Sunday, October 25, 2009

MENEROPONG KOTA BANDUNG MENDATANG

KOMPAS,Jawa Barat, 29 September 2009, Forum
Foto: my.oper.com/ Icon Kota Bandung
Oleh SOBIRIN
Setelah kemerdekaan, Kota Bandung masih memiliki nama sanjungan sebagai Bandung Kota Kembang (1950), Bandung Ibu Kota Asia Afrika (1955). Namun pada waktu-waktu berikutnya, Kota Bandung memiliki nama sindiran sebagai Bandung Kota Lubang (1980), Bandung Kota Sampah (2005).




Tanggal 25 September 2009 yang lalu, Kota Bandung berusia 2 abad kurang satu tahun. Banyak sekali peristiwa yang terjadi seiring dengan usia kota yang semakin lanjut, yang memunculkan nama-nama sanjungan dan sindiran terhadap Kota Bandung. Pada jaman penjajahan Belanda, Kota Bandung memiliki nama sanjungan sebagai Paradise in Exile ( abad 18), Bandung Excelsior (1856), The Sleeping Beauty (1884), De Bloem van Bersteden (abad 19), Parisj van Java (1920), Intellectuelle Centrum van Indie (1921), Staatkundig Centrum van Indie (1923), Europe in de Tropen (1930).

Setelah kemerdekaan, Kota Bandung masih memiliki nama sanjungan sebagai Bandung Kota Kembang (1950), Bandung Ibu Kota Asia Afrika (1955). Namun pada waktu-waktu berikutnya, Kota Bandung memiliki nama sindiran sebagai Bandung Kota Lubang (1980), Bandung Kota Sampah (2005), Bandung Kota Factory Outlet (2006). Bahkan telah lama Kota Bandung juga memiliki julukan sindiran sebagai kota yang heurin ku tangtung, apalagi dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk yang boleh dikatakan telah sangat melampaui batas.


Julukan sanjungan dan sindiran yang diberikan kepada Kota Bandung tidak lepas dari perilaku pengelola kota dan perilaku warga kota pada waktu itu. Seorang ahli perencanaan kota, Eko Budihardjo, dalam sebuah tulisannya sempat mengatakan: “Tunjukkan padaku wajah kotamu, maka aku akan bisa menebak siapa walikotanya”. Sebaliknya Shakespeare, seorang sastrawan dunia terkenal, sempat berujar: “Kota adalah cerminan perilaku warganya”. Keberadaan sebuah kota memang tergantung dari perilaku pengelola kota dan juga perilaku warga kota.


Banyak orang memimpikan Kota Bandung kembali seperti jaman dulu ketika masih sejuk dan nyaman. Tentunya tidak mudah, karena Kota Bandung jaman dulu beda dengan Kota Bandung jaman sekarang. Dulu jumlah penduduk masih ratusan ribu jiwa, sekarang berjumlah jutaan jiwa. Dulu jaman penjajahan, warga kota boleh dikatakan takut dan patuh kepada birokrasi pengelola kota. Jaman sekarang, di alam demokrasi, warga kota merasa boleh bebas berbuat apapun, peraturan perundangan kota diacuhkan begitu saja. Siapapun yang menjadi walikota atau pengelola kota akan banyak menemui kendala dan hambatan karena jumlah warga yang telah begitu banyak dengan perilakunya yang seenak sendiri.


Dalam pemahaman sehari-hari, warga kota adalah mereka yang bertempat tinggal di dalam kota sebagai penduduk tetap kota. Bila dicermati, warga kota ini terdiri dari bermacam kelompok, antara lain yaitu space holder, yaitu semua warga yang menghuni kota. Kelompok knowledge holder, yaitu warga yang merasa memiliki keahlian dan mengetahui permasalahan kota. Kelompok race holder yaitu warga yang merasa sebagai warga asli kota, Kelompok interest holder, yaitu warga yang berinvestasi bisnis di kota. Kelompok status holder yaitu warga yang sedang berperan sebagai pejabat pengelola kota. Kelompok loser holder yaitu warga kota yang hidupnya terpinggirkan tidak terperhatikan.


