Wednesday, October 25, 2006

WASPADAI, KEBAKARAN DISENGAJA

Bisa Saja Hutan Dibakar Karena Alasan Ekonomi, atau Politis
Pikiran Rakyat, 28 September 2006, (A-64/A-158)
Foto: M. Gelora Sapta, Pikiran Rakyat, 12 Oktober 2006

Bisa saja, kebakaran hutan disengaja oleh pihak tertentu karena alasan ekonomis maupun politis. Demikian pendapat dari anggota Dewan Pakar DPKLTS, Ir. S. Sobirin

BANDUNG, (PR).-Terjadinya musibah kebakaran hutan di beberapa wilayah di Jawa Barat, harus memunculkan kewaspadaan semua pihak terkait tentang kemungkinan adanya unsur kesengajaan. Bisa saja, kebakaran hutan disengaja oleh pihak tertentu karena alasan ekonomis maupun politis. Demikian pendapat dari anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Ir. S. Sobirin dan Ketua Komisi B DPRD Jabar yang membidangi soal lingkungan, Hidayat Zaini. Keduanya dimintai pendapatnya di Bandung, Rabu (27/9).

Menurut Sobirin, berdasarkan data pada 2003, kerusakan hutan di wilayah Jabar 80% di antaranya disebabkan tindak pencurian. “Penyebab lainnya, 10% karena perambahan dan hanya 7% karena kebakaran serta 3% akibat bencana,” kata Sobirin.

Ia mengatakan, terjadinya kebakaran hutan secara beruntun di beberapa wilayah di Jabar belakangan ini, menunjukkan peningkatan intensitas kerusakan hutan akibat kebakaran.

“Secara beruntun kebakaran terjadi Cikepuh, Ciremai Kab. Kuningan, kemudian Guntur, Kareumbi. Kemungkinan adanya kesengajaan dengan dalih apa pun, harus tetap diwaspadai,” ujar Sobirin.

Semua pihak harus prihatin dengan kebakaran di kawasan Gunung Kareumbi sehingga menghanguskan 100 ha kawasan hutan pinus. “Apalagi, hutan Kereumbi merupakan salah satu kawasan konservasi. Sebetulnya, dalam kondisi apa pun, melihat kondisi kehijauan lahan di sana, kecil kemungkinan terjadi gesekan ranting atau kayu yang menimbulkan api, terbilang kecil,” katanya.

Faktor kesengajaan secara ekonomi, menurut Sobirin, dilakukan untuk memanfaatkan lahan hutan yang rusak untuk ditanami kembali bukan dengan pohon sejenis. “Bisa saja nanti ditanami palawija. Yang harus diwaspadai adalah pemodal besar di baliknya,” ujarnya.

Reboisasi

Kendati demikian, Sobirin mengakui sulit membuktikan unsur kesengajaan di balik terjadinya kebakaran hutan. Meskipun, secara fisik dapat dibedakan kebakaran karena ketidaksengajaan --misalnya akibat puntung rokok-- dengan modus yang disengaja.

“Karena itu, kuncinya adalah kesigapan aparat berwenang yang menjaga hutan. Ketika terjadi kebakaran hutan, polisi harus langsung menangani. Ketika musim hujan tiba, jangan terbuka peluang dilakukan penanaman oleh pemilik modal besar. Pemerintah harus langsung menyiapkan langkah reboisasi hutan yang terbakar, ketika musim hujan datang.”

Perlu dana besar

Ketua Komisi B DPRD Jabar Hidayat Zaini juga mengatakan semua pihak tetap harus mewaspadai kemungkinan unsur kesengajaan dalam musibah kebakaran hutan di Jabar. “Logika saja, penyebab kebakaran di tengah hutan akibat api dari puntung rokok, tidak bisa diterima. Padahal setiap tahun kebakaran terjadi di tempat yang sama,” katanya.

Dia menyatakan, institusi yang harus bertanggung jawab atas kebakaran hutan adalah pengelolanya, yaitu Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan Perum Perhutani.

Alasan yang dikemukakan Perhutani, menurut Hidyat, karena kekurangan personil saat penanganan. “Selama sejarah, belum pernah ada pemadaman kebakaran di Jabar yang dipadamkan lewat udara karena kita memang tidak punya alatnya,” kata Hidayat.

Musibah kebakaran itu, sekaligus juga harus menjadi pendorong konsep antisipasi kejadian serupa di masa mendatang. Dalam APBD saat ini, misalnya, belum ada alokasi untuk pemadaman kebakaran hutan.

“Tapi, mengacu pada luasnya lahan yang terbakar, diperlukan dana besar untuk mengatasinya,” kata Hidayat. (A-64/A-158)***

No comments: