Saturday, January 19, 2008

MENYOAL MANAJEMEN BENCANA BERBASIS MASYARAKAT

Katong Orang NTT Pung Koran
http://www.indomedia.com/poskup/2007/12/18/edisi18/serial.htm
Foto: Sobirin 2003, Korban Bencana = Rakyat Tak Berdosa
MENYOAL MANAJEMEN BENCANA DI NTT (3)
MANAJEMEN BERBASIS MASYARAKAT
Oleh: Thomas Duran/Yos Sudarso/Raymundus Ngera
Sobirin, pemerhati lingkungan Tatar Sunda di Pikiran Rakyat (4/4/2005) menulis, manajemen bencana berbasis masyarakat sudah menjadi visi negara-negara maju di muka bumi.



Sejauh ini kita ingin mengingatkan bahwa bencana bukan proyek. Jika pola pikir kita masih pada pola lama, maka eksen kita di lapangan bisa jadi melihat bencana sebagai "berkah".

Mark up taksasi kerugian, penyaluran bantuan yang tidak tepat sasar, korupsi dana bencana dan macam-macam perilaku di lapangan adalah buah dari cara pikir yang lama.

Karena itu paradigma baru perlu dan urgen untuk dibangun. Sudah saatnya, penanganan bencana menjadi peluang memperkuat kapasitas masyarakat; apakah pengetahuannya, ekonominya dan keterampilannya. Singkatnya, kita butuh manajemen bencana berbasis masyarakat.

Kepala Biro Binsos Setda NTT, Sentis Medi ketika diajak berdiskusi tentang perlunya paradigma baru dalam penanganan bencana mengemukakan, kata kunci adalah partisipasi. Manajemen bencana harus bersifat kesemestaan, melibatkan semua pihak, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.

Tidak cukup hanya mengandalkan kemampuan pemerintah saja. Pemerintah memiliki keterbatasan-keterbatasan. Jadi semua harus mampu menjadi pelaku yang setara, semua harus berperan utama, bukan hanya berperan serta.

Sasaran implementasinya adalah masyarakat mengetahui ancaman bahaya di lingkungan masing-masing; masyarakat mampu menolong dirinya sendiri.

Konsep dasar manajemen bencana berbasis masyarakat adalah upaya meningkatkan kapasitas masyarakat sambil mengurangi kerentanannya.

Besaran bencana merupakan akumulasi berbagai ancaman bahaya dengan rangkaian kerentanan yang ada di masyarakat. Rangkaian kerentanan ini antara lain terdiri dari kemiskinan, kurangnya kewaspadaan, kondisi alam yang sensitif, ketidakberdayaan, dan berbagai tekanan dinamis lainnya.

Kerentanan satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain berbeda akar masalahnya, demikian pula ancaman bahayanya berbeda-beda jenisnya.

Pada umumnya permasalahan bencana di daerah kita menjadi rumit karena terjadi di daerah yang kondisi masyarakatnya tidak mampu alias rentan dan lokasinya pun jauh dari pusat pemerintahan dan sulit dicapai.

Oleh sebab itu, paradigma baru manajemen bencana harus dapat mengatasi permasalahan tersebut, dari tanggung jawab semata pemerintah menuju manajemen bencana berbasis masyarakat, yaitu menuju masyarakat yang mampu mandiri, mampu mengenali ancaman bahaya di lingkungannya, dan mampu menolong diri sendiri.

Sobirin, seorang pemerhati masalah kehutanan dan lingkungan Tatar Sunda dalