REPUBLIKA ONLINE, Senin, 04 September 2006
Foto: Prof. Otto Soemarwoto 2004, Kawasan Bandung Utara
Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Supardiyono Sobirin, mengaku prihatin dengan maraknya pembangunan fisik di KBU. Kata dia, masing-masing pemerintah daerah (pemda) memiliki ego dalam mengelola KBU.
BANDUNG -- Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) mendesak pemerintah pusat menyiapkan peraturan pemerintah terkait Kawasan Bandung Utara (KBU). Sepanjang tidak diatur dengan PP, maka Pemprov Jabar hanya menjadi 'macan kertas' dalam melindungi KBU. Dewan Pakar DPKLTS, Supardiyono Sobirin, mengaku prihatin dengan maraknya pembangunan fisik di KBU. Kata dia, masing-masing pemerintah daerah (pemda) memiliki ego dalam mengelola KBU.
Bahkan, lanjut dia, peran pemprov nyaris tidak diindahkan oleh Pemkot/Pemkab Bandung serta Pemkot Cimahi.
Hal ini, ungkap Sobirin, karena berdasarkan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah, pasal 13-14 disebutkan, pemkab/pemkot dan pemprov diberi porsi kewenangan yang sama dalam mengelola lingkungan. ''Agar pemegang kewenangan ini jelas, maka khusus KBU harus diatur melalui PP. Agar kebijakannya tidak tumpang tindih,'' ujar Sobirin, akhir pekan lalu.
Sobirin menjelaskan, selama ini pemprov hanya mampu mengamankan KBU dengan cara membuat surat keputusan (SK) atau surat edaran (SE) gubernur. Namun, kata dia, SK dan SE gubernur itu nyaris tidak diimplementasikan di lapangan.
''Saya menilai pemprov ini hanya sebagai 'macan kertas' dalam mengamankan KBU,'' cetus Sobirin. Dipaparkan dia, pemprov tidak bisa berbuat represif karena merasa bahwa pemkab/pemkot yang berwenang mengeluarkan izin pembangunan di KBU.
Dijelaskan Sobirin, maraknya pembangunan fisik di KBU memicu peningkatan run off air hujan di Bandung. Kata dia, lebih dari 75 persen intensitas air hujan di KBU sebanyak 2.250 mm per tahun, dihanyutkan ke Kota Bandung.
Menurut Sobirin, semakin banyak pembangunan fisik, maka Kota Bandung semakin terancam banjir. Saat ini, kata dia, terdapat 60 ruas jalan di Kota Bandung yang kebajiran saat hujan.
''Misalnya bila Punclut dibangun, maka run off akan terus meningkat,'' ujarnya. Dipaparkan Sobirin, maraknya pembangunan fisik di KBU, merupakan produk kebijakan pemerintah daerah yang tidak ramah lingkungan.
Sebelumnya, Wali Kota Bandung, Dada Rosada mengaku tidak keberatan dengan pembangunan fisik di KBU. Syaratnya, pembangunan yang dilakukan oleh pengembang tersebut, mengikuti kaidah aturan yang berlaku. Kalaupun melanggar, pihaknya meminta pengembang untuk memperbaikinya. ''Jangan langsung dibatalkan dong, perbaiki dulu,'' ujarnya.
Sementara Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Keadilan Sejahtera Kab Bandung, Aam Salam Taufik, mengatakan, tidak ada tambahan pembangunan di KBU merupakan harga mati. Dijelaskan dia, saat ini pemprov dan pemkab dituntut untuk membenahi tatanan konservasi di KBU. Artinya, lanjut dia, sepanjang proses pembenahan berjalan, tidak ada pengeluaran izin pembangunan fisik di KBU.
''Di Kabupaten Bandung saja, tidak ada izin yang dikeluarkan sejak KBU dinyatakan status quo oleh gubernur,'' ujarnya. (san )
No comments:
Post a Comment