Monday, March 23, 2009

SEMPADAN SUNGAI TAK TERAWASI

MEMPERTAHANKAN WILAYAH PERTEMUAN DUNIA AIR DENGAN TANAH
KOMPAS Jawa Barat, 23 Maret 2009, ELD

Foto: photos.igougo.com, Sempadan Sungai


Peneliti dari DPKLTS, Sobirin, menegaskan, sempadan sungai adalah wilayah yang harus diberikan kepada sungai. Sewaktu musim hujan dan debit sungai meningkat, sempadan sungai berfungsi sebagai daerah parkir air sehingga air bisa meresap ke tanah.




BANDUNG, KOMPAS - Sempadan sungai di kawasan Bandung nyaris tidak berfungsi karena sudah dipenuhi permukiman penduduk dan perumahan mewah. Hal itu disebabkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, padahal penataan sempadan sungai memberikan manfaat ekologis, budaya, dan pariwisata.

Itu terungkap dalam kegiatan Lava Tour Cibeureum, Minggu (22/3). Kegiatan yang diselenggarakan Mahanagari itu berupa penyusuran Sungai Cibeureum yang sekaligus menjadi jalur lava Gunung pra-Sunda di Bandung. "Sebenarnya sempadan sungai sudah diatur mulai dari peraturan daerah. Nyatanya, permukiman hingga perumahan bisa mengklaim sempadan sungai," ujar anggota Masyarakat Geografi Indonesia, T Bachtiar, Minggu.

Selama menyusuri Sungai Cibeureum sepanjang 2,5 kilometer saja, beberapa titik sempadan sungai ditembok untuk menandai batas perumahan. Padahal, ujarnya, itu seharusnya tidak dilakukan karena sempadan sungai termasuk dalam tanah negara.


Peneliti dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, menegaskan, sempadan sungai adalah wilayah yang harus diberikan kepada sungai. Sewaktu musim hujan dan debit sungai meningkat, sempadan sungai berfungsi sebagai daerah parkir air sehingga air bisa meresap ke tanah.


Hanya saja, banyak pemerintah daerah masih menganggap daerah sempadan sungai sebagai kesempatan menambah pendapatan asli daerah sehingga tidak memikirkan fungsi regulasi dalam pengurusan izin kepemilikan tanah.

Daerah Amfibi


Bachtiar menjelaskan, sempadan sungai tidak hanya bersifat sebagai tebing penahan. Sempadan sungai juga berfungsi sebagai tempat tumbuh serta berkembangnya flora dan fauna khas Jawa Barat yang memiliki manfaat secara langsung dan tidak langsung.


Salah satu contohnya adalah pohon loa yang biasa tumbuh di tepian sungai. Pohon loa dengan buahnya mendatangkan kawanan burung cerukcuk yang selalu bersuara nyaring menjelang mereka tidur.


Sobirin menuturkan, salah satu alasan daerah sempadan sungai harus dipertahankan adalah untuk mempertahankan daerah amfibi atau wilayah pertemuan dunia air dengan dunia tanah. Sempadan sungai menjadi tempat keluarnya mikroorganisme dan binatang kecil yang bertugas mengurai sampah.


"Itulah sebabnya, air sungai berbau busuk setiap musim kemarau karena tidak ada lagi organisme yang mengurai sampah di sungai," ujar Sobirin. Koordinator Kelompok Kerja Komunikasi Air Dine Andriani mengungkapkan, masih ada salah kaprah di masyarakat dan pemerintah mengenai estetika yang menganggap, jika ditembok, sempadan sungai akan terlihat rapi. Padahal, itu mengganggu keseimbangan ekologis. (ELD)

Read More..

INDUSTRI NAKAL HARUS DITUTUP

Koran SINDO, 22 Maret 2009, Krisiandi Sacawisastra
Foto: http://envis.maharashtra.gov.in, Limbah Industri Perusak Air


ANGGOTA Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin mengatakan, butuh keberanian pemerintah untuk menindak industri yang nakal dan tidak memiliki alat penyaringan limbah.




Dia menilai saat ini pemerintah sangat lemah dalam penegakan hukum dan implementasi UU. ”Jika memang ada industri yang mencemari dan nakal, tutupsaja. Pemerintah harus berani karena limbah industri inilah yang sangat berbahaya,” ucapnya. Menurut dia, 50% pencemaran berasal dari limbah rumahtangga, 30% dari limbah industri, dan sisanya berasal dari pertanian.

