Pikiran Rakyat, Selisik, 5 Mei 2008, Mega Julianti
Foto: M.Gelora Sapta, PR, 2008, Gedebage Bandung
Selain sarana jalan, drainase juga harus mendapat perhatian serius. Anggota DPKLTS Sobirin mengatakan 75% dari 1.000 km jalan di Kota Bandung drainasenya buruk. Bahkan, 25% sisanya tidak memiliki drainase di kiri dan kanannya. "Jika hujan, air menggenangi jalan dan menyebabkan jalan mudah rusak," katanya.
Pembangunan jaringan jalan mutlak diperlukan untuk mempercepat pengembangan kawasan Bandung Timur karena keberadaan infrastruktur itu diharapkan mampu mempermudah pergerakan juga menjadi alternatif antara wilayah sebelah selatan dengan wilayah utara Gedebage. Akses jalan wilayah Gedebage ini sangat terbatas, melalui Jln. Gedebage dan Jln. Cimencrang. Jalan di dalam tapak sendiri hanya beberapa dan hanya merupakan jalan akses ke perumahan. Tidak ada jalan yang menembus dari Jln. Cimencrang ke Jl. Gedebage.
Berdasarkan perencanaan yang dibuat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung, jalan utama existing rata-rata dari kawasan perencanaan adalah sembilan meter dengan badan jalan enam meter dan bahu jalan 1 meter-1,5 meter. Kondisi jalan utama pada dasarnya sudah beraspal dan masih baik. Hanya beberapa tempat sudah berlubang, naik turun dengan saluran drainase yang kondisinya tidak menerus, terus terputus.
Jaringan jalan penghubung antar desa berupa jaringan jalan yang sebagian sudah beraspal dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah. Beberapa bagian ruas jalan ini bila hujan banyak yang tergenang oleh banjir dan menyebabkan ketidak-efisienan karena akan menimbulkan dampak yaitu besarnya biaya untuk pemeliharaan. Keberadaan jalan utama kawasan tersebut dinilai sangat penting sebagai poros pintu masuk kawasan perencanaan sehingga akan memengaruhi perkembangan kawasan sebagai Pusat Primer Kota Bandung.
Kawasan perencanaan juga diperkaya dengan sistem jaringan jalan lokal (jalan tanah) yang menghubungkan kedua jalur utama tersebut ke kawasan perumahan. Sistem jaringan jalan tersebut cukup sempit dan tanpa trotoar sehingga bila digunakan dua jalur kendaraan, pengguna harus berhati-hati. Jalan-jalan di lingkungan di kawasan perencanaan memiliki beragam kondisi, sebagian besar tidak beraspal, masih berupa tanah yang bila hujan tiba akan becek, tergenang.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung Rusjaf Adimenggala, pengembangan wilayah Gedebage sangat bergantung pada pembangunan akses tol. Hal ini karena jika akses tol tidak segera dibangun, akan terjadi titik kemacetan. "Belum jelas sejauh mana pemerintah pusat akan membangun jalan tol dari Soekarno - Hatta - Gedebage - Rancaekek," ungkapnya. Rusjaf juga mengatakan bahwa kawasan Gedebage memiliki jalan-jalan yang kecil yang belum bisa link-road dengan daerah lain. Ini tentu saja akan menghambat akses warga untuk mengunjungi tempat tersebut.
"Wilayah Gedebage memiliki infrastruktur yang belum memadai. Pada 2008 ini, akan dilakukan pembangunan jalan di Gedebage selatan yang sejajar dengan jalan tol," katanya. Pengembangan pola jaringan jalan ini sangat bergantung pada limitasi kawasan seperti rencana jalan tol, rencana lokasi danau buatan yang cukup besar, kondisi existing bangunan serta kebutuhan ruang yang harus dialokasikan di kawasan perencanaan jaringan jalan yang dikembangkan curviliner dengan dua jalan akses utama yang membelah kawasan dari barat daya hingga timur laut.
Pola jaringan jalan yang diterapkan di kawasan Gedebage berupa campuran curveliner dan grid. Pola ini pada umumnya terbagi atas dua klas jalan yaitu jalan kolektor dan jalan lingkungan. Jalan kolektor tersebut berfungsi sebagai pembatas yang tegas di dalam subblok-subblok kawasan perencanaan. Agar konstruksi jalan itu kuat dan tepat guna, digunakan konstruksi perkerasan lentur serta konstruksi perkerasan kaku, yaitu konstruksi ini digunakan untuk jenis tanah yang lembek.
Menurut Rusjaf, jalan yang akan dibuat ini menggunakan perkerasan kaku atau menggunakan beton sebagai lapisan perekatnya. Model jalan dengan perkerasan kaku ini relatif lebih kuat dibandingkan dengan perkerasan lentur (menggunakan aspal). Jenis jalan ini dipilih karena wilayah Gedebage akan dilewati truk-truk peti kemas. Pembangunan jalan yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 15 miliar ini, rencananya dibangun empat lajur dengan lebar 20 meter dan panjang 3,4 km. Pembangunan jalan ini rencananya dibangun melewati overpass dan terowongan Cimencrang.
Jalan yang akan dibangun ini merupakan jalan utama timur barat sejajar tol. "Tahun ini, rencananya hanya dibangun dua lajur yang bagian tengahnya. Itu pun hanya akan dibangun sampai base coarse (fondasi bawah). Mudah-mudah pada tahun anggaran berikutnya bisa terselesaikan," kata Rusjaf.
**
Pembuatan jalan yang sudah tahap penandatanganan kontrak ini, rencananya selesai pada enam bulan ke depan. Selain masalah anggaran yang masih belum tercukupi untuk pembangunan jalan baru tersebut, masalah pembebasan milik warga pun disinyalir menjadi penghambat pembangunan tersebut. Dana yang dibutuhkan untuk membangun pembangunan infrastruktur jalan di kawasan primer Gedebage ini yaitu Rp 234,5 miliar.
Setelah pembuatan fondasi bawah ini selesai, pada tahun anggaran berikutnya akan diselesaikan dua lajur sisanya, termasuk pembuatan jembatan serta terowongan. Jembatan ini rencananya dibangun enam jembatan yaitu jembatan Cinambo selatan, jembatan Cisalatri selatan, jembatan Cinambo tengah, jembatan Cisalatri tengah, jembatan Cinambo utara, serta jembatan Cisalatri utara. Sementara terowongan yang akan dibangun adalah terowongan Sapan dan terowongan Cimencrang.
Melihat rencana pembuatan infrastruktur jalan ini, tentu saja berhubungan kondisi infrastruktur jalan yang sekarang ini, Berdasarkan data dari Samsat Bandung timur terdapat 201.546 kendaraan yang dimiliki warga Bandung timur, jumlah ini terdiri atas 67.215 kendaraan roda empat dan 133.692kendaraan roda dua. Jika dilihat jumlah kendaraan yang ada dan luas jalan, memang kondisi jalan di sana masih jauh dari memadai untuk menampung kendaraan. "Negara maju sekalipun merasa tidak mampu mengatasai masalah tersebut, namun sekarang kan kita bisa menggalakkan transportasi massal dan manajemen lalu lintas," tutur Rusjaf.
Menurut Tjuk Widianto, Kepala Humas Dinas Perhubungan Kota Bandung, rencananya di kawasan Gedebage itu dibuat jalur kereta api Tanjungsari, Padalarang, dan Cicalengka. Mengenai penambahan trayek setelah untuk mendukung pengembangan Bandung timur, Tjuk mengatakan itu akan disesuaikan dengan permintaan konsumen.
**
Selain sarana jalan, drainase juga harus mendapat perhatian serius. Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono mengatakan 75% dari 1.000 km jalan di Kota Bandung memiliki saluran drainase yang buruk. Bahkan, 25% sisanya tidak memiliki saluran drainase di kiri dan kanan jalannya. "Jika hujan turun, air akan menggenangi jalan yang akan menyebabkan jalan di Kota Bandung mudah rusak," katanya.
Oleh karena itu, penataan jaringan drainase di Bandung timur harus dibangun dengan prinsip agar aliran air hujan di atas permukaan tanah (surface run off) dapat secepatnya meresap ke dalam tanah (bilamana mungkin) atau secepatnya dialirkan menuju sungai atau saluran pembuangan agar tidak terjadi genangan air hujan dan pengikisan badan jalan.
Sobirin juga menambahkan, kondisi sebuah kota dapat menunjukkan perilaku masyarakatnya. "Saluran drainase yang buruk ditambah dengan kurangnya kesadaran warga akan lingkungan akan memperparah buruknya saluran drainase di Kota Bandung, Kondisi yang ada saat ini banyak saluran drainase yang dipersempit dan ditimbun oleh warga, bahkan dimanfaatkan untuk membuang sampah. Dengan demikian, yang terpenting dari rencana perbaikan saluran drainase adalah juga membangun kesadaran warga." (Mega Julianti)***
Foto: M.Gelora Sapta, PR, 2008, Gedebage Bandung
Selain sarana jalan, drainase juga harus mendapat perhatian serius. Anggota DPKLTS Sobirin mengatakan 75% dari 1.000 km jalan di Kota Bandung drainasenya buruk. Bahkan, 25% sisanya tidak memiliki drainase di kiri dan kanannya. "Jika hujan, air menggenangi jalan dan menyebabkan jalan mudah rusak," katanya.
Pembangunan jaringan jalan mutlak diperlukan untuk mempercepat pengembangan kawasan Bandung Timur karena keberadaan infrastruktur itu diharapkan mampu mempermudah pergerakan juga menjadi alternatif antara wilayah sebelah selatan dengan wilayah utara Gedebage. Akses jalan wilayah Gedebage ini sangat terbatas, melalui Jln. Gedebage dan Jln. Cimencrang. Jalan di dalam tapak sendiri hanya beberapa dan hanya merupakan jalan akses ke perumahan. Tidak ada jalan yang menembus dari Jln. Cimencrang ke Jl. Gedebage.
Berdasarkan perencanaan yang dibuat Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bandung, jalan utama existing rata-rata dari kawasan perencanaan adalah sembilan meter dengan badan jalan enam meter dan bahu jalan 1 meter-1,5 meter. Kondisi jalan utama pada dasarnya sudah beraspal dan masih baik. Hanya beberapa tempat sudah berlubang, naik turun dengan saluran drainase yang kondisinya tidak menerus, terus terputus.
Jaringan jalan penghubung antar desa berupa jaringan jalan yang sebagian sudah beraspal dan sebagian lagi masih berupa jalan tanah. Beberapa bagian ruas jalan ini bila hujan banyak yang tergenang oleh banjir dan menyebabkan ketidak-efisienan karena akan menimbulkan dampak yaitu besarnya biaya untuk pemeliharaan. Keberadaan jalan utama kawasan tersebut dinilai sangat penting sebagai poros pintu masuk kawasan perencanaan sehingga akan memengaruhi perkembangan kawasan sebagai Pusat Primer Kota Bandung.
Kawasan perencanaan juga diperkaya dengan sistem jaringan jalan lokal (jalan tanah) yang menghubungkan kedua jalur utama tersebut ke kawasan perumahan. Sistem jaringan jalan tersebut cukup sempit dan tanpa trotoar sehingga bila digunakan dua jalur kendaraan, pengguna harus berhati-hati. Jalan-jalan di lingkungan di kawasan perencanaan memiliki beragam kondisi, sebagian besar tidak beraspal, masih berupa tanah yang bila hujan tiba akan becek, tergenang.
Menurut Kepala Dinas Bina Marga Kota Bandung Rusjaf Adimenggala, pengembangan wilayah Gedebage sangat bergantung pada pembangunan akses tol. Hal ini karena jika akses tol tidak segera dibangun, akan terjadi titik kemacetan. "Belum jelas sejauh mana pemerintah pusat akan membangun jalan tol dari Soekarno - Hatta - Gedebage - Rancaekek," ungkapnya. Rusjaf juga mengatakan bahwa kawasan Gedebage memiliki jalan-jalan yang kecil yang belum bisa link-road dengan daerah lain. Ini tentu saja akan menghambat akses warga untuk mengunjungi tempat tersebut.
"Wilayah Gedebage memiliki infrastruktur yang belum memadai. Pada 2008 ini, akan dilakukan pembangunan jalan di Gedebage selatan yang sejajar dengan jalan tol," katanya. Pengembangan pola jaringan jalan ini sangat bergantung pada limitasi kawasan seperti rencana jalan tol, rencana lokasi danau buatan yang cukup besar, kondisi existing bangunan serta kebutuhan ruang yang harus dialokasikan di kawasan perencanaan jaringan jalan yang dikembangkan curviliner dengan dua jalan akses utama yang membelah kawasan dari barat daya hingga timur laut.
Pola jaringan jalan yang diterapkan di kawasan Gedebage berupa campuran curveliner dan grid. Pola ini pada umumnya terbagi atas dua klas jalan yaitu jalan kolektor dan jalan lingkungan. Jalan kolektor tersebut berfungsi sebagai pembatas yang tegas di dalam subblok-subblok kawasan perencanaan. Agar konstruksi jalan itu kuat dan tepat guna, digunakan konstruksi perkerasan lentur serta konstruksi perkerasan kaku, yaitu konstruksi ini digunakan untuk jenis tanah yang lembek.
Menurut Rusjaf, jalan yang akan dibuat ini menggunakan perkerasan kaku atau menggunakan beton sebagai lapisan perekatnya. Model jalan dengan perkerasan kaku ini relatif lebih kuat dibandingkan dengan perkerasan lentur (menggunakan aspal). Jenis jalan ini dipilih karena wilayah Gedebage akan dilewati truk-truk peti kemas. Pembangunan jalan yang menghabiskan anggaran sekitar Rp 15 miliar ini, rencananya dibangun empat lajur dengan lebar 20 meter dan panjang 3,4 km. Pembangunan jalan ini rencananya dibangun melewati overpass dan terowongan Cimencrang.
Jalan yang akan dibangun ini merupakan jalan utama timur barat sejajar tol. "Tahun ini, rencananya hanya dibangun dua lajur yang bagian tengahnya. Itu pun hanya akan dibangun sampai base coarse (fondasi bawah). Mudah-mudah pada tahun anggaran berikutnya bisa terselesaikan," kata Rusjaf.
**
Pembuatan jalan yang sudah tahap penandatanganan kontrak ini, rencananya selesai pada enam bulan ke depan. Selain masalah anggaran yang masih belum tercukupi untuk pembangunan jalan baru tersebut, masalah pembebasan milik warga pun disinyalir menjadi penghambat pembangunan tersebut. Dana yang dibutuhkan untuk membangun pembangunan infrastruktur jalan di kawasan primer Gedebage ini yaitu Rp 234,5 miliar.
Setelah pembuatan fondasi bawah ini selesai, pada tahun anggaran berikutnya akan diselesaikan dua lajur sisanya, termasuk pembuatan jembatan serta terowongan. Jembatan ini rencananya dibangun enam jembatan yaitu jembatan Cinambo selatan, jembatan Cisalatri selatan, jembatan Cinambo tengah, jembatan Cisalatri tengah, jembatan Cinambo utara, serta jembatan Cisalatri utara. Sementara terowongan yang akan dibangun adalah terowongan Sapan dan terowongan Cimencrang.
Melihat rencana pembuatan infrastruktur jalan ini, tentu saja berhubungan kondisi infrastruktur jalan yang sekarang ini, Berdasarkan data dari Samsat Bandung timur terdapat 201.546 kendaraan yang dimiliki warga Bandung timur, jumlah ini terdiri atas 67.215 kendaraan roda empat dan 133.692kendaraan roda dua. Jika dilihat jumlah kendaraan yang ada dan luas jalan, memang kondisi jalan di sana masih jauh dari memadai untuk menampung kendaraan. "Negara maju sekalipun merasa tidak mampu mengatasai masalah tersebut, namun sekarang kan kita bisa menggalakkan transportasi massal dan manajemen lalu lintas," tutur Rusjaf.
Menurut Tjuk Widianto, Kepala Humas Dinas Perhubungan Kota Bandung, rencananya di kawasan Gedebage itu dibuat jalur kereta api Tanjungsari, Padalarang, dan Cicalengka. Mengenai penambahan trayek setelah untuk mendukung pengembangan Bandung timur, Tjuk mengatakan itu akan disesuaikan dengan permintaan konsumen.
**
Selain sarana jalan, drainase juga harus mendapat perhatian serius. Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono mengatakan 75% dari 1.000 km jalan di Kota Bandung memiliki saluran drainase yang buruk. Bahkan, 25% sisanya tidak memiliki saluran drainase di kiri dan kanan jalannya. "Jika hujan turun, air akan menggenangi jalan yang akan menyebabkan jalan di Kota Bandung mudah rusak," katanya.
Oleh karena itu, penataan jaringan drainase di Bandung timur harus dibangun dengan prinsip agar aliran air hujan di atas permukaan tanah (surface run off) dapat secepatnya meresap ke dalam tanah (bilamana mungkin) atau secepatnya dialirkan menuju sungai atau saluran pembuangan agar tidak terjadi genangan air hujan dan pengikisan badan jalan.
Sobirin juga menambahkan, kondisi sebuah kota dapat menunjukkan perilaku masyarakatnya. "Saluran drainase yang buruk ditambah dengan kurangnya kesadaran warga akan lingkungan akan memperparah buruknya saluran drainase di Kota Bandung, Kondisi yang ada saat ini banyak saluran drainase yang dipersempit dan ditimbun oleh warga, bahkan dimanfaatkan untuk membuang sampah. Dengan demikian, yang terpenting dari rencana perbaikan saluran drainase adalah juga membangun kesadaran warga." (Mega Julianti)***
No comments:
Post a Comment