Thursday, October 26, 2006

SAMPAH DIUSULKAN DIBUANG KE LAHAN KRITIS

PENANGANAN HANYA OLEH PEJABAT BAWAH
KOMPAS
, Jawa Barat, Senin, 15 Mei 2006, MHF

Foto: Sobirin, 2005, Musibah Sampah Kota Bandung

"Tidak ada salahnya jika sampah dibuang ke hutan. Kalau ada monyet yang mabuk, biarin aja daripada manusia yang mabuk. Ini masalah prioritas kesehatan masyarakat kota," ujar Supardiyono Sobirin.



BANDUNG, KOMPAS -
Kondisi tumpukan sampah di Kota Bandung sudah sedemikian kritis. Karena situasinya sangat darurat, sampah itu harus segera dievakuasi dari tengah kota. Salah satu cara yang sangat mungkin dilakukan adalah membuang sampah ke lahan kritis di perkebunan atau hutan. Demikian diusulkan Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, Jumat (12/5). "Tidak ada salahnya jika sampah dibuang ke hutan. Kalau ada monyet yang mabuk, biarin aja daripada manusia yang mabuk. Ini masalah prioritas kesehatan masyarakat kota," ujarnya.

Usulan ini bertolak dari belum adanya kepastian Bupati Bandung Obar Sobarna dalam menentukan lahan yang dapat dijadikan tempat pembuangan akhir (TPA) bagi Pemerintah Kota Bandung. "Daripada nunggu lama-lama, lebih baik sampah dibuang ke lahan kritis di hutan atau perkebunan," kata Sobirin.

Menurut Sobirin, lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menentukan lahan TPA disebabkan tanah yang menjadi calon lokasi TPA merupakan tanah milik, sehingga harus ada ganti rugi. Selain itu, tanah di sekeliling lokasi TPA nanti akan turun harganya. Jadi, wajar jika tidak sedikit warga yang menolak adanya TPA di dekat tanahnya.


Selain itu, Sobirin menyarankan agar masyarakat juga mulai mengelola sampah dari rumah tangga. Di Jepang, kata Sobirin, sampah dilarang keluar rumah dan masing-masing rumah tangga mampu mengelolanya. "Sampah organik bisa dibuat kompos dan sampah anorganik dicuci kemudian dijual ke pemulung," kata Sobirin, yang rumahnya kini telah zero waste (bebas sampah).


Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah Jawa Barat Setiawan Wangsaatmaja menegaskan, dalam minggu ini Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung harus memutuskan tempat pembuangan sampah. Sebab, kondisinya sudah memprihatinkan.


Perilaku warga kota


Sementara itu, peneliti persampahan dari Departemen Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Bandung (ITB) Prof Dr Ir Enri Damanhuri mengatakan, tumpukan sampah juga merupakan cermin perilaku dan budaya warga kota. Mengutip hasil sebuah penelitian, Enri mengemukakan, 95 persen responden setuju adanya pemilahan sampah. Akan tetapi, hanya 1,5 persen yang telah melakukannya. "Jadi, ini memang budaya dan perilaku," ujarnya.


"Kita itu tidak punya strategi yang jelas, hanya bicara. Mestinya ada satu target yang kita harus konsisten. Menurut saya, memecahkan masalah sampah sudah sangat darurat. Tapi selama ini hanya rapat terus di hotel dan sebagainya, tetapi tidak memecahkan masalah," kata Enri, yang sering terlibat dan akhirnya memilih untuk tidak datang saat diundang dalam rapat membahas sampah itu.


Menurut Enri, selama ini yang terlibat pembicaraan mengenai penanganan sampah hanyalah pimpinan tingkat bawah. "Sementara top level tidak pernah rapat. Jadinya, kesepakatan yang ada selalu berubah," kata Enri.


Enri menyarankan agar Pemkot Bandung kembali mendekati TPA yang sudah ada (existing), seperti Jelekong, Cibabe, dan Pasir Impun. Selanjutnya, Pemkot Bandung harus meyakinkan kepada warga yang selama ini menolak bahwa Pemkot Bandung mampu mengelola sampah dengan lebih baik.


Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar mengatakan, belum perlu adanya intervensi pemerintah pusat kepada Pemkot Bandung untuk mengatasinya. Dia hanya menyarankan agar pemkot meningkatkan kampanye pengolahan sampah di tingkat rumah tangga. (MHF)

No comments: