Bekas Lahan TPA Cicabe Masih Dibiarkan Tandus
KOMPAS JAWA BARAT, Senin 7 Agustus 2006
Foto: M. Gelora Sapta, Pikiran Rakyat, 13 Pebruari 2006
Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, lahan bekas TPA Cicabe dapat dijadikan ruang terbuka hijau, dan tidak perlu menunggu terlalu lama.
Bandung, Kompas –
Lahan bekas Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Cicabe, Kelurahan Mandalajati, Kecamatan Cicadas, masih tandus. Padahal, Pemerintah Kota Bandung akan menjadikan Cicabe sebagai Tegallega kedua.
Di bekas lahan seluas 1,5 hektar ini yang tampak adalah hamparan tanah merah untuk mengubur sampah. Berbagai jenis sampah muncul di antara gundukan tanah. Di atas lahan yang ditata secara berundak itu suhu terasa amat panas di siang hari. Tidak ada pohon, alias tandus.
"Katanya mau ada penghijauan. Tidak tahu kapan. Pemerintah belum pernah memberi tahu kepastiannya. Kami berharap cepat ditanami pohon biar teduh," kata Dede (35), warga RT 05 RW 14 Kelurahan Mandalajati, yang tinggal di samping lahan bekas TPA Cicabe, Minggu (6/8).
Dede khawatir kalau gundukan tanah dibiarkan, akan rawan longsor. Sebab, TPA Cicabe berada di atas sawah dan rumah sebagian penduduk Kelurahan Mandalajati, terutama RW 06.
Hal serupa dikatakan Rudi (25), tetangga Dede. Bagi Rudi, semakin cepat lahan bekas TPA itu dibangun menjadi ruang terbuka hijau (RTH), warga sekitar akan diuntungkan. Rudi dan warga lainnya berharap tempat itu akan dikunjungi banyak orang sebagaimana Tegallega. Jadi, masyarakat bisa membuka usaha. "Apalagi, katanya akan ada lapangan sepak bolanya. Lahannya sudah ada, tapi masih gundul," ujar Rudi.
TPA Cicabe ditutup sejak 15 April 2006 karena sudah tidak dapat lagi menampung sampah. Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, lahan bekas TPA Cicabe dapat dijadikan ruang terbuka hijau, dan tidak perlu menunggu terlalu lama.
"Tinggal digali 2 meter, dipilih yang anorganik seperti kaca, kaleng, dan plastik, diangkat, dan dipisahkan. Kemudian ditanami pohon yang cocok," kata Sobirin.
Ia juga mengusulkan agar di sepanjang tepi lahan Cicabe ditanami bambu. Pohon bambu dapat menahan tanah sehingga tanah tidak rawan longsor. Bambu juga mampu menyerap zat-zat hasil fermentasi tumpukan sampah.
"RTH di Cicabe juga harus dilengkapi drainase air lindi dan pipa- pipa untuk keluarnya gas metan. Sebab, fermentasi di lapisan bawah tanah terus terjadi," tutur Sobirin.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung Taufik Rachman menjelaskan, bekas TPA Cibabe belum dibangun karena masih terdapat uap panas dari fermentasi sampah. "Kami juga belum mengadakan penelitian mengenai kontur tanah dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, belum ada anggaran untuk membangun Cicabe. "Kita masih menunggu. Tapi, untuk penelitian akan memakai dana kita sendiri," katanya.
Sementara untuk mencegah terjadinya longsor, lahan di sekitar Cicabe akan ditanami berbagai macam pohon. "Mungkin nanti kalau musim hujan sudah datang, sekitar bulan Oktober," tutur Taufik. (MHF)
Foto: M. Gelora Sapta, Pikiran Rakyat, 13 Pebruari 2006
Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, lahan bekas TPA Cicabe dapat dijadikan ruang terbuka hijau, dan tidak perlu menunggu terlalu lama.
Bandung, Kompas –
Lahan bekas Tempat Pembuangan Akhir atau TPA Cicabe, Kelurahan Mandalajati, Kecamatan Cicadas, masih tandus. Padahal, Pemerintah Kota Bandung akan menjadikan Cicabe sebagai Tegallega kedua.
Di bekas lahan seluas 1,5 hektar ini yang tampak adalah hamparan tanah merah untuk mengubur sampah. Berbagai jenis sampah muncul di antara gundukan tanah. Di atas lahan yang ditata secara berundak itu suhu terasa amat panas di siang hari. Tidak ada pohon, alias tandus.
"Katanya mau ada penghijauan. Tidak tahu kapan. Pemerintah belum pernah memberi tahu kepastiannya. Kami berharap cepat ditanami pohon biar teduh," kata Dede (35), warga RT 05 RW 14 Kelurahan Mandalajati, yang tinggal di samping lahan bekas TPA Cicabe, Minggu (6/8).
Dede khawatir kalau gundukan tanah dibiarkan, akan rawan longsor. Sebab, TPA Cicabe berada di atas sawah dan rumah sebagian penduduk Kelurahan Mandalajati, terutama RW 06.
Hal serupa dikatakan Rudi (25), tetangga Dede. Bagi Rudi, semakin cepat lahan bekas TPA itu dibangun menjadi ruang terbuka hijau (RTH), warga sekitar akan diuntungkan. Rudi dan warga lainnya berharap tempat itu akan dikunjungi banyak orang sebagaimana Tegallega. Jadi, masyarakat bisa membuka usaha. "Apalagi, katanya akan ada lapangan sepak bolanya. Lahannya sudah ada, tapi masih gundul," ujar Rudi.
TPA Cicabe ditutup sejak 15 April 2006 karena sudah tidak dapat lagi menampung sampah. Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, lahan bekas TPA Cicabe dapat dijadikan ruang terbuka hijau, dan tidak perlu menunggu terlalu lama.
"Tinggal digali 2 meter, dipilih yang anorganik seperti kaca, kaleng, dan plastik, diangkat, dan dipisahkan. Kemudian ditanami pohon yang cocok," kata Sobirin.
Ia juga mengusulkan agar di sepanjang tepi lahan Cicabe ditanami bambu. Pohon bambu dapat menahan tanah sehingga tanah tidak rawan longsor. Bambu juga mampu menyerap zat-zat hasil fermentasi tumpukan sampah.
"RTH di Cicabe juga harus dilengkapi drainase air lindi dan pipa- pipa untuk keluarnya gas metan. Sebab, fermentasi di lapisan bawah tanah terus terjadi," tutur Sobirin.
Kepala Dinas Pertamanan dan Pemakaman Kota Bandung Taufik Rachman menjelaskan, bekas TPA Cibabe belum dibangun karena masih terdapat uap panas dari fermentasi sampah. "Kami juga belum mengadakan penelitian mengenai kontur tanah dan sebagainya," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, belum ada anggaran untuk membangun Cicabe. "Kita masih menunggu. Tapi, untuk penelitian akan memakai dana kita sendiri," katanya.
Sementara untuk mencegah terjadinya longsor, lahan di sekitar Cicabe akan ditanami berbagai macam pohon. "Mungkin nanti kalau musim hujan sudah datang, sekitar bulan Oktober," tutur Taufik. (MHF)
No comments:
Post a Comment