selama setahun terakhir, ujar dia, Pemkot Bandung belum melakukan antisipasi banjir. Hal ini menimbulkan pikiran negatif terhadap para peneliti yang bekerja di Pusat Penelitian Air Departemen Pekerjaan Umum.
“Banjir cileuncang jadi semacam proyek. Saat banjir datang, orang berebut berbicara, berebut menawarkan solusi.Namun setelah banjir berlalu, mereka berebut untuk melupakan. Kemudian siklus berulang saat banjir datang lagi,”ujar Sobirin. Dia mengatakan, setidaknya ada empat langkah untuk menghadapi banjir cileuncang.
Pertama, langkah siaga yang dimulai pada Oktober- Desember. Siaga ini bersifat jangka pendek seperti membersihkan saluran air,mengeruk saluran, sampai membenahi saluran yang rusak.
Kedua, langkah tanggap darurat yang dilakukan pada Januari-Februari. Sesuai status tanggap darurat, pemerintah harus menyediakan peralatan antisipasi banjir seperti pompa air, pelatihan tenaga sampai menyiapkan titik pengungsian.
Langkah ketiga diambil setelah kejadian, sekitar Maret-April yang bertujuan mengantisipasi agar kejadian tidak berulang kembali. Bersamaan dengan itu, dilakukan mitigasi upaya pencegahan jangka panjang.
”Pemkot selama ini belum melaksanakan langkah tersebut sehingga kejadian yang sama selalu berulang setiap tahun,” ujarnya. Ketika ditanya apakah banjir yang berulang setiap tahun menandakan ketidakmampuan pemerintah, Sobirin menjawab diplomatis, ”Banyak sarjana ITB di pemerintahan, banyak orang pintar, masak mereka gak tahu cara mengantisipasi banjir. Tidak bisa mereka berdalih tidak mampu. Terus apa guna dibayar kalo hanya bisa berdalih”.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan (BMP) Kota Bandung Rusjaf Adimenggala menegaskan, antisipasi banjir terganjal ketersediaan anggaran. Anggaran untuk perbaikan drainase, termasuk pengerukan saluran, hanya sebanyak 10% dari total anggaran.
Selain itu, rendahnya kesadaran lingkungan masyarakat menyebabkan antisipasi banjir selalu kandas. Bukti rendahnya kesadaran, kata dia, di setiap pasar, sampah sisa selalu dimasukkan ke dalam drainase. ”Padahal masalah sampah seharusnya kewenangan kebersihan. Kalau setiap hari seperti itu, kami (BMP) jadinya mengelola sampah pula,” kata Rusjaf.
(miftahul ulum/ wisnoe moerti)
Foto: Rian 2007, Banjir Perkotaan
MENJELANG musim penghujan tahun ini, warga Kota Bandung harus bersiap menghadapi banjir cileuncang. Sobirin Supardiyono menegaskan, banjir yang terjadi setiap musim hujan itu dipastikan terjadi lagi pada tahun ini.
Selama setahun terakhir, ujar dia, Pemkot Bandung belum melakukan antisipasi banjir. Hal ini menimbulkan pikiran negatif terhadap para peneliti yang bekerja di Pusat Penelitian Air Departemen Pekerjaan Umum.
“Banjir cileuncang jadi semacam proyek. Saat banjir datang, orang berebut berbicara, berebut menawarkan solusi.Namun setelah banjir berlalu, mereka berebut untuk melupakan. Kemudian siklus berulang saat banjir datang lagi,”ujar Sobirin. Dia mengatakan, setidaknya ada empat langkah untuk menghadapi banjir cileuncang.
Pertama, langkah siaga yang dimulai pada Oktober- Desember. Siaga ini bersifat jangka pendek seperti membersihkan saluran air,mengeruk saluran, sampai membenahi saluran yang rusak.
Kedua, langkah tanggap darurat yang dilakukan pada Januari-Februari. Sesuai status tanggap darurat, pemerintah harus menyediakan peralatan antisipasi banjir seperti pompa air, pelatihan tenaga sampai menyiapkan titik pengungsian.
Langkah ketiga diambil setelah kejadian, sekitar Maret-April yang bertujuan mengantisipasi agar kejadian tidak berulang kembali. Bersamaan dengan itu, dilakukan mitigasi upaya pencegahan jangka panjang.
”Pemkot selama ini belum melaksanakan langkah tersebut sehingga kejadian yang sama selalu berulang setiap tahun,” ujarnya. Ketika ditanya apakah banjir yang berulang setiap tahun menandakan ketidakmampuan pemerintah, Sobirin menjawab diplomatis, ”Banyak sarjana ITB di pemerintahan, banyak orang pintar, masak mereka gak tahu cara mengantisipasi banjir. Tidak bisa mereka berdalih tidak mampu. Terus apa guna dibayar kalo hanya bisa berdalih”.
Di tempat terpisah, Kepala Dinas Bina Marga dan Pengairan (BMP) Kota Bandung Rusjaf Adimenggala menegaskan, antisipasi banjir terganjal ketersediaan anggaran. Anggaran untuk perbaikan drainase, termasuk pengerukan saluran, hanya sebanyak 10% dari total anggaran.
Selain itu, rendahnya kesadaran lingkungan masyarakat menyebabkan antisipasi banjir selalu kandas. Bukti rendahnya kesadaran, kata dia, di setiap pasar, sampah sisa selalu dimasukkan ke dalam drainase. ”Padahal masalah sampah seharusnya kewenangan kebersihan. Kalau setiap hari seperti itu, kami (BMP) jadinya mengelola sampah pula,” kata Rusjaf.
(miftahul ulum/ wisnoe moerti)
No comments:
Post a Comment