”Namun limbah rumah tangga dan limbah pertanian bisa dikendalikan. Yang tidak bisa diurai adalah limbah industrinya karena ratusan industri membuang limbah, ini sangat berbahaya,” paparnya. Sobirin melanjutkan, imbas pencemaran, terlebih Sungai Citarum yang 75% sudah tercemar, yakni berbagai macam penyakit yang akan diderita masyarakat yang hidup di sekitaran sungai. Apalagi, Citarum merupakan sungai yang memasok air minum. (krisiandi sacawisastra)

Read More..

Sunday, March 22, 2009

HARI AIR, MENAUTKAN KEHIDUPAN HULU DAN HILIR

Pikiran Rakyat, Opini, 21 Maret 2009
Foto: www.columbia.edu, Tiada Air Tiada Kehidupan

Oleh: SOBIRIN

Sejak hampir 17 tahun yang lalu, setiap tanggal 22 Maret diperingati sebagai Hari Air Dunia, yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan tingkat tinggi di Rio de Janeiro dan sidang umum PBB tahun 1992 yang menghasilkan kesepakatan Agenda 21 untuk menyelamatkan bumi.




Hari Air Dunia yang diselenggarakan setiap tahun adalah sebagai peringatan kepada seluruh penduduk dunia yang semakin meningkat jumlahnya, agar selalu berupaya menyelamatkan air yang semakin sulit diperoleh. Sejak awal dicanangkan, tema-tema Hari Air Dunia telah dipilih sebagai berikut: peduli sumber daya air adalah urusan setiap orang (1994), wanita dan air (1995), air untuk kota-kota yang haus (1996), air dunia: cukupkah (1997), air tanah: sumber daya yang tak kelihatan (1998), setiap orang tinggal di bagian hilir (1999), air untuk abad 21 (2000), air untuk kesehatan (2001), air untuk pembangunan (2002), air untuk masa depan (2003), air dan bencana (2004), air untuk kehidupan (2005), air dan budaya (2006), mengatasi kelangkaan air (2007), dan sanitasi (2008). Hari Air Dunia tahun 2009 diperingati dengan tema berbagi air, berbagi peluang, dengan fokus khusus bahwa air sebagai sumber daya alam yang mengalir melintas batas kewilayahan, seharusnya dikelola untuk menautkan kehidupan hulu dan hilir.

Air Jawa Barat


Ketika musim hujan potensi air Jawa Barat mencapai 80 milyar m3/tahun, sangat berlebihan. Namun keberadaan kawasan lindung sebagai pengendali air hujan sebagian besar telah kritis tidak mampu lagi menjalankan fungsinya, maka terjadilah bencana banjir dan longsor. Ketika musim kemarau, potensi air Jawa Barat hanya 8 milyar m3/tahun, kualitasnyapun sangat buruk karena tercemar oleh limbah. Alhasil di musim hujan selalu terjadi bencana banjir dan longsor, di musim kemarau selalu terjadi bencana kekeringan yang kerontang.


Bila kawasan lindung pulih sesuai penataan ruang yang ideal, maka dari 80 milyar m3/tahun ini yang bisa dimanfaatkan langsung sebagai air permukaan dan air tanah oleh warga Jawa Barat hanya seperempatnya, yaitu 20 milyar m3/tahun, sisanya yang tiga perempat kembali ke atmosfer oleh proses evapotranspirasi sebagai pembentuk iklim mikro.
Keberadaan 20 milyar m3/tahun bagi penduduk Jawa Barat yang jumlahnya mencapai 40 juta orang, menunjukkan bahwa indek ketersediaan air Jawa Barat hanya 500 m3/kapita/tahun.

Padahal mengacu kepada katagori yang biasa dipakai oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, bahwa kebutuhan dasar akan air untuk kehidupan berkelanjutan, antara lain untuk keperluan minum, pangan, kesehatan, perkotaan, industri, irigasi, transportasi, perikanan, pembangkit tenaga listrik, estetika, religi, budaya, dan lain-lainnya minimum 2.000 m3/kapita/tahun. Rasio antara kebutuhan dan ketersediaan air Jawa Barat sama dengan nilai 4 (empat), padahal rasio tidak boleh melebihi nilai 1 (satu). Kondisi ini berdampak terjadinya konflik atas air, apalagi di musim kemarau.

Jawa Barat memang sebuah provinsi yang berada dalam situasi krisis air. Provinsi ini memiliki luas hanya 2% dari daratan Indonesia, dan hanya memiliki 2% dari potensi air tawar Indonesia. Tetapi masalahnya provinsi ini menampung 20% dari penduduk Indonesia. Banjir, longsor, kekeringan, konflik air telah menjadi bencana rutin setiap tahunnya.


Langkah Strategis


Peringatan Hari Air Dunia dari tahun ke tahun masih sangat kental dengan bobot seremonial. Hari ini kita memperingati, hari esok kita melupakannya. Hal ini terlihat dari tema-tema yang dipilih setiap tahunnya, sangat bombastis, tetapi dari tahun ke tahun faktanya air semakin sulit diperoleh dan kualitasnya pun buruk.
Hari Air Dunia adalah saat yang baik, untuk tidak sekedar berseremonial, tetapi bertindak dengan langkah strategis agar Jawa Barat mampu menyelamatkan diri dari krisis air.

Pertama, daerah aliran sungai berikut karakteristiknya menjadi acuan dalam penataan ruang wilayah. Siapapun yang tinggal baik di hulu maupun di hilir, semuanya berada dalam satu daerah aliran sungai. Semua harus memiliki satu kesepakatan, yaitu satu daerah aliran sungai, satu pandangan menyeluruh, satu visi bersama, satu perencanaan paripurna, dan satu manajemen terpadu. Air adalah sumber daya alam yang mengalir, maka antara hulu dan hilir perlu memiliki kesepakatan yang saling menguntungkan. Air adalah hak azasi manusia, dengan pengelolaan yang baik, maka air mampu menautkan kehidupan hulu dan hilir.


Kedua, bencana banjir, longsor, dan kekeringan adalah oleh sebab curah hujan ditambah kualitas lingkungan yang tidak memadai. Sampai saat ini kita belum mampu mengatur jumlah volume curah hujan yang jatuh dari langit, maka tugas kita semua adalah bersepakat menjaga kualitas lingkungan, agar dapat mengurangi ancaman bencana banjir, longsor, dan kekeringan.

Ketiga, realisasi pencapaian kawasan lindung Jawa Barat 45% harus dipercepat dan dikawal dengan seksama. Kawasan lindung yang baik mampu berfungsi sebagai pengendali air dari hulu dan ke hilir. Saat ini angka 45% nyaris hanya sekedar menjadi angka politis saja, sebab dari pengamatan citra satelit, kemajuan pemulihannya sangat lambat.


Keempat, tindak nyata harus dimulai dari diri sendiri. Menyelamatkan dan mengawetkan air dimulai dengan air yang ada di sekitar kita. Air hujan yang jatuh di atap rumah, dipanen, ditampung, dan dimanfaatkan di kala perlu. Ibarat musim mangga panen mangga, musim duren panen duren, maka musim hujan juga panen hujan. Bila memiliki halaman, membuat sumur resapan sederhana atau membuat lubang-lubang biopori merupakan cara-cara bijak, tidak membiarkan air hujan terbuang percuma. Air limbah rumah tangga juga perlu kita rekayasa secara sederhana, yaitu menjadi taman air limbah (waste water garden) dengan tanaman air yang sesuai. Di satu pihak air limbah masih bisa bermanfaat, di lain pihak air limbah menjadi bersih sebelum mengalir masuk ke badan sungai, sehingga tidak merugikan orang lain yang tinggal di hilir kita.


Bulan Maret adalah bulan yang istimewa, selain Hari Air Dunia tanggal 22 Maret, kita juga memperingati Hari Kehutanan Dunia tanggal 21 Maret, dan Hari Meteorologi Dunia tanggal 23 Maret. Sangat selaras dengan penyelamatan air, semoga acaranya tidak sekedar seremonial belaka.***


Penulis, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS),
pengelola www.clearwaste.blogspot.com

Read More..

