Saturday, April 04, 2009

600 WADUK TAK TERPANTAU

Pikiran Rakyat, 4 April 2008, A-132/A-133
Foto: Sobirin 2007, Senja di Waduk Jatiluhur


Sementara itu, pengamat lingkungan dari DPKLTS, Sobirin, mengatakan, banyak perda mengenai lingkungan di kabupaten/kota tumpang tindih satu sama lain. Oleh karena itu, keberadaan pergub kawasan lindung diharapkan akan membuat hukum yang ada sebelumnya menjadi efektif.





BANDUNG, (PR).- Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA) Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengusulkan agar dibuat prosedur operasional standar (SOP) pemantauan waduk dan situ di seluruh Jawa Barat. Data terakhir menunjukkan, di Jawa Barat terdapat 573 hingga 600 waduk dan situ yang tidak terpantau keamanannya.

Kepala Dinas PSDA, Iding Srihadi Adiwinata, Jumat (3/4) mengatakan, usulan untuk membuat SOP itu sudah diajukan ke pemerintah pusat sejak beberapa waktu lalu. Namun, sampai saat ini tidak juga ada tanggapan.


Seharusnya, kata Iding, pemantauan waduk dan situ diserahkan secara berkala kepada pemerintah provinsi, sehingga semua perkembangan yang terjadi dapat dipantau. Pemantauan itu harus mencakup observasi terhadap bocoran, penurunan muka tanggul, dan lainnya.


"Kami mengusulkan agar ada pemantau lapangan, yang setiap hari mengamati kondisi situ atau waduk. Data dari lapangan itu harus disampaikan ke Balai PSDA Wilayah Sungai atau ke Balai Besar Wilayah Sungai. Laporan tersebut dilanjutkan ke provinsi, kemudian diteruskan ke Puslitbang Air, dan diteruskan ke Komisi Keamanan Bendungan di Dirjen Sumber Daya Air," ucap Iding.

Menurut dia, hasil pemantauan keamanan terhadap waduk dan situ, sampai saat ini langsung diberikan ke Puslitbang Air. Demikian pula, pemantauan keamanan waduk dan situ masih dilakukan secara parsial.

Pantau Waduk Darma


Iding mengatakan, pihaknya juga mendapat laporan dari Puslitbang Air bahwa Waduk Darma Kab. Kuningan harus terus dipantau. Berdasarkan penelitian Puslitbang Air, kebocoran Waduk Darma saat ini berada pada kisaran 52 liter/detik. Air yang keluar dari bocoran itu masih jernih dan masih dikategorikan normal.

Menurut informasi dari Puslitbang Air, jika air yang keluar dari bocoran terlihat keruh, situasi itu harus diwaspadai. Alasannya, air yang keruh menunjukkan telah terjadinya kerusakan pada dinding waduk.


Iding mengungkapkan, saat ini ada dua puluh waduk dan situ yang terus diawasi, di antaranya Waduk Jatiluhur dan Waduk Darma.

Belum Ada Survei


Pasca tragedi Situ Gintung, belum ada survei dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) Provinsi Jabar terhadap kondisi sejumlah waduk di Jabar. Meskipun demikian, keadaan waduk-waduk tersebut sejauh ini tidak bermasalah karena pihak pengelola waduk melakukan survei internal secara berkala.

Manajer Sipil dan Lingkungan PT Indonesia Power Waduk Saguling, Pitoyo Pinu mengatakan, kondisi Waduk Saguling saat ini aman. Menurut dia, pihaknya selalu melakukan inspeksi secara reguler terhadap konstruksi waduk untuk mencegah terjadinya bencana.

Pitoyo menuturkan, keberadaan waduk sangat dipengaruhi oleh daerah tangkapan hujan seperti kawasan lindung. Oleh karena itu, kata dia, jika jumlah kawasan lindung semakin berkurang, akan berimplikasi negatif terhadap konstruksi waduk. "Jika hutan lindungnya sedikit, infiltrasi air menjadi rendah dan sedimentasi menjadi tinggi," ujar Pitoyo.

Sementara itu, pengamat lingkungan yang juga dewan pakar pada Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin mengatakan, banyak perda mengenai lingkungan di kabupaten/kota tumpang tindih satu sama lainnya. Oleh karena itu, keberadaan pergub tentang kawasan lindung diharapkan akan membuat hukum yang ada sebelumnya menjadi efektif. (A-132/A-133)***

Read More..

Thursday, April 02, 2009

DIPERLUKAN PERGUB UNTUK LINDUNGI ALAM

Pikiran Rakyat, 3 April 2009, A-133
Foto: Sobirin 2007, Kawasan Lindung Jawa Barat yang Gundul


Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai kawasan lindung untuk mencegah peningkatan degradasi alam. Sobirin mengatakan hal itu kepada "PR" , Kamis (2/4). Banyak kawasan lindung, telah beralih fungsi.




BANDUNG, (PR).- Pemerintah Provinsi Jawa Barat perlu menetapkan Peraturan Gubernur (Pergub) mengenai kawasan lindung untuk mencegah peningkatan degradasi alam. Pengamat Lingkungan Supardiyono Sobirin mengatakan hal itu kepada "PR" , Kamis (2/4).

Menurut dia, keberadaan pergub tersebut sangat esensial untuk melindungi kawasan lindung di Jabar yang luasnya sekitar 1,7 juta hektare. Dalam Perda No. 2/2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Prov. Jabar, luas keseluruhan hutan di Jabar sekitar 3,7 hektare. Dari jumlah tersebut, 45% di antaranya harus berfungsi sebagai kawasan lindung.


Hanya, menurut Sobirin, luas kawasan lindung tersebut sampai saat ini belum tercapai. "Akibatnya, Jabar rentan dengan berbagai kerusakan alam," tuturnya.


Sobirin menjelaskan, kawasan lindung sebagaimana diatur dalam Perda RTRW mencakup dua bagian, yakni kawasan lindung di dalam kawasan hutan dan kawasan lindung di luar kawasan hutan. Kawasan lindung di dalam kawasan hutan, terdiri dari hutan konservasi seluas 3% yang dikelola BKSDA (Balai Konservasi Sumber Daya Alam) dan hutan lindung 16% yang dikelola Perhutani. Selanjutnya, kawasan lindung di luar kawasan hutan mencakup 26% yang dimiliki masyarakat umum.


Konflik Lahan


"Banyak kawasan lindung, khususnya yang berada di luar kawasan hutan, telah beralih fungsi menjadi permukiman dan perkebunan. Dalam kawasan ini, sering terjadi konflik lahan," ucap anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) tersebut.


Sementara itu, Nanang Suwardi dari Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bandung utara menegaskan, keberadaan pergub sangat penting untuk menghindarkan kawasan lindung dari degradasi alam akibat ulah manusia. Menurut dia, dalam hal pengelolaan kawasan lindung di KPH Bandung utara, tidak ada masalah karena aturannya sudah jelas dan manajemennya langsung di bawah Perhutani. (A-133)***

Read More..