Sangat disayangkan, fakta menunjukkan bahwa tidak semua kelompok warga tersebut mempunyai kepedulian terhadap kotanya, bahkan sebagian besar berbuat kontra produktif yang menjurus kepada vandalisme yang merugikan kota. Lihat saja yang terjadi di Kota Bandung, nosel air mancur di Sukajadi di curi, bola-bola lampu hias penerang jalan dilempari hingga berpecahan, pohon-pohon kota disiksa, para pelaku bisnis yang hanya bermaksud mengeruk potensi ekonomi kota. Bahkan hampir 90 persen warga kota tidak peduli dengan sampahnya, berserakan di mana-mana, memenuhi selokan drainase, dan menyebabkan banjir cileuncang di musim hujan.
Kota Bandung yang dulu dikatakan sebagai kota yang sejuk nyaman sebagai tempat tinggal dan tempat bekerja, sekarang telah bermetamorfosa menjadi kota yang hiruk pikuk tidak nyaman, penuh pedagang kaki lima, pengamen dan pengemis.

Skenario Kota Bandung

Di masa mendatang, Kota Bandung bisa menjadi kota yang lebih baik dari sekarang, atau sebaliknya bisa menjadi kota yang lebih buruk dari sekarang. Semua tergantung dari kombinasi perilaku pengelola kota dan perilaku warga kota.

Skenario pertama, Kota Bandung bisa menjadi kota yang nanjung atau berjaya, yaitu bila pengelola kota profesional dan warga kota berperilaku patuh: ruang kota tertata rapih, hukum berwibawa, ruang terbuka hijau 30 persen dari luas kota, lingkungan sejuk nyaman, banjir cileuncang tidak ada lagi, warga kota sejahtera, perekonomian surplus.


Skenario kedua, Kota Bandung bisa menjadi kota yang nguyung ibarat orang sakit, yaitu bila pengelola kota profesional tetapi warga kota berperilaku seenak sendiri: perusakan dan pencurian aset kota selalu terjadi, warga membuang sampah sembarangan, musim hujan selalu terjadi banjir cileuncang, rumah kumuh bermunculan dimana-mana, pedagang kaki lima merajalela, pengamen dan pengemis memenuhi jalanan.


Skenario ketiga, Kota Bandung bisa menjadi kota yang linglung ibarat orang mabok, yaitu bila pengelola kota tidak profesional walaupun warga kota berperilaku patuh: korupsi merajalela, pembangunan tidak pro warga, jalan penuh lubang, ruang terbuka hijau dialih fungsi, banjir cileuncang menjadi langganan di musim hujan.

Skenario keempat, Kota Bandung bisa menjadi kota yang burung alias seperti orang tidak waras, yaitu bila pengelola kota tidak profesional dan warga kota berperilaku seenak sendiri: penataan ruang amburadul, hukum tidak ada artinya, korupsi membudaya, kriminalitas merupakan kejadian sehari-hari, kota menjadi kumuh, bencana lingkungan mengancam setiap saat.


Mengembalikan Kota Bandung seperti jaman Parisj van Java dahulu kala tidaklah mungkin, namun kita tetap berharap semoga Kota Bandung mendatang dapat menjadi kota yang nanjung seperti gambaran pada skenario pertama. Selamat ulang tahun Kota Bandung, kota kita semua, semoga tetap berjaya.

SOBIRIN, Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS
)

1 comment:

Unknown said...

mungkin skenario 3 ato ke 4 akan terjadi di kota ini, sekarang tanda-tandanya sudah nyata bermunculan, trafic amburadul, warga seenaknya berlalulintas, pedagang kaki lima memenuhi trotoar, banjir besar, banjir cileuncang waaah dimana-mana, jalan berubah menjadi sungai,terbukti UGA "Bandung heurin ku tangtung", ciples sudah sekarang. knalpot motor butut berisik, bising dibiarkan, laju pertambahan kendaraan roda dua pesat sekali, jalanan penuh seperti laron, kapan mau ada regulasi yg tegas, justru sebaliknya yg ada, dibiarkan, bae we lah kota sina amburadul,