Tuesday, November 06, 2007

PERDA KBU HARUS JADI KENDALI LINGKUNGAN

MASYARAKAT DIMINTA TURUT MENGAWAL
Pikiran Rakyat
, 07 Oktober 2006, A-64

Foto: Andri Gurnita, PR, 14-01-2007, Perumahan Bandung Utara

Hal senada disampaikan Sobirin. Setiap aspek penataan ruang, bersifat hierarkis dari nasional, provinsi, kabupaten/kota. “Bukan kebalikannya. Sebab, di kabupaten/kota, selalu pendekatannya ekonomi jangka pendek. Apalagi, dalam menggali PAD”.



BANDUNG, (PR).-
Masyarakat harus terus mengawal proses penyusunan Raperda Kawasan Bandung Utara (KBU) yang saat ini memasuki pembahasan di tingkat panitia legislasi DPRD Jabar.

Perda KBU yang dihasilkan nanti harus benar-benar memunculkan ketegasan pengendalian lingkungan, alih-alih kompromis terhadap kepentingan ekonomi.

Pakar lingkungan Dr. Ir. Mubiar Purwasasmita dan Ir. Sobirin mengungkapkan demikian di Bandung, Jumat (6/10). Keduanya dimintai pendapat tentang keinginan pemerintah kota/kabupaten di Cekungan Bandung agar Raperda KBU yang disusun Pemerintah Provinsi Jabar tetap mengakomodasi kepentingan sosial ekonomi.

Menurut Mubiar, praktik penyimpangan aturan justru terjadi kabupaten/kota. “Dalam kondisi status quo di KBU, provinsi berusaha mempertegas rujukan operasional di lapangan. Raperda KBUjustru menjadi instrumen pemahaman bagi kabupaten/kota agar kepentingan lingkungan tidak dikalahkan kepentingan bisnis sesaat.”

Raperda KBU nanti harus benar-benar memberikan otoritas yang kuat kepada provinsi untuk mengatur persoalan lingkungan di KBU. “Karena itu, publik harus terus mengawal proses pembahasan raperda ini, jangan sampai substansinya bertolak belakang dengan aspek pengendalian lingkungan,” katanya.

Hierarki

Hal senada disampaikan Sobirin. Setiap aspek penataan ruang, peraturan perundangannya bersifat hierarkis dari nasional, provinsi, kota/kabupaten. “Bukan kebalikannya. Sebab, kalau di tingkat daerah (kota/kabupaten), selalu pendekatannya ekonomi jangka pendek. Apalagi, dalam menggali pendapatan asli daerah (PAD).”

Yang terpenting, menurut Sobirin, konsep perda-perda tentang penataan ruang dan kawasan lindung harus mengacu pada konsep alam, kemiringan lereng, dan curah hujan. Saat ini, kawasan lindung di Jabar yang dimiliki negara itu sebanyak 22%. Sementara, kawasan lindung di luar hutan yang dimiliki masyarakat atau perkebunan sebanyak 23 % dari 45% kawasan lindung yang harus ada di Provinsi Jabar.

“Masyarakat boleh memiliki kawasan lindung yang 23% itu, tapi tidak boleh melakukan alih fungsi lahan. Fungsinya harus tetap kawasan lindung,” kata Sobirin, menegaskan.

Anggota Panitia Legislasi Raperda KBU DPRD Jabar, Yazid Salman berjanji akan berupaya menghasilkan produk hukum yang benar-benar menegaskan pengendalian lingkungan di KBU.

“Perda KBU nanti justru harus bisa memperbaiki kerusakan dan penyimpangan yang telanjur berlangsung di kawasan itu.” (A-64)***

No comments: