Masukan dalam rapat BAPPEDA dan DINAS BINA MARGA KOTA BANDUNG
Foto: Gurnita, Pikiran Rakyat, 12 Januari 2006
Istilah cileuncang menurut Kamus Lengkap Bahasa Sunda - Indonesia (Budi Rahayu Tamsyah, Pustaka Setia, 2003), adalah air hujan yang tidak terserap tanah, kemudian menggenang. Dalam bahasa ‘pengairan’, istilah banjir adalah kejadian di mana debit air melebihi kapasitas sungai atau drainase, kemudian meluap menggenangi daerah sekitar. Sedangkan istilah genangan yaitu air yang terkumpul di suatu tempat dan tidak tersalir karena elevasinya yang lebih rendah dari sekitarnya. Banjir di hilir bisa disebabkan oleh hujan lebat di hulu, karena badan sungai di hilir menyempit atau mendangkal. Sedangkan cileuncang di suatu tempat bisa saja disebabkan hanya oleh hujan lokal, karena kawasan tersebut ‘impervious’ dan tidak memiliki pematus yang baik. Sebuah kawasan menjadi "impervious" karena lapisan tanahnya tertutup oleh benda (bangunan) sehingga kemampuan daya serap terhadap air menjadi sangat rendah, dan yang terjadi adalah "run-off" (limpasan) menjadi sangat besar.
Terdapat upaya jangka pendek dan jangka panjang dalam menghadapi kemungkinan terjadinya banjir dan cileuncang di perkotaan. Upaya-upaya ini terkait dengan konsep kebencanaan yang terdiri dari 4 tahap, yaitu: siap siaga, tanggap darurat, pasca kejadian, dan mitigasi.
Dikaitkan dengan musim, maka tahapan umum menghadapi kemungkinan banjir (dan kejadian ikutannya yaitu kemungkinan longsor) dapat disosialisasikan sebagai berikut:
- Siap siaga, upaya jangka pendek, bulan Oktober-November-Desember.
- Tanggap darurat, upaya jangka pendek, bulan Januari-Pebruari.
- Pasca kejadian, upaya jangka pendek dan jangka panjang, Maret-April.
- Mitigasi, upaya jangka panjang, bulan Mei-Juni-Juli-Agustus-September.
Prakiraan musim pada bulan-bulan terkait harus selalu berkomunikasi dengan pihak BMG.
Menghadapi musim hujan yang sudah di ambang pintu, kita harus pragmatis tidak membahas upaya jangka panjang dulu, tetapi yang dikerjakan adalah upaya jangka pendek tahap siap siaga. Masih ada kesempatan dua bulan yaitu November dan Desember untuk mengerjakan hal tersebut.
Upaya jangka pendek siap siaga di bulan November dan Desember ini, antara lain berupa:
-Mengeruk sampah dan endapan dari selokan2 di kawasan yg sering terjadi cileuncang.
-Memperbaiki riul-riul yang menyumbat.
-Memperbaiki drainase agar ‘gradient hidraulic’nya mampu mematus genangan.
-Di tempat2 tertentu segera di buat sumur2 resapan sesuai ketentuan standar.
-Siapkan pompa air dan selang untuk membantu mematus air yang tergenang.
Mengacu kepada konsep ‘City is People’, maka masalah banjir cileuncang ini adalah masalah bersama, masalah seluruh warga kota. Basis kebersamaan adalah komunikasi dan gotong royong yang dipastikan masih dimiliki oleh warga kota. Diperlukan terobosan dalam hal anggaran agar masyarakat bisa ikut menikmati buah kegotong-royongan ini. Dari para pengusaha, pihak swasta dan pengembang yang berdekatan dengan lokasi cileuncang, diminta ikut berpartisipasi dalam kegiatan gotong royong ini. Kegiatan menghadapi kemungkinan banjir diupayakan agar sebesar-besar berbasis masyarakat, dengan kata kunci mendorong masyarakat mampu menolong diri sendiri.
Pada saat kejadian banjir cileuncang (diharapkan tidak terjadi, namun kita harus waspada di bulan Januari-Pebruari), selain melaksanakan kegiatan tanggap darurat, perlu dilakukan pemetaan lokasi genangan cileuncang. Dicatat waktu kejadian, luas genangan, kedalaman genangan, dampak yang terjadi.
Pasca kejadiaan cileuncang (Maret-April), keadaan diharapkan telah normal kembali, kota telah bersih kembali. Dilanjutkan dengan kegiatan mitigasi yaitu proses kegiatan mengurangi ancaman atau menjinakkan ancaman cileuncang, dilakukan bulan Mei-Juni-Juli-Agustus-September.
Mitigasi adalah proses jangka panjang untuk menjinakkan ancaman banjir cileuncang, antara lain:
Membuat peta drainase Kota Bandung skala regional (skala Kota Bandung secara umum), skala meso (skala wilayah, kecamatan), skala mikro (kelurahan, RT, RW, komplek permukiman). Peta-peta ini untuk dasar membuat keputusan-keputusan teknis. Kemudian sosialisasi kepada masyarakat tentang perilaku untuk mencegah banjir pada umumnya dan cileuncang pada khususnya. Lalu memperbaiki drainase perkotaan agar sesuai dengan kondisi Kota Bandung saat ini dan rencana kota masa yang akan datang. Jangan lupa memasang ‘plang informasi’ di lokasi-lokasi rawan banjir dan cileuncang sebagai peringatan ‘hati-hati di sini rawan banjir dan cileuncang, agar membuang sampah pada tempatnya’.