BANJIR CIEUNTEUNG MULAI SURUT
GALAMEDIA, 18 Desember 2008, B.83/B.89
Foto: Sobirin 2006, Curug Jompong Cadas Alami Citarum
Pengamat lingkungan hidup dari DPKLTS, Sobirin Supardiyono menyatakan, pemangkasan Curug Jompong dan pembelian Gunung Wayang oleh pemerintah belum sepenuhnya dapat mengantisipasi banjir di Kab. Bandung, khususnya di Baleendah dan Dayeuhkolot.
DJUANDA,(GM)- Pengamat lingkungan hidup dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin Supardiyono menyatakan, pemangkasan Curug Jompong dan pembelian Gunung Wayang oleh pemerintah belum sepenuhnya dapat mengantisipasi banjir di Kab. Bandung, khususnya di Baleendah dan Dayeuhkolot.
"Dengan dua kebijakan itu, diperkirakan masih akan ada daerah-daerah yang terkena banjir. Karena itu, saya tidak setuju dengan pemangkasan Curug Jompong," kata Sobirin kepada wartawan seusai pertemuan para pakar di Gedung Bappeda Jabar, Jln. Ir. H. Djuanda Bandung, Rabu (17/12).
Hal senada disampaikan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC), Mudjiadi pada rapat gabungan yang difasilitasi Komisi C DPRD Kab. Bandung di Soreang, Selasa (16/12).
Menurut Mudjiadi, pemangkasan Curug Jompong hanya akan menyelesaikan masalah secara parsial. Dampaknya setelah itu, air yang mengalir lebih cepat sehingga pada saat musim kemarau banyak daerah yang akan kekeringan.
"Pengaruhnya hanya kecil saja dan debit air yang mengalir setelah pemangkasan tersebut hanya sejauh sekitar 7 kilometer. Jarak dari Dayeuhkolot ke Curug Jompong sekitar 20 kilometer," kata Mudjiadi.
Diungkapkan Mudjiadi, wilayah Bandung Selatan seperti Kec. Baleendah dan Kec. Dayeuhkolot, merupakan daerah rendah tempat bermuaranya sungai. "Usulan harus dikaji dengan seksama, jangan sampai apa yang dilakukan hanya solusi yang sifatnya parsial," jelasnya.
Banjir Surut
Sementara itu, banjir yang melanda RW 20 Kp. Cieunteung, Kel./Kec. Baleendah, Kab. Bandung, Rabu (17/12), mulai surut. Tinggal puluhan rumah di RT 02 dan RT 04 yang masih terendam, karena lokasinya di dataran rendah.
Ketua RW 20, Jaja mengatakan, air mulai surut sejak Selasa (16/12) malam. "Kondisi seperti ini sudah sering terjadi. Asalkan tidak hujan, banjir cepat surut. Tapi banjir akan kembali datang bila hujan kembali turun," katanya.
Kondisi tersebut menyebabkan masih ada warga yang bertahan di lokasi pengungsian. "Hanya beberapa warga saja yang rumahnya sudah tidak digenangi air, memilih pulang untuk bersih-bersih rumah. Sebagian besar tetap di tempat ngungsi karena hujan dan banjir masih mungkin terjadi," jelas Jaja. (B.83/B.89)**
GALAMEDIA, 18 Desember 2008, B.83/B.89
Foto: Sobirin 2006, Curug Jompong Cadas Alami Citarum
Pengamat lingkungan hidup dari DPKLTS, Sobirin Supardiyono menyatakan, pemangkasan Curug Jompong dan pembelian Gunung Wayang oleh pemerintah belum sepenuhnya dapat mengantisipasi banjir di Kab. Bandung, khususnya di Baleendah dan Dayeuhkolot.
DJUANDA,(GM)- Pengamat lingkungan hidup dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin Supardiyono menyatakan, pemangkasan Curug Jompong dan pembelian Gunung Wayang oleh pemerintah belum sepenuhnya dapat mengantisipasi banjir di Kab. Bandung, khususnya di Baleendah dan Dayeuhkolot.
"Dengan dua kebijakan itu, diperkirakan masih akan ada daerah-daerah yang terkena banjir. Karena itu, saya tidak setuju dengan pemangkasan Curug Jompong," kata Sobirin kepada wartawan seusai pertemuan para pakar di Gedung Bappeda Jabar, Jln. Ir. H. Djuanda Bandung, Rabu (17/12).
Hal senada disampaikan Kepala Balai Besar Wilayah Sungai Citarum (BBWSC), Mudjiadi pada rapat gabungan yang difasilitasi Komisi C DPRD Kab. Bandung di Soreang, Selasa (16/12).
Menurut Mudjiadi, pemangkasan Curug Jompong hanya akan menyelesaikan masalah secara parsial. Dampaknya setelah itu, air yang mengalir lebih cepat sehingga pada saat musim kemarau banyak daerah yang akan kekeringan.
"Pengaruhnya hanya kecil saja dan debit air yang mengalir setelah pemangkasan tersebut hanya sejauh sekitar 7 kilometer. Jarak dari Dayeuhkolot ke Curug Jompong sekitar 20 kilometer," kata Mudjiadi.
Diungkapkan Mudjiadi, wilayah Bandung Selatan seperti Kec. Baleendah dan Kec. Dayeuhkolot, merupakan daerah rendah tempat bermuaranya sungai. "Usulan harus dikaji dengan seksama, jangan sampai apa yang dilakukan hanya solusi yang sifatnya parsial," jelasnya.
Banjir Surut
Sementara itu, banjir yang melanda RW 20 Kp. Cieunteung, Kel./Kec. Baleendah, Kab. Bandung, Rabu (17/12), mulai surut. Tinggal puluhan rumah di RT 02 dan RT 04 yang masih terendam, karena lokasinya di dataran rendah.
Ketua RW 20, Jaja mengatakan, air mulai surut sejak Selasa (16/12) malam. "Kondisi seperti ini sudah sering terjadi. Asalkan tidak hujan, banjir cepat surut. Tapi banjir akan kembali datang bila hujan kembali turun," katanya.
Kondisi tersebut menyebabkan masih ada warga yang bertahan di lokasi pengungsian. "Hanya beberapa warga saja yang rumahnya sudah tidak digenangi air, memilih pulang untuk bersih-bersih rumah. Sebagian besar tetap di tempat ngungsi karena hujan dan banjir masih mungkin terjadi," jelas Jaja. (B.83/B.89)**
No comments:
Post a Comment