DAERAH HULU HARUS DIHIJAUKAN LEBIH DAHULU
KOMPAS, Jawa Barat, 22 September 2007, BAY
Foto: Sobirin, 2006, Sawah Kekeringan Puso di Subang
Anggota DPKLTS Sobirin mengatakan, sebelum dibangun Waduk Jatigede, daerah hulunya perlu dihijaukan terlebih dahulu. “Jika dilakukan berbasis masyarakat, tidak membutuhkan waktu lama”, kata Sobirin.
BANDUNG, KOMPAS- Hanya 42 persen sawah di Jawa Barat atau sekitar 383.000 hektar yang mendapat air dari irigasi teknis Waduk Jatiluhur. Dari jumlah sawah itu, 90 persen atau sekitar 340.000 hektar berada di wilayah pantai utara Jabar.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar Asep Abdie di Bandung, Jumat (21/9), mengatakan, daerah yang areal sawahnya banyak terairi irigasi teknis antara lain Kabupaten Subang, Karawang, dan Indramayu.
Oleh karena itu, lahan yang kekeringan pada musim kemarau biasanya berada di luar kawasan pantai utara (pantura). Lahan di luar irigasi teknis diairi setengah teknis sekitar 120.000 hektar, irigasi sederhana pekerjaan umum (PU) 96.000 hektar, sederhana non-PU atau pedesaan 158.900 hektar, dan tadah hujan 169.000 hektar.
Bila Waduk Jatigede sudah dibangun, lebih dari 40.000 ha sawah akan terairi irigasi teknis. Produktivitas lahan yang dilalui saluran itu akan meningkat 1-2 ton per hektar, tergantung pada teknologi yang digunakan.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Daerah Jabar Oo Sutisna mengatakan, secara nasional luas sawah yang sudah terairi irigasi teknis kurang dari 10 persen. Luas sawah seluruhnya sekitar 11 juta hektar, sedangkan yang dilalui irigasi teknis hanya 1 juta hektar.
Sebagian besar irigasi teknis berada di Pulau Jawa. Di Jabar, irigasi tersebut terbanyak berada di Kabupaten Indramayu, Karawang, Subang, dan sebagian Majalengka.
Padi di sawah yang memanfaatkan irigasi teknis dapat dipanen tiga kali setahun. Sawah dengan irigasi non-teknis sangat tergantung pada persediaan air di daerah setempat. Bila air mencukupi, panen dilakukan tiga kali setahun.
Petani di Tanjungsari, Kapbupaten Sumedang, misalnya, mengandalkan mata air yang selalu tersedia sehingga produktivitas lahannya tinggi. Ini berbeda dengan petani di beberapa daerah lain yang persediaan airnya terbatas. Mereka hanya bisa panen sekali dalam setahun.
“Ada petani yang suplai air ke lahannya berkurang. Penyebabnya, kebutuhan itu diambil untuk air kemasan”, katanya.
Petani dengan produktivitas lahan rendah biasanya tinggal di daerah perbukitan atau hutan. Daerah semacam itu terdapat di beberapa kawasan Kabupaten Garut atau Indramayu.
Menurut Oo, jika Waduk Jatigede sudah dioperasikan, sawah yang terairi akan lebih luas. Daerah yang dilalui irigasi tersebut di antaranya kabupaten Majalengka, Cirebon, dan Indramayu.
Bila sistem pengairan sudah cukup baik, perlu diperhatikan juga saluran pembuangan ke sungai-sungai agar tidak terjadi banjir.
Oo memaparkan, produktivitas lahan di Jabar termasuk tinggi dan berpotensi untuk terus ditingkatkan.
Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin mengatakan, sebelum dibangun Waduk Jatigede, daerah hulunya perlu dihijaukan terlebih dahulu.
“Jika dilakukan berbasis masyarakat, program itu tidak membutuhkan waktu lama”, kata Sobirin. (BAY)
BANDUNG, KOMPAS- Hanya 42 persen sawah di Jawa Barat atau sekitar 383.000 hektar yang mendapat air dari irigasi teknis Waduk Jatiluhur. Dari jumlah sawah itu, 90 persen atau sekitar 340.000 hektar berada di wilayah pantai utara Jabar.
Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jabar Asep Abdie di Bandung, Jumat (21/9), mengatakan, daerah yang areal sawahnya banyak terairi irigasi teknis antara lain Kabupaten Subang, Karawang, dan Indramayu.
Oleh karena itu, lahan yang kekeringan pada musim kemarau biasanya berada di luar kawasan pantai utara (pantura). Lahan di luar irigasi teknis diairi setengah teknis sekitar 120.000 hektar, irigasi sederhana pekerjaan umum (PU) 96.000 hektar, sederhana non-PU atau pedesaan 158.900 hektar, dan tadah hujan 169.000 hektar.
Bila Waduk Jatigede sudah dibangun, lebih dari 40.000 ha sawah akan terairi irigasi teknis. Produktivitas lahan yang dilalui saluran itu akan meningkat 1-2 ton per hektar, tergantung pada teknologi yang digunakan.
Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Daerah Jabar Oo Sutisna mengatakan, secara nasional luas sawah yang sudah terairi irigasi teknis kurang dari 10 persen. Luas sawah seluruhnya sekitar 11 juta hektar, sedangkan yang dilalui irigasi teknis hanya 1 juta hektar.
Sebagian besar irigasi teknis berada di Pulau Jawa. Di Jabar, irigasi tersebut terbanyak berada di Kabupaten Indramayu, Karawang, Subang, dan sebagian Majalengka.
Padi di sawah yang memanfaatkan irigasi teknis dapat dipanen tiga kali setahun. Sawah dengan irigasi non-teknis sangat tergantung pada persediaan air di daerah setempat. Bila air mencukupi, panen dilakukan tiga kali setahun.
Petani di Tanjungsari, Kapbupaten Sumedang, misalnya, mengandalkan mata air yang selalu tersedia sehingga produktivitas lahannya tinggi. Ini berbeda dengan petani di beberapa daerah lain yang persediaan airnya terbatas. Mereka hanya bisa panen sekali dalam setahun.
“Ada petani yang suplai air ke lahannya berkurang. Penyebabnya, kebutuhan itu diambil untuk air kemasan”, katanya.
Petani dengan produktivitas lahan rendah biasanya tinggal di daerah perbukitan atau hutan. Daerah semacam itu terdapat di beberapa kawasan Kabupaten Garut atau Indramayu.
Menurut Oo, jika Waduk Jatigede sudah dioperasikan, sawah yang terairi akan lebih luas. Daerah yang dilalui irigasi tersebut di antaranya kabupaten Majalengka, Cirebon, dan Indramayu.
Bila sistem pengairan sudah cukup baik, perlu diperhatikan juga saluran pembuangan ke sungai-sungai agar tidak terjadi banjir.
Oo memaparkan, produktivitas lahan di Jabar termasuk tinggi dan berpotensi untuk terus ditingkatkan.
Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin mengatakan, sebelum dibangun Waduk Jatigede, daerah hulunya perlu dihijaukan terlebih dahulu.
“Jika dilakukan berbasis masyarakat, program itu tidak membutuhkan waktu lama”, kata Sobirin. (BAY)
No comments:
Post a Comment