Wednesday, November 05, 2008

PENGELOLAAN EKOWISATA TAK OPTIMAL

HARUS PERTAHANKAN FUNGSI LINDUNG
KOMPAS, Jawa Barat, 03-11-2008, GRE

Foto: www.dephut.go.id/ www.lintasdaerah.com

Anggota DPKLTS, Sobirin, mengingatkan, kawasan Perhutani yang dijadikan ekowisata pada hakikatnya adalah hutan lindung. Oleh karena itu, setiap rancang bangun yang diajukan harus tetap menjaga ekosistem lingkungan terutama resapan air bagi wilayah di bawahnya.



Bandung, Kompas -
Pengelolaan ekowisata atau wisata hutan di area Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten belum optimal. Padahal, di tengah krisis ekonomi global yang turut mengancam harga komoditas kayu, sektor ekowisata diyakini tidak akan terpengaruh dan tetap berpotensi.
Hingga September 2008, pendapatan Perum Perhutani Unit III dari sektor wisata baru Rp 11,5 miliar atau 3 persen dari total pendapatan tahun 2008 sebesar Rp 386 miliar.

Kepala Perum Perhutani Unit III Jabar dan Banten Mohamad Komarudin mengakui, dalam beberapa tahun ke depan, sektor ekowisata dapat diandalkan untuk mendongkrak pemasukan Perhutani. "Kami telah memulai beberapa kerja sama untuk mengembangkan kawasan wisata terpadu dengan sejumlah investor dalam negeri. Para investor itu berminat mengelola lahan Perhutani menjadi kawasan ekowisata," ujarnya di kawasan wisata Resor Gunung Patuha, Bandung selatan, Jumat (31/10).


Pemasukan Perhutani dari sektor ekowisata sebenarnya meningkat dibandingkan dengan kondisi tahun 2007. Berdasarkan data Kompas, pendapatan Perum Perhutani Unit III Jabar dan Banten hingga periode yang sama 2007 mencapai Rp 6,89 miliar.


Beberapa investasi yang dikembangkan Perhutani di antaranya pembangunan kawasan wisata hutan di Ranca Upas seluas 5.000 hektar senilai Rp 25 miliar. Selain itu, telah dibangun pula hunian sewaan yang dipadu dengan wisata alam di wilayah Cikole, Kabupaten Bandung, dengan nilai investasi Rp 35 miliar.


Sejumlah obyek wisata andalan Perhutani antara lain Carita, Banten; Curug Cilember, Bogor; Penangkaran Buaya Blanakan, Subang; Tangkubanparahu, Bandung utara; dan Resor Gunung Patuha, Bandung selatan.

Fungsi dipertahankan


Dihubungi terpisah, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, mengingatkan, kawasan Perhutani yang dijadikan ekowisata pada hakikatnya adalah hutan lindung. Oleh karena itu, setiap rancang bangun yang diajukan harus tetap menjaga ekosistem lingkungan terutama resapan air bagi wilayah-wilayah di bawahnya.


Menanggapi hal itu, Komarudin mengatakan, perjanjian kontrak investasi ekowisata di area Perhutani berlaku sekitar 10 tahun, dengan klausul perpanjangan kontrak. Kendati demikian, lanjutnya, pihak Perhutani tidak akan sembarangan menerima proposal investasi untuk menjadikan wilayah hutan menjadi kawasan wisata.

Komarudin menambahkan, selama ini Perhutani mendapat sekitar 30 persen dari keuntungan tempat wisata. Namun, ia mengakui, beberapa kawasan wisata masih menemui kendala, khususnya terkait akses transportasi. "Jalan menuju area Ciwidey masih sempit dan minim penerangan. Kondisi ini kerap dikeluhkan pengunjung," ungkapnya
.

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia Jabar Herman Rukmanandi berpendapat, kondisi ekowisata di Jabar saat ini belum layak jual. Kondisi ini terutama berkaitan dengan sarana dan prasarana yang belum memadai.
"Ekowisata di Jabar sebenarnya sangat berpotensi. Namun, bagaimana kami berani menawarkan ke wisatawan asing jika kondisi infrastruktur jalan belum layak. Selain itu, juga belum ada resor yang sarananya lengkap, setidaknya tidak membuat wisatawan repot," ujar Herman. (GRE)

No comments: