KOMPAS JAWA BARAT, 26 Mei 2007
Foto: www.pu.go.id/ ditjen_kota/
Debit Mata Air Turun Hingga 50 Persen
"Kota Bandung dlm stadium krisis air dng menyandang tiga masalah klasik, di musim hujan terlalu banyak air sehingga menjadi banjir, di musim kemarau terlalu sedikit air sehingga menjadi kekeringan, dan sepanjang tahun air terlalu kotor sehingga mengakibatkan penyakit," kata Sobirin.
Bandung, Kompas - Memasuki musim kemarau, pasokan air baku Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM Kota Bandung berkurang. Menurunnya pasokan ini terutama dari sektor air tanah dan mata air. Selain itu, debit mata air di sejumlah kawasan juga ditengarai turun hingga mendekati titik kritis, yaitu sampai 50 persen.
Tardan Setiawan, Direktur Air Bersih PDAM Kota Bandung, Jumat (25/5), mengatakan, selama musim kemarau tahun ini penurunan pasokan air baku dari mata air mencapai 50 persen, sementara dari air tanah menurun 20 persen.
"Kalau normal, debit mata air 200 liter per detik dan air tanah mencapai 220 liter per detik," kata Tardan di Bandung.
Penurunan pasokan air tersebut, kata Tardan, terjadi antara bulan September dan Desember. Meskipun Desember nanti diperkirakan mulai turun hujan, kondisi mata air ataupun air tanah tidak serta-merta normal, bahkan cenderung menurun. Sebab, air hujan yang terserap ke tanah belum memadai. Untuk menormalkan kondisi mata air dan air tanah, dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan setelah hujan turun.
Tardan mengatakan, menurunnya pasokan air baku ini berdampak pada optimalisasi pelayanan kepada pelanggan. "Kami akan segera merespons begitu ada laporan dari pelanggan," kata Tardan.
Langkah lain yang ditempuh PDAM Kota Bandung untuk meningkatkan pasokan air adalah dengan mencari sumber-sumber air baku baru. "Saat ini kami sedang menangani sumber di Dago Bengkok. Diharapkan nanti bisa menghasilkan 500 sampai 600 liter air per detik," kata Tardan.
Data PDAM Kota Bandung menyebutkan, PDAM Kota Bandung memiliki sekitar 143.000 pelanggan. Sementara debit air yang dihasilkan PDAM Kota Bandung hanya sekitar 2.500 liter per detik.
Jumlah air ini baru mampu melayani 65 persen dari semua kebutuhan pelanggan. Untuk memenuhi semua kebutuhan air pelanggan PDAM, sedikitnya diperlukan lagi air sebanyak 1.400 liter per detik.
Dari sekian banyak sumber air permukaan yang dipakai PDAM Kota Bandung, sumber air di Cikalong, Kecamatan Pangalengan, yang diambil dari Sungai Cisangkuy merupakan sumber terbesar, yakni sekitar 1.600 liter per detik. Sumber lainnya berasal dari Sungai Cikapundung sebanyak 700 liter per detik, Sungai Cibeureum sebanyak 40 liter per detik, dan Cipanjalu sebanyak 20 liter per detik.
Lingkungan rusak
Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin mengatakan, minimnya pasokan air PDAM Kota Bandung merupakan bukti nyata rusaknya daerah tangkapan air.
"Kota Bandung dalam stadium krisis air dengan menyandang tiga masalah klasik, yaitu di musim hujan terlalu banyak air sehingga menjadi banjir, di musim kemarau terlalu sedikit air sehingga menjadi kekeringan, dan sepanjang tahun air terlalu kotor sehingga mengakibatkan penyakit," kata Sobirin. (MHF)
"Kota Bandung dlm stadium krisis air dng menyandang tiga masalah klasik, di musim hujan terlalu banyak air sehingga menjadi banjir, di musim kemarau terlalu sedikit air sehingga menjadi kekeringan, dan sepanjang tahun air terlalu kotor sehingga mengakibatkan penyakit," kata Sobirin.
Bandung, Kompas - Memasuki musim kemarau, pasokan air baku Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM Kota Bandung berkurang. Menurunnya pasokan ini terutama dari sektor air tanah dan mata air. Selain itu, debit mata air di sejumlah kawasan juga ditengarai turun hingga mendekati titik kritis, yaitu sampai 50 persen.
Tardan Setiawan, Direktur Air Bersih PDAM Kota Bandung, Jumat (25/5), mengatakan, selama musim kemarau tahun ini penurunan pasokan air baku dari mata air mencapai 50 persen, sementara dari air tanah menurun 20 persen.
"Kalau normal, debit mata air 200 liter per detik dan air tanah mencapai 220 liter per detik," kata Tardan di Bandung.
Penurunan pasokan air tersebut, kata Tardan, terjadi antara bulan September dan Desember. Meskipun Desember nanti diperkirakan mulai turun hujan, kondisi mata air ataupun air tanah tidak serta-merta normal, bahkan cenderung menurun. Sebab, air hujan yang terserap ke tanah belum memadai. Untuk menormalkan kondisi mata air dan air tanah, dibutuhkan waktu sekitar tiga bulan setelah hujan turun.
Tardan mengatakan, menurunnya pasokan air baku ini berdampak pada optimalisasi pelayanan kepada pelanggan. "Kami akan segera merespons begitu ada laporan dari pelanggan," kata Tardan.
Langkah lain yang ditempuh PDAM Kota Bandung untuk meningkatkan pasokan air adalah dengan mencari sumber-sumber air baku baru. "Saat ini kami sedang menangani sumber di Dago Bengkok. Diharapkan nanti bisa menghasilkan 500 sampai 600 liter air per detik," kata Tardan.
Data PDAM Kota Bandung menyebutkan, PDAM Kota Bandung memiliki sekitar 143.000 pelanggan. Sementara debit air yang dihasilkan PDAM Kota Bandung hanya sekitar 2.500 liter per detik.
Jumlah air ini baru mampu melayani 65 persen dari semua kebutuhan pelanggan. Untuk memenuhi semua kebutuhan air pelanggan PDAM, sedikitnya diperlukan lagi air sebanyak 1.400 liter per detik.
Dari sekian banyak sumber air permukaan yang dipakai PDAM Kota Bandung, sumber air di Cikalong, Kecamatan Pangalengan, yang diambil dari Sungai Cisangkuy merupakan sumber terbesar, yakni sekitar 1.600 liter per detik. Sumber lainnya berasal dari Sungai Cikapundung sebanyak 700 liter per detik, Sungai Cibeureum sebanyak 40 liter per detik, dan Cipanjalu sebanyak 20 liter per detik.
Lingkungan rusak
Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin mengatakan, minimnya pasokan air PDAM Kota Bandung merupakan bukti nyata rusaknya daerah tangkapan air.
"Kota Bandung dalam stadium krisis air dengan menyandang tiga masalah klasik, yaitu di musim hujan terlalu banyak air sehingga menjadi banjir, di musim kemarau terlalu sedikit air sehingga menjadi kekeringan, dan sepanjang tahun air terlalu kotor sehingga mengakibatkan penyakit," kata Sobirin. (MHF)
No comments:
Post a Comment