Wednesday, March 11, 2009

PENDIDIKAN LINGKUNGAN JANGAN SEBATAS TEORI

SEKOLAH HARUS MENJADI TEMPAT YANG NIHIL LIMBAH
Pikiran Rakyat, 11 Maret 2009, A-157/A-165
Foto: WPL 2002, Murid SD Pinggir Citarum Berpraktek Zerowaste

Pemerhati lingkungan Supardiyono Sobirin mengungkapkan, sekolah sebagai institusi memiliki potensi besar untuk memulai penerapan prinsip-prinsip cinta lingkungan. Salah satu penerapan yang dia sarankan adalah merintis sekolah sebagai tempat nihil limbah (zero waste).




BANDUNG, (PR).- Pengajaran pendidikan lingkungan hidup (PLH) seyogianya diikuti dengan tindakan nyata warga sekolah mempraktikkan prinsip pelestarian. Salah satu yang bisa dikedepankan adalah praktik tata kelola sampah. Dengan demikian, pengajaran muatan lokal (mulok) tersebut tidak berhenti sebagai teori.

Pemerhati lingkungan Supardiyono Sobirin mengungkapkan, sekolah sebagai institusi memiliki potensi besar untuk memulai penerapan prinsip-prinsip cinta lingkungan. Salah satu penerapan yang dia sarankan adalah merintis sekolah sebagai tempat nihil limbah (zero waste), yang tidak menghasilkan sampah keluar dari lingkungannya. "Jangan sampai PLH berhenti sebatas teori. Tata kelola sampah di sekolah masing-masing bisa menjadi praktik yang mengena. Pemisahan antara sampah organik dan anorganik dapat dijadikan kegiatan menyenangkan," kata Sobirin di Bandung, Selasa (10/3).


Pengelolaan sampah disarankan sebagai ajang praktik karena sampai saat ini masih menjadi masalah di Kota Bandung. Data PD Kebersihan menunjukkan, produksi sampah Kota Bandung mencapai 7.500 meter kubik per hari. Dari jumlah tersebut, hanya 4.000 meter kubik terangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA). Dari sisa sampah 3.500 meter kubik, baru 25% di antaranya diolah warga menjadi kompos. Sisanya dibiarkan menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS), dibakar, dan tidak sedikit yang dibuang ke sungai.


Sekolah juga menjadi penyumbang sampah walaupun belum ada data pasti berapa kontribusinya setiap hari. Namun jika dilihat dari jumlah sekolah Kota Bandung yang mencapai 1.360 sekolah, dengan perincian tingkat SD/MI sekitar 800, SMP/MTs. 290, dan SMA/MA/SMK 270, jumlah sampah yang dihasilkan tidak sedikit. Dengan menerapkan pola nihil limbah di sekolah, bisa dipastikan adanya penurunan volume sampah secara signifikan.

Evaluasi

Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Oji Mahroji mengatakan, evaluasi terhadap pelaksanaan program mulok PLH dilakukan Juni mendatang, atau tepat dua tahun mulok diajarkan di semua sekolah. "Evaluasi kemungkinan akan dilaksanakan pada Juni mendatang sebab mulok PLH ini baru efektif dalam satu tahun terakhir. Sebelumnya adalah masa transisi pada Juli 2007 sampai Juni 2008," katanya.


Setelah hasil evaluasi didapat, kata Oji, Disdik baru bisa menyimpulkan efektivitas dari mulok ini terutama dilihat dari nilai kualitatif siswa dan institusi. Oleh karena itu, menurut dia, untuk saat ini Disdik belum bisa menjawab sejauh mana efektivitas pelaksanaan mulok PLH di lapangan dan bagaimana kontribusinya terhadap penyelesaian permasalahan lingkungan Kota Bandung.


"Yang jelas selama ini kurikulum PLH kita susun dengan menitikberatkan pada praktik. Sebagian besar diisi oleh kegiatan praktik yang presentasenya mencapai 70%. Namun ada juga di jenjang tertentu yang praktiknya 60%, tergantung dari sekolah dan tenaga pengajarnya," ujarnya.


Oji pun mengakui jika sampai saat ini belum ada pengajar khusus dengan latar belakang PLH sebab sangat sulit mencari guru yang berlatar belakang khusus PLH. "Kepala sekolah yang berperan dalam menentukan siapa yang dianggap mampu mengasuh mulok ini," ucapnya. (A-157/A-165)***

Read More..