Thursday, March 13, 2008

22 MARET HARI AIR SEDUNIA

BANDUNG DALAM STADIUM KRISIS AIR
Pikiran Rakyat, 22-03-2007, Feby Syarifah
Gambar: www.solve.csiro.au/ Krisis Air
"Di musim hujan, terpaksa engkau kutenggelamkan dalam nestapa. Di musim kemarau, terpaksa engkau kutinggalkan dalam kehausan. Karena engkau telah merampas hak-hak azasiku". PENGGALAN puisi berjudul “Hak Azasi Air” itu adalah ciptaan Sobirin, anggota DPKLTS.




DI musim hujan,terpaksa engkau kutenggelamkan dalam nestapa. Di musim kemarau, terpaksa engkau kutinggalkan dalam kehausan. Karena engkau telah merampas hak-hak azasiku.

PENGGALAN puisi berjudul “Air Yang Menuntut Hak Azasinya” itu adalah ciptaan pakar lingkungan, Ir. Soepardiyono Sobirin, anggota dewan pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS).


Menurut Sobirin, Kota Bandung sudah masuk stadium krisis air. Di musim hujan banjir di mana-mana, tapi saat kemarau kesulitan air bersih.
Ditemui di Kantor Puslit Sumber Daya Air Jln. Ir. H. Djuanda, Bandung, Rabu (21/3), ia menegaskan, jika perbaikan lingkungan tidak dilakukan dengan kesungguhan, Kota Bandung akan semakin terancam bencana iklim dan bencana lingkungan.

”Musim hujan terjadi banjir cileuncang dan musim kemarau kering kerontang. Kota Bandung menuju ajal,” tuturnya. Sobirin dimintai pendapatnya, berkaitan Hari Air Sedunia, Kamis (22/3) ini.
Jika dibandingkan keadaan Kota Bandung sekarang dengan era 1920-1940 ketika dijuluki sebagai Parijs van Java, sangat jauh berbeda. “Luas Kota Bandung saat itu kira-kira hanya 3.000 hektare dengan jumlah penduduk kurang lebih 250.000 jiwa. Daerah tangkapan hujannya hanya sub-DAS Cibeureum dan Cikapundung seluas 15.000 hektare,” ucapnya.

Menurut Hidayat Pawitan (2002) yang dikutip Rizaldi Boer (2004), curah hujan di Citarum Hulu pada awal abad ke-20 kira-kira 3.000 mm/ tahun. Walaupun waktu itu perkebunan sudah banyak terdapat di utara Kota Bandung, lingkungan hijaunya masih mendominasi kawasan tersebut.

Sedangkan saat ini, akibat kondisi kawasan lindung di Kawasan Bandung Utara (KBU) sudah sangat rusak, Kota Bandung defisit air. Berdasarkan penelitian, potensi air yang bisa dimanfaatkan, khususnya di musim kemarau tinggal 10% atau 28.750.000 m3/tahun.


“Itu pun kualitasnya sangat jelek karena tercemar limbah. Padahal kebutuhan air per tahun 182.500.000 meter kubik. Jadi sudah sangat defisit,” tuturnya. (Feby Syarifah/”PR”)***

1 comment:

Joni Dayat said...

saya kurang sependapat bahwa banjir dan kekeringan terjadi karena kerusakan alam. saya rasa semua itu terjadi karena ruang telah dihuni manusia melebihi kapasitasnya.

banjir sudah ada sejak dahulu. sekarang ini menjadi persoalan karena manusia menghuni ruang ruang yang dahulu adalah ruang banjir.

kekeringan dahulu tidak terasa karena jumlah manusia yang membutuhkan air masih sedikit. sekarang terasa kekurangan karena jumlah manusia sudah sedemikian banyak.

terus kita harus apa?
saya mengusulkan dibuat suatu rencana tata ruang yang komprehensif dan radikal kemudian mewujudkannya secara ketat. salah satu tujuannya adalah agar manusia tidak sembarangan menempati ruang. itu yang pertama.

yang kedua, mewujudkan rekayasa sumber daya air (reforestrasi, buat waduk, kendalikan pencemaran) untuk mendapatkan cadangan air.

dan yang ketiga adalah pengendalian/ pengurangan jumlah penduduk menjadi kurang dari sepertiganya. pulau jawa (apalagi bandung raya) merupakan ruang dengan jumlah penduduk terpadat di dunia. kepadatan ini hanya dapat disamai oleh bangladesh dan negara negara bagian di india yang berdekatan dengan bangladesh, suatu kawasan yang sering ditimpa bencana banjir dan kekekeringan secara bergantian

dengan tiga hal tersebut, insyallah, pulau jawa akan menjadi ruang yang nyaman bagi penghuninya