KOMPAS, Jawa Barat, 17 Mei 2004, k02
Foto: Sobirin, 2005, Perumahan Mewah di Kawasan Lindung
Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, menilai pernyataan Gubernur Jawa Barat itu tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai penguasa provinsi. Tidak mungkin menyuruh masyarakat melakukan unjuk rasa.
Bandung, Kompas - Menanggapi persoalan maraknya pengembang yang membuka lahan dan jalan di kawasan Dago Utara, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan meminta masyarakat dan pers "menghukum" para pengembang.
Berulang kali pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat menegaskan bahwa kawasan Dago Utara merupakan wilayah Kabupaten Bandung.
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (sekarang UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang Otonomi Daerah, gubernur dan wali kota/bupati mempunyai kedudukan yang sejajar sehingga urusan di wilayah tertentu merupakan tanggung jawab kepala daerah yang bersangkutan.
"Jalan-jalan sudah banyak yang dibangun oleh pihak swasta. Masyarakat dan wartawan dong yang mulai menghukum pengembang. Saya ada di belakang masyarakat, bukan di belakang pengembang," ujar Danny.
Saat ini, lanjut Danny, proyek Jalan Dago-Lembang dalam tahap ke arah pengambilan keputusan dan tengah menunggu tanggapan masyarakat luas.
Tidak bertanggung jawab
Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, menilai pernyataan Gubernur Jawa Barat itu tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai penguasa provinsi.
"Kita memiliki UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Nasional (sekarang UU No 26 tahun 2007) yang menegaskan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten harus mengacu pada RTRW Provinsi, dan RTRW Provinsi harus mengacu pada RTRW Nasional, yang intinya demi pertahanan nasional dan kesejahteraan rakyat," papar Sobirin.
Sebenarnya, lanjut Sobirin, di dalam UU Otonomi juga dimungkinkan pemerintah provinsi turun tangan bila di wilayah perbatasan terjadi konflik. Apalagi kawasan Dago Utara merupakan kawasan lindung yang berguna untuk kemaslahatan masyarakat luas.
"Apabila gubernur merasa mempunyai kedudukan yang sama dengan bupati, bukankah mereka bisa duduk bersama untuk membicarakan masalah itu. Tidak mungkin menyuruh masyarakat melakukan unjuk rasa. Jadi, saran saya, pertama, gubernur melayangkan surat kepada Bupati Bandung soal ketegasan RTRW. Kedua, mereka duduk bersama mencari solusi," ujar Sobirin pula. (k02)
Foto: Sobirin, 2005, Perumahan Mewah di Kawasan Lindung
Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, menilai pernyataan Gubernur Jawa Barat itu tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai penguasa provinsi. Tidak mungkin menyuruh masyarakat melakukan unjuk rasa.
Bandung, Kompas - Menanggapi persoalan maraknya pengembang yang membuka lahan dan jalan di kawasan Dago Utara, Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan meminta masyarakat dan pers "menghukum" para pengembang.
Berulang kali pihak Pemerintah Provinsi Jawa Barat menegaskan bahwa kawasan Dago Utara merupakan wilayah Kabupaten Bandung.
Seiring dengan berlakunya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 (sekarang UU Nomor 32 Tahun 2004) tentang Otonomi Daerah, gubernur dan wali kota/bupati mempunyai kedudukan yang sejajar sehingga urusan di wilayah tertentu merupakan tanggung jawab kepala daerah yang bersangkutan.
"Jalan-jalan sudah banyak yang dibangun oleh pihak swasta. Masyarakat dan wartawan dong yang mulai menghukum pengembang. Saya ada di belakang masyarakat, bukan di belakang pengembang," ujar Danny.
Saat ini, lanjut Danny, proyek Jalan Dago-Lembang dalam tahap ke arah pengambilan keputusan dan tengah menunggu tanggapan masyarakat luas.
Tidak bertanggung jawab
Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, menilai pernyataan Gubernur Jawa Barat itu tidak menunjukkan rasa tanggung jawab sebagai penguasa provinsi.
"Kita memiliki UU Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang Nasional (sekarang UU No 26 tahun 2007) yang menegaskan bahwa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten harus mengacu pada RTRW Provinsi, dan RTRW Provinsi harus mengacu pada RTRW Nasional, yang intinya demi pertahanan nasional dan kesejahteraan rakyat," papar Sobirin.
Sebenarnya, lanjut Sobirin, di dalam UU Otonomi juga dimungkinkan pemerintah provinsi turun tangan bila di wilayah perbatasan terjadi konflik. Apalagi kawasan Dago Utara merupakan kawasan lindung yang berguna untuk kemaslahatan masyarakat luas.
"Apabila gubernur merasa mempunyai kedudukan yang sama dengan bupati, bukankah mereka bisa duduk bersama untuk membicarakan masalah itu. Tidak mungkin menyuruh masyarakat melakukan unjuk rasa. Jadi, saran saya, pertama, gubernur melayangkan surat kepada Bupati Bandung soal ketegasan RTRW. Kedua, mereka duduk bersama mencari solusi," ujar Sobirin pula. (k02)
No comments:
Post a Comment