Wednesday, June 13, 2007

SUNGAI DAN MATA AIR "SEKARAT"

Pemkot Diminta Segera Ambil Tindakan

Pikiran Rakyat, 21 Februari 2003
Foto: Sobirin, 2003, Sungai di Sekeloa Bandung Sekarat

BANDUNG, (PR).- Sebanyak 46 sungai dan 77 mata air yang berada di Kota Bandung sekarat akibat tidak dikelola dengan baik. Pernyataan itu diungkapkan Sobirin, anggota dewan pakar dari Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Kamis (20/2).

Sobirin mengharapkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung segera bertindak menanggulangi kerusakan berbagai sungai dan mata air itu agar kembali mendekati kondisi aslinya.
"Banyak kegiatan yang dilakukan baik oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat kecil mengintervensi sungai dan mata air. Hal itu diakibatkan ketidaktahuan, ketidakpedulian, dan ketidakpekaan terhadap fenomena pentingnya sungai dan mata air. Ironis sekali, padahal di perkotaan adalah tempat perguruan tinggi, ahli profesional dan pakar, tetapi kenyataan sungai dan mata air hancur total," katanya.

Menurutnya, kehancuran itu diakibatkan pembangunan fisik lebih dari 50 tahun, khususnya pembangunan wilayah keairan telah melupakan dan tidak memperhatikan pengelolaan dan pelestarian sungai-sungai dan mata air. "Ribuan bahkan jutaan sungai-sungai kecil di berbagai perkotaan yang sebenarnya berfungi untuk menanggulangi kekeringan, mengendalikan banjir, mengonservasi air, dan melestarikan ekologi kawasan telah hancur total," katanya.


Dia menegaskan, tidak ada jalan lain kecuali memperbaiki ekohidrolika sungai-sungai agar kondisinya kembali sesuai ekosistem aslinya. "Pemberdayaan stakeholder yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat untuk berperan dalam pengelolaan sungai kecil yang berwawasan lingkungan harus digalakkan".


"Perkosaan terhadap sungai-sungai di perkotaan telah melampaui batas seperti diuruk, dipersempit, diluruskan, dibeton, dan ditutup menjadi trotoar. Hal itu selalu menciptakan masalah klasik seperti terlalu banyaknya banjir, kekeringan, dan penyakit," tandasnya.


Berdasarkan pemantauan "PR", seperti di sungai kecil Sekeloa, Setrasari Mall, Cisitu kondisinya sudah sangat parah yaitu dipenuhi sampah dan diurug (dipersempit) untuk bangunan. Bahkan, sungai kecil Sekeloa dipenuhi pipa-pipa pembuangan kotoran dari rumah penduduk yang bentuknya bagai WC meriam.


Sobirin juga sangat menyesalkan sikap Pemkot Bandung yang kurang menyadari pentingnya lingkungan. Kepastian aturan itu harusnya dijalankan dengan benar oleh pemkot. Tetapi kenyataannya, Pemkot justru banyak berperan dalam kehancuran lingkungan.


Budaya Sunda


Sementara itu, Drs. Djadja A.B. Djajasumitra, mantan Kepala Seksi Pertamanan Kota Bandung yang kini menjabat Kadis Polisi Pamong Praja Pemprov Jabar mengungkapkan, pengelolaan Babakan Siliwangi sejak awal perencanaannya dimaksudkan untuk memperkenalkan budaya dan lingkungan Sunda, bukan menitikberatkan pada orientasi bisnis.


"Wilayah Babakan Siliwangi yang mulai dikembangkan tahun 1972 itu sebenarnya bernama Lebak Gede. "Pemkot Bandung yang saat itu dipimpin Wali Kota Otje Djundjunan berniat membuat miniatur lanskap Tatar Sunda beserta budayanya. Akhirnya, pemkot menjadikan daerah Lebak Gede yang saat itu kurang dimanfaatkan menjadi sebuah kawasan miniatur Sunda dan namanya diganti menjadi Babakan Siliwangi," kata Djadja, Selasa (18/2).


Pemilihan nama Babakan Siliwangi itu agar lebih mengingatkan orang Sunda terhadap leluhurnya yaitu Prabu Siliwangi. "Jadi, prinsipnya, kami membangun wilayah itu bukan untuk orientasi bisnis semata tetapi lebih kepada misi pengenalan budaya dan lingkungan Sunda," kata Djadja yang juga mantan Kepala Projek Pegelolaan Babakan Siliwangi sebagai miniatur budaya dan lingkungan Sunda tahun 1972 itu.


Babakan Siliwangi dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mewakili budaya dan lingkungan Sunda. "Kami saat itu merancang wilayah Babakan Siliwangi agar dapat mewakili budaya dan lingkungan Sunda seperti adanya sawah, dangau, delman, sanggar seni, tempat makan dan sebagainya. Jika saat ini pemkot berencana mengubah wilayah Babakan Siliwangi menjadi kondominium, itu sudah tidak sesuai dengan ide awal". (A-95/A-125)***

No comments: