Monday, December 03, 2007

BERAPA PASOKAN EMISI CO2 DARI BANDUNG?

Tribun Jabar, Referat, 3 Desember 2007
Foto: M.Gelora Sapta, PR, 20-01-2006, Bandung Macet

Oleh: SOBIRIN

Jika jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung di jalanan macet kita asumsikan 500.000 kendaraan, Kota Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer 4,5 juta ton/ tahun.


Mulai hari ini tanggal 3 hingga 14 Desember 2007 di Bali, PBB terkait dengan Konvensi Kerangka Kerja tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, United Nations Framework Convention on Climate Change) menyelenggarakan hajatan akbar kelas dunia untuk maksud menyelamatkan kehidupan di muka bumi dari ancaman bencana pemanasan dan perubahan iklim global. Hajatan ini akan dihadiri lebih dari 10.000 orang, terdiri dari 2.000 orang wakil dari 189 negara, 6.000 orang wakil Lembaga Swadaya Masyarakat dan 2.500 orang wartawan dalam dan luar negeri.

Sebanyak 78 orang delegasi resmi Indonesia yang dipimpin oleh Emil Salim, mantan Menteri Lingkungan Hidup, akan menjadi negosiator dalam hajatan ini. Subyek yang menjadi agenda tugas delegasi diantaranya: mengenai cara beradaptasi terhadap pemanasan dan perubahan iklim global, percepatan pemulihan hutan, alih teknologi, keberlanjutan komitmen Protokol Kyoto, dan mekanisme realisasi keuangan.

Konsensus setengah hati

Berikut ini adalah kilas balik kesepakatan dunia yang terkait dengan perubahan iklim global. Tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brasilia, para pemimpin dunia menyelenggarakan KTT Bumi yang menghasilkan kesepakatan Lingkungan dan Pembangunan untuk kesejahteraan umat manusia. Termasuk diantaranya adalah kesepakatan terhadap dokumen UNFCCC mengenai perubahan iklim global. Tahun 1994 Indonesia meratifikasi konvensi perubahan iklim ini melalui UU No.6/1994.

Selanjutnya tahun 1997 di Kyoto, Jepang, para pihak konvensi menyelenggarakan pertemuan dan menyepakati konsensus Protokol Kyoto, yang merupakan dasar bagi negara-negara industri maju agar mengurangi emisi gas rumah kaca mereka, paling sedikit 5 persen dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008 – 2012. Ternyata Protokol Kyoto ini menjadi sebuah konsesus yang “setengah hati” ketika pada pertemuan para pihak tahun 2001 di Bonn, Jerman, delegasi Amerika Serikat menolak ikut dalam Protokol karena dianggapnya tidak adil. Alasan Amerika Serikat adalah manakala India dan Cina tidak diberi beban kewajiban dalam kegiatan Protokol karena berlabel sebagai negara berkembang, padahal dua negara tersebut telah menjadi negara industri yang menyumbang emisi besar.

Walaupun Protokol Kyoto ini menjadi suatu konsensus yang kontroversial, namun tahun 2004 Indonesia meratifikasinya juga, karena dianggap sebagai suatu perangkat perjanjian internasional yang dinilai penting dan menguntungkan. Namun sesuatu yang diharapkan tidak pernah dapat dinikmati, karena selama ini Protokol Kyoto lebih banyak merupakan wacana yang tidak mudah diimplementasikan. Fakta yang tejadi justru pembalakan liar dan perambahan hutan semakin menjadi-jadi, bencana banjir disusul longsor silih berganti dengan kekeringan. Keprihatinan semakin bertambah ketika negara maju menuduh Indonesia sebagai negara perusak hutan nomor wahid.

Tidak ada sosialisasi

Apakah benar saat ini tengah terjadi pemanasan dan perubahan iklim global? Terus terang saja saya ingin mendengar komentar atau tanggapan dari banyak orang. Ternyata sebagian besar menjawab tidak tahu, menanggapi acuh tak acuh, bahkan ada yang mengatakan bahwa pemanasan global dan perubahan iklim hanya mitos belaka. Namun sebagian lagi sangat percaya bahwa fenomena ini tengah berlangsung dan dapat menimbulkan bencana besar. Memang selama ini tidak ada sosialisasi kepada masyarakat luas.

Christopher Scotese (2000), seorang ahli iklim prasejarah (paleo climate), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa semenjak bumi terbentuk kira-kira 4,5 milyar tahun silam, paling tidak telah terjadi 5 kali pemanasan global dan 5 kali pendinginan global. Pendapatnya didasarkan pada contoh-contoh lapisan batuan berumur tua yang pembentukannya dipengaruhi oleh proses dinamika bumi dan kondisi suhu permukaan bumi waktu itu. National Geographic (edisi Oktober 2007) menyebutkan bahwa variasi orbit, kecondongan dan ayunan bumi dalam gerakannya mengitari matahari turut andil dalam membentuk siklus panjang fenomena pemanasan dan pendinginan serta perubahan iklim global.

NASA (2006) mengatakan bahwa saat ini pemanasan global memang tengah berlangsung. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sejak tahun 1880 hingga saat ini, suhu permukaan bumi telah meningkat 0,6 derajat Celcius. Angka tersebut terlihat kecil, namun dampaknya sangat besar, misalnya telah terjadinya pergeseran iklim, bencana badai, banjir dan longsor serta kekeringan, munculnya berbagai macam penyakit, semuanya telah mengakibatkan kesengsaraan penduduk dunia terutama di negara-negara berkembang dan miskin.

Di lain pihak, perilaku hidup manusia yang konsumtif telah mempercepat proses pemanasan global ini. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, penggundulan hutan, alih fungsi lahan, pertanian tidak berazas konservasi, penggalian bahan tambang secara membabi buta, penggunaan bahan bakar fosil yang semakin banyak, semuanya menjadi penyebab semakin meningkatnya emisi karbon-dioksida yang pada gilirannya mempercepat proses pemanasan global.

Sebagai ilustrasi, setiap 1000 megawatt yang dihasilkan dari pembangkit listrik bertenaga batubara akan menghasilkan emisi karbon-dioksida 5,6 juta ton/ tahun. Ilustrasi lain, sebuah kendaraan bermotor yang memerlukan bahan bakar 1 liter per 13 km dan tiap hari mememerlukan BBM 10 liter maka akan menghasilkan emisi karbon-dioksida sebanyak 30 kg/hari atau 9 ton/tahun. Bisa dibayangkan jika jumlah kendaraan bermotor di Kota Bandung di jalanan yang sering macet kita asumsikan 500.000 kendaraan, maka dari sektor transportasi Kota Bandung menyumbang emisi karbon-dioksida ke atmosfer sebanyak 4,5 juta ton/ tahun.

Kita harus serius menghadapi fenomena pemanasan global ini. Untuk itulah diperlukan sosialisasi pemanasan global dengan bahasa awam sehingga mudah dimengerti oleh masyarakat luas agar segera dapat melakukan adaptasi dan mengubah perilaku.

Penulis: Anggota DPKLTS dan Bandung Spirit.

No comments: