Saturday, November 17, 2007

JAWA BARAT SELATAN MEMANG TERTINGGAL

Kunjungan Lapangan Tim BAPEDA Jawa Barat dan ITB
Foto: Sobirin, 2007, Pantai APRA Sindangbarang yang merana

Oleh: SOBIRIN
Tanggal 2 dan 3 November 2007 saya diajak oleh BAPEDA Jawa Barat dan ITB meninjau situasi Jawa Barat bagian selatan. Dari BAPEDA: pak Eko, pak Dedi, dan pak Slamet, sedangkan dari ITB: pak Budi Brahmantyo, pak Rubiyanto, dan pak Totok. Saya dikelompokkan sebagai tim ITB.



J
awa Barat bagian selatan disepakati merupakan wilayah Provinsi Jawa Barat yang terbentang di sebelah selatan “water divide” Jawa Barat. Di wilayah Jawa Barat bagian selatan ini semua Daerah Aliran Sungai (DAS)-nya menghadap ke seleatan, semua sungai yang mengalir dalam DAS tersebut bermuara di Samudera Indonesia.


Perjalanan dimulai dari Bandung menuju Ciwidey, Situ Patengan, Naringgul, sampai pantai Cidaun. Terus ke Timur menuju pelabuhan ikan Jayanti terus ke jembatan Cisela yang sedang dibangun. Malam itu menginap di penginapan sederhana di Cidaun. Esok harinya perjalanan dilanjutkan dari Cidaun ke arah barat menuju Sindangbarang, Agrabinta, Tegalbuleud, Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu dan Cisolok.

Kesan yang terasa dan terlihat adalah bahwa hingga tahun 2007 ini Jawa Barat bagian selatan memang sangat tertinggal dalam pembangunan. Keter-isolasi-an dan kemiskinan nampak nyata dibanding dengan Jawa Barat bagian tengah dan utara.

Di bawah ini disampaikan catatan singkat mengenai kondisi yang terpotret saat peninjauan lapangan, sedikit analisis, dan beberapa alternatif penanganan serta rekomendasi operasional, antara lain sebagai berikut:

Issue:
Jawa Barat bagian selatan sangat tertinggal dalam pembangunan

Kondisi saat ini:
Pertama: Infrastruktur sangat kurang, yg ada tdk terpelihara
Kedua: Indek pembangunan manusia sangat rendah
Ketiga: Kawasan lindung mengalami degradasi kelas berat, yang terdiri dari perambahan dan alih fungsi di hutan negara, serta konflik fungsi lahan di kawasan lahan milik masyarakat
Keempat: Potensi ancaman kebencanaan besar

Analisis:
Pertama: Luas Jawa Barat bagian selatan 40% dari total luas Provinsi Jawa Barat, atau kurang lebih 1.500.000 ha.
Kedua: Berdasar kemiringan lereng topografi, jenis tanah, dan curah hujan, maka secara alami wilayah ini menuntut kawasan yang harus berfungsi lindung seluas 75% atau kurang lebih 1.125.000 ha.
Ketiga: Ternyata dari wilayah seluas itu, yang milik negara hanya sekitar 337.500 ha dalam bentuk hutan konservasi dan hutan lindung, sedangkann sisanya yang lebih luas, yaitu sekitar 787.500 ha adalah milik masyarakat dalam bentuk perkebunan, tanah rakyat setempat yang sebagian besar telah dijual kepada pemodal besar yang umumnya sekarang berubah menjadi tanah kosong, gundul, bahkan kritis.
Keempat: Dari pengamatan lapangan dan dibantu citra satelit, hampir 50% kerusakan terjadi di lahan negara, dan 100% kerusakan terjadi di lahan masyarakat.
Kelima: Potensi Jawa Barat bagian selatan memang sangat menjanjikan, namun bila dibiarkan “dijarah” maka Jawa Barat bagian selatan akan semakin hancur.

Alternatif penanganan:
Pertama: Membuka isolasi dg tetap melestarikan fungsi lindung.
Kedua: Percepatan pemulihan kawasan lindung.
Ketiga: Membatasi ketat eksploitasi sumber daya alam yang tidak terbarukan.
Keempat: Insentif dan disinsentif di kawasan lindung lahan milik masyarakat.
Kelima: Pembangunan berbasis konservasi dan kearifan lokal (antara lain: agropolitan, wisata agro, wisata ekologi, wisata minat khusus).
Keenam: Sebagai referensi dapat dikaji aspek kelembagaan: UU No. 41 Tahun 2003 tentang Kehutanan, UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Perda Provinsi Jawa Barat No.2 Tahun 2003 tentang RTRW Provinsi, Perda Provinsi No. 2 Tahun 2006 tentang Kawasan Lindung, dan beberapa lagi yang lain.

Rekomendasi Operasional:
Pertama: Bentuk tim percepatan pembangunan Jawa Barat bagian selatan berbasis konservasi.
Kedua: Catur Bina (bina manusia, bina lingkungan, bina usaha, bina pasar)
Ketiga: Jawa Barat bagian selatan di lahan milik masyarakat dikembangkan sebagai Pusat Hutan Rakyat (Community Forestry Center).
Keempat: Bentuk Kelompok Riset Jawa Barat Selatan.

No comments: