Saturday, September 13, 2008

BANDUNG BENAR-BENAR TERANCAM KRISIS AIR

Koran SINDO, 12-09-2008, miftahul ulum/ wisnoe moerti
Gambar: Rod Clement 2006, www.nma.gov.au/


Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono mengatakan, ancaman krisis air semakin nyata setiap tahun.Terutama ketika warga semakin bertambah banyak, sedangkan ketersediaan air di dalam tanah semakin berkurang.



BANDUNG(SINDO)
Warga Kota Bandung terancam krisis air bersih.Hal ini antara lain disebabkan penurunan luasan resapan air hujan dan penyedotan air tanah secara berlebihan.
Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono mengatakan, ancaman krisis air semakin nyata setiap tahun. Terutama ketika warga semakin bertambah banyak, sedangkan ketersediaan air di dalam tanah semakin berkurang.

Sumber utama air di Kota Bandung sendiri berasal dari hujan. Setiap tahun curah hujan di Kota Kembang ini mencapai 2.000 mm, sedangkan lama hari hujan dalam setahun mencapai 160 hari, dan rata-rata curah hujan per hari sebesar 12,5 mm. Kondisi ini relatif tetap setiap tahunnya.


Sobirin menjelaskan, berdasarkan jumlah curah hujan yang sama, pada 1930 silam air yang tersedia mencapai 1.200 liter/orang/hari. Ketersediaan ini menyusut menjadi 400 liter/orang/hari pada 1950. Penurunan ketersediaan dipicu kepadatan penduduk yang mencapai 650.000 orang dengan luas kota Bandung 8.000 hektare pada 1950-an.

”Penyusutan jumlah luasan daerah resapan ini akibat tergusur oleh pemukiman sehingga ketersediaan air menurun. Penurunan ini berarti pula penurunan tingkat kenyamanan hidup bagi warga Bandung,” ujar Sobirin kepada SINDO kemarin. Tingkat kenyamanan minimal terkait pemenuhan air adalah tersedia sebanyak 200 liter air/orang/hari. Ironisnya, pada 2008 ini,jumlah air yang ada jauh dari standar kenyamanan minimal yakni hanya 40 liter air/orang/hari.

”Ini berarti sebanyak 3 juta warga Bandung hidup tidak nyaman.Terjadi penurunan kenyamanan sebanyak 5 tingkatan, dari standar minimal,” tegasnya. Saat ini penduduk Kota Bandung mencapai 3 juta orang dengan luas kota 17.000 hektare. Kondisi ini melebihi batas ideal penduduk yang idealnya hanya sebanyak 500.000 orang.


Selain disebabkan kelebihan pengguna, kelangkaan air dipicu rendahnya resapan air hujan. Sobirin menguraikan, pada 1960 sebesar 60% air hujan mampu diserap tanah, dan 40% sisanya mengalir. Pada 2008 ini hanya 5% air hujan yang mampu diserap tanah, sedangkan 95% sisanya mengalir dan menjadi cileuncang dan banjir. Penurunan daya serap tanah akibat semakin berkurangnya lahan resapan.

”Meski resapan sedikit, pengguna air tanah semakin meningkat. Kondisi ini berimbas pada penurunan permukaan air tanah. Sejak 1970-an penurunan air tanah ini mencapai lebih dari 10 meter,” urai Sobirin. Penyedotan air tanah secara berlebihan, juga menyebabkan penurunan permukaan tanah.

Bandung selatan yang notabene berbasis industri merupakan daerah paling rawan mengalami penurunan tanah. Direktur Utama PDAM Kota Bandung Tardan Setiawan mengakui, adanya ancaman kekurangan air bersih. Dia memperkirakan pada 2010 nanti bila tidak dilakukan pembenahan lingkungan, sumber air PDAM akan mengering.


Soal ancaman kekeringan itu, PDAM berencana membuat ratusan sumur resapan di kawasan Bandung utara pada tahun ini.”Lokasi sumur resapan ini bergantung titik resapan air yang saat ini masih dipetakan. Selain itu, pemerintah perlu membuat sumber air baru,” ujar Tardan. Berkurangnya debit air, kata dia,ditandai penurunan produksi mata air dari 200 liter menjadi 160 liter per detik.

Meski menurun, kapasitas total PDAM masih mencapai 2.600 liter per detik. Produksi ini diklaim Tardan masih mencukupi kebutuhan para pelanggannya. ”Kekurangan air mungkin dirasakan masyarakat pengguna sumur resapan dangkal, bukan pelanggan PDAM. Adapun penyebab adalah turunnya air permukaan,”urainya.
(miftahul ulum/ wisnoe moerti)

No comments: