Thursday, August 25, 2011

NGAJAGA LEMBUR, MENJAGA LINGKUNGAN

MENJAGA KETENTERAMAN LINGKUNGAN
Oleh: Supardiyono Sobirin/ DPKLTS

Foto: Sobirin

Dalam seminar di hotel mewah, rapat di kantor, diskusi di kelompok, perdebatan di warung kopi selalu kita temui kegagapan dan kegagalan komunikasi, tidak menyambung, dan apa yang dibahas tidak sampai kepada sasaran, ujung-ujungnya tidak ada hasil apa pun, bahkan bisa timbul pertengkaran.





NGAJAGA LEMBUR
Oleh: Sobirin/ Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda/ 25 Juni 2011
Berkiprah tanpa ijasah - Berkibar tanpa gelar - Bermartabat tanpa pangkat


ISSUE:

Bencana telah banyak melanda dan mengganggu kehidupan masyarakat:
- Bencana alam oleh peristiwa gempa bumi, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, tanah langsor.

- Bencana non-alam oleh peristiwa gagal teknologi, gagal modernisasi, wabah penyakit.

- Bencana sosial oleh peristiwa ulah manusia, konflik sosial, teror, narkoba, geng anak tanggung.


Ketika bencana datang, semua terkaget-kaget, merasa kecolongan. Ketika bencana datang, para ahli ribut, berteori, dan saling menyalahkan. Ketika bencana surut, maka surut pula perhatian akan bencana yang telah berlalu. Ketika bencana datang lagi, kita terkaget-kaget kembali………..!!


AKAR MASALAH:


- Masyarakat: tidak menghargai budaya di mana mereka tinggal

- Masyarakat: lupa waktu, lupa musim, lupa kalender
- Masyarakat: hilang ikatan dengan sesama

- Masyarakat: hilang silaturahmi dengan alam

- Masyarakat: mengalami gagap komunikasi.


ANALISIS:


Emha Ainun Najib (2007) dalam bukunya: Kiai Bejo, Kiai Untung, Kiai Hoki (Kompas 2007) menuliskan tentang kegagapan dan kegagalan komunikasi:

Dua orang berpapasan, saling menyapa:

- Mau ke mana kang? Mancing ya?

+ O enggak kok. Saya mau mancing kok!

- O ya sudah. Saya kira mau mancing.


Dalam seminar, rapat, diskusi, perdebatan di warung kopi selalu kita temui kegagapan dan kegagalan komunikasi, tidak menyambung, dan apa yang dibahas tidak sampai kepada sasaran, ujung-ujungnya tidak ada hasil apa-apa, bahkan bisa timbul pertengkaran, “pasea”.


Di satu peristiwa mungkin masyarakat lega atau tdk peduli, yg penting telah bicara tentang “mancing”, walau dialognya asal-asalan sekedarnya.

Tapi di peristiwa lain, bisa terjadi salah paham, sampai tawuran.
“Mancing” pun tidak jadi, keburu ikannya diambil orang lain.

Bisa jadi kekacauan pembangunan, kebobrokan mengurus negeri, oleh sebab kegagalan komunikasi, apalagi dibumbui dengan:

- tidak transparan

- tidak sesuai hukum
- tidak partisipatif

BAGAIMANA UPAYA:


Kembali ke PITUTUR TILU UGA KARUHUN (basa Sunda: Tiga Nasehat Nenek Moyang)

Tata Wayah:

Mencatat kalender jadwal alam, kapan halodo, kapan labuh, kapan ngijih, kapan dangdangrat.


Fenomena alam apa yg terjadi pd musim-musim tersebut: banjir, kekeringan, turaes berbunyi, kunang2 muncul, gempa, gunung meletus, gerhana, peta panonpoe, peta bulan, peta bentang.


Kegiatan apa yg dilakukan di kampung: kapan hari raya, kapan musim mantu, kapan menanam, kapan panen, kapan harus menabung.

Urutan waktu karuhun: Kongkorongok hayam, SUBUH, Balebat, Carangcang tihang, Meletek panonpoe, Isuk-isuk, Haneut moyan, Pecat sawed, Tangange, LOHOR, Lingsir, Tunggang gunung, Sore, Sariak layung, ASAR, Ngampih laleur, Burit, Sandekala, Sareupna, MAGRIB, Harieum beungeut, ISYA, Sareureuh budak, Sareureuh kolot, Tengah peuting, Janari leutik, Janari gede, Kongkorongok hayam.


Tata Wilayah:


-Gunung Kaian

-Gawir Awian

-Cinyusu Rumateun

-Pasir Talunan

-Sampalan Kebonan
-Dataran Sawahan

-Legok Balongan
-Walungan Pulasaraen

-Basisir Jagaeun

-Kalakay Angoneun

-Tunggul Pelakeun

-Kabuyutan Sucikeun

Tata Lampah:


-Urus Lembur: transparan, keterbukaan
-Panceg Dina Galur, sesuai aturan yg berlaku
-Akur Jeung Dulur, partisipasi, kebersamaan.

Desa Kuat Negara Kuat:
-Ketahanan pangan, energi, lingkungan, dan budaya lokal

-Gerakan moral, reformasi moral, etos kerja

-SKS (Studi Kampung Sendiri)

-Peta Rawan Bencana Desa buatan masyarakat sendiri

-Mengurangi ancaman bencana (mitigasi)

-Siap Siaga bila bencana datang tiba-tiba

-Mendorong warga mampu menolong diri-sendiri

-Daur ulang sampah (kompos, dll), desa bersih, desa sehat

-Pertanian rumah tangga, pertanian kampung, talun, wanatani

-Bersihkan selokan di kampung, berikan ruang lebih banyak untuk air bersih.
-Pembangun tidak merusak lingkungan (Low Impact Development)
-Koperasi perdesaan yang jujur untuk kesekjahteraan warga.
-Jangan geledug ces, bubar katawuran, paeh di tengah jalan.


Esensi pendekatan partisipatif masyarakat dalam ngajaga lembur secara implisit terangkum dalam puisi karya pujangga klasik Cina, yaitu Lao Tzu:

Pergi dan temuilah masyarakatmu,
Hiduplah dan tinggallah bersama mereka,
Cintai dan berkaryalah dengan mereka,
Mulailah dari apa yang mereka miliki,

Buatlah rencana dan bangunlah rencana itu,

Dari apa yang mereka ketahui,

Sampai akhirnya ketika pekerjaan usai,

Mereka akan berkata:

“Kami yang telah mengerjakannya!”.

Mari sedulur-sedulur, kita ngajaga lembur!

2 comments:

Ipoet said...

Siap bergabung bersama kita wujudkan Pak Sob...,

kang derry said...

assalamu"alaykum.....ngiring nimbrung pak.....siap dukung parjuanganna pak