Monday, September 22, 2008

BABAKAN SILIWANGI BENTENG LINGKUNGAN

TERANCAM RUSAK
KOMPAS, Jawa Barat, 22-09-2008, MHF

Foto: Sobirin 2007, Babakan Siliwangi Kota Bandung


"Kalau Babakan Siliwangi diubah jadi area bisnis, sama dengan menghancurkan benteng terakhir pertahanan lingkungan Kota Bandung," kata anggota DPKLTS, Sobirin, Sabtu (20/9).




Bandung, KOMPAS -
R
encana pembangunan rumah makan di Babakan Siliwangi berpeluang memperparah krisis lingkungan di Kota Bandung. Alasannya, Babakan Siliwangi yang memiliki luas 3,8 hektar termasuk hutan kota yang selama ini dianggap sebagi benteng lingkungan Kota Bandung.


"Babakan Siliwangi merupakan bagian dari lembah Cikapundung yang wilayah atasnya, yakni Punclut, sudah rusak. Kalau Babakan Siliwangi diubah jadi area bisnis, sama dengan menghancurkan benteng terakhir pertahanan lingkungan Kota Bandung," kata anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, Sabtu (20/9).

Jika Babakan Siliwangi rusak, Bandung terancam bahaya ekologis. Air hujan tidak akan terbendung lagi. Tahun 1960-an, hujan yang tidak terserap pohon hanya 40 persen. Sekarang meningkat menjadi 90 persen. "Ini (terjadi) karena pohon makin berkurang," ujarnya.


Secara terpisah, Direktur PT Esa Gemilang Indah (EGI) Iwan Soenaryo dan Kepala Humas PT EGI Riana tidak mau mengomentari reaksi warga atas rencana pembangunan rumah makan itu. Alasannya, tanggapan hanya akan memperpanjang polemik. "Nanti kalau semuanya sudah clear, saya akan mengundang Bapak-bapak untuk menjelaskannya," ujar Riana.


Sementara itu, anggota Forum Antarkampus dan Masyarakat Peduli Bandung, Chay Asdak, mengatakan, pembangunan rumah makan di Babakan Siliwangi membuktikan bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung tidak konsisten dalam menata kota. Sejak awal Pemkot mencanangkan pembangunan di wilayah timur kota, bukan di tengah kota, apalagi di Babakan Siliwangi.


Publik jangan diam


Pembangunan rumah makan di Babakan Siliwangi, ujar Chay, membatasi akses publik ke sana karena rumah makan dijaga petugas satpam dan tidak dibuka 24 jam untuk publik. Padahal, hutan kota Babakan Siliwangi merupakan salah satu ruang terbuka hijau yang sering dikunjungi warga untuk berbagai aktivitas.


Ketua Ikatan Alumni Planologi Institut Teknologi Bandung Hetifah Sjaifudian Sumarto menilai, arena publik terbuka seperti Babakan Siliwangi terancam oleh kecenderungan privatisasi ruang publik. Pemanfaatan ruang lebih didominasi kekuatan politik dan ekonomi melawan warga atau komunitas yang relatif tidak berdaya.


Untuk menggagalkan pembangunan rumah makan di Babakan Siliwangi, Hetifah mengimbau agar tekanan publik terus diperkuat. Hanya dengan cara itu, Pemkot Bandung dapat berpikir ulang untuk melanjutkan rencana tersebut.

Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Katolik Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, memaparkan, perjanjian kerja sama antara Pemkot Bandung dan PT EGI harus ditinjau kembali. Sebab, penjanjian kerja sama itu telah memunculkan keresahan dan resistensi dari masyarakat. (MHF)

1 comment:

hijau tidak selalu baik said...

Belakangan ini timbul perdebatan pro kontra mengenai rencana pengembangan daerah Babakan Siliwangi Kota Bandung. Salah satu keberatan dari pihak yang kontra adalah daerah ini merupakan aderah resapan air sehingga bila pembangunan di Kawasan ini jadi dilakukan, dikhawatirkan akan menganggu pasokan air kepada warga Kota Bandung secara keseluruhan.
Dalam " PR" terbitan 15 Februari 2003 dimuat bantahan dari seorang dari ITB mengenai anggapan tersebut. Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk lebih memperjelas bantahan tersebut, berdasarkan fakta yang kami miliki, yaitu data inventarisasi mata air dan hasil 6 titik pemboran di daerah tersebut.
Data mata air menunjukkan bahwa sebelum pembangunan sabuga, didaerah ini terdapat beberapa mata air, dan sekarang satu mata air masih dapat dilihat yaitu ditebing bagian timur laut. Buat seorang ahli hidrogeologi, keberadaan mata air pasti akan menimbulkan pertanyaan besar terhadap anggapan daerah resapan. Daerah mata air adalah daerah dimana air tanah keluar ke permukaan ( daerah luahan / discharge ), bukan daerah resapan / recharge dimana air hujan masuk ke dalam tanah.
Berdasarkan data pengeboran, sketsa kondisi Hidrogeologi dibawah permukaan tanah ditunjukkan pada gambar 1 dan 2. Arah penampang penampang dalam kedua gambar ini ditujukan pada gambar 3. Hal yang sangat penting diperhatikan adalajh kehadiran lapisan pengekang dibawah akifer dangkal. Lapisan pengekang adalah lapisan tanah atau batuan yang praktis tidak lulus air, sebaiknya akifer adalah lapisan yang lulus air. Keberadaan lapisan pengekang ini mengakibatkan air hujan yang turun di Babakan Siliwangi tidak dapat mengisi akifer dalam. Air tersebut hanya mengisi akifer dangkal. Karena bentuk topografi yang menyerupai tapal kuda yang membuka dan miring kearah S Cikapundung, air tersebut langsung mengalir ke sungai tersebut ( gambar 2 ). Pola aliran air tanah secara aerial ditunjukan pada gambar 3.
Perlu ditambahkan bahwa karena didaerah ini tidak ada pemukiman maka tidak ada pemanfaatan langsung air tanah dari akifer dangkal tersebut, kecuali oleh air ganesa. Mata air di Babakan Siliwangi sendiri adalah bagian dari system air tanah dangkal regional, dimana daerah resapannya terletak dibagian utara, yang secara topografi lebih tinggi, yaitu daerah sangkuriang, cisitu, sekitarnya ( gambar 1 ).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa daerah Babakan Siliwangi adalah daerah luahan , bukan daerah resapan, dari system air tanah dangkal regional. Memang, daerah ini adalah daerah resapan system air tanah dangkal local, tetapi air tanah dangkal local ini langsung mengalir ke sungai cikapundung, dan praktis tidak dimanfaatkan oleh masyarakat secara langsung.