Monday, October 30, 2006

KBU DAN BOSSCHA JADI PERHATIAN PANSUS RUU

Konservasi KBU sangat penting untuk menjaga pasokan air

Republika Online, Jumat, 1 September 2006
Foto: Sobirin, 2005, Peneropongan Bintang, Lembang, Bandung
Dewan Pakar DPKLTS, Supardiyono Sobirin, mengatakan, selain melanggar tatanan lingkungan, pembangunan sekolah internasional di Punclut akan menuai persoalan budaya dan sosial.


SOREANG –
Kawasan Bandung utara (KBU) serta Observatorium Bosscha mendapat perhatian khusus dalam pembahasan rancangan undang-undang Penataan Ruang (PR). Untuk itu, Pansus RUU PR DPR RI meminta Pemkab Bandung untuk mempertahankan kondisi tata ruang di KBU dan Observatorium Bosscha.
''Kami meminta supaya kawasan Bandung utara tetap dijaga karena merupakan daerah konservasi dan reservoir air bawah tanah,'' kata anggota Pansus Penataan Ruang DPR RI, Ir Abdurahman Syagaff, usai melakukan kunjungan ke Pemkab Bandung, Kamis (31/8). Ditambahkan Abdurahman, konservasi KBU sangat penting untuk menjaga pasokan air bagi beberapa daerah yang berada di Cekungan Bandung, yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kabupaten Bandung.

Selain itu, Abdurahman juga mempertanyakan mengenai banyaknya alih fungsi lahan di Kab Bandung, salah satunya di kawasan Bosscha. Menurut dia, kawasan Bosscha harus steril dari pendirian bangunan lain dengan radius dua kilometer.
Bupati Bandung, Obar Sobarna, menjelaskan, kondisi KBU sejak dinyatakan status quo sudah sangat terjaga. Puluhan pengajuan izin pemanfaatan tanah (IPT) di KBU, kata dia, tidak pernah disetujui. Namun, Obar menilai, untuk mengoptimalkan konservasi lahan di KBU perlu ada insentif dan disinsentif dari pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. ''Sudah selayaknya jika kabupaten yang memiliki lahan konservasi mendapatkan insentif karena telah memberikan fungsi lindung bagi kawasan hilir,'' cetus dia.
Sedangkan Pemkot Bandung tidak keberatan dengan pembangunan sekolah internasional yang akan dibuat PT Dam Utama Sakti Prima (DUSP) di kawasan Punclut.
Sementara Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) menilai, pembangunan sekolah internasional akan mengancam budaya Sunda. Dewan Pakar DPKLTS, Supardiyono Sobirin, mengatakan, selain melanggar tatanan lingkungan, pembangunan sekolah internasional di Punclut akan menuai persoalan budaya dan sosial. Dipaparkan dia, pembangunan sekolah internasional di Punclut akan memperjelas kesenjangan sosial masyarakat.
Wali Kota Bandung, Dada Rosada, mengatakan, sekolah internasional memang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Dijelaskan dia, di Kota Bandung banyak masyarakat yang berminat menyekolahkan anaknya di sekolah internasional.
''Selain sekolah formal dan internasional sama-sama dibutuhkan,'' ujar Dada di Dago, Rabu (30/8). Lain halnya bila konsep pembangunan sekolah internasional itu melanggar aturan, menurut dia, maka harus diperbaiki.
Sementara itu, proyek kawasan wisata terpadu milik PT DUSP sampai saat ini belum mengantongi izin mendirikan bangunan (IMB). Padahal, pada awal 2007 PT DUSP merencanakan pembangunan fisik berupa perumahan.
''Izin yang kami miliki baru izin penggunaan peruntukan tanah (IPPT),'' ujar Direktur PT DUSP, Fandam F Darmawan, seusai peresmian Taman Cikapayang, Kamis (31/8). Ia menambahkan, IMB proyek kawasan wisata terpadu seluas 80 hektare, masih dalam proses.
Sementara itu, Staf Lapangan PT DUSP, Eddy CS, mengatakan, saat ini pihaknya masih menyelesaikan infrastruktur, yakni pembuatan jalan, saluran air, listrik dan telepon. Rencananya, pemnbangunan infrastruktur selesai akhir 2006. Setelah itu akan dimulai pembangunan fisik berupa perumahan.
Dihubungi secara terpisah, Sekretaris Komisi C DPRD Kota Bandung, Muchsin Al Fikri, mengatakan, sebelum memiliki IMB, PT DUSP tidak boleh membangun. Ia menjelaskan, tahapan perizinan di Kota Bandung adalah izin lokasi yang dikeluarkan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), amdal, izin prinsip yang dikeluarkan Dinas Tata Kota (DTK), IPPT dikeluarkan DTK, dan diakhiri IMB yang dikeluarkan Dinas Bangunan (Disbang). (rfa/san/ren )

No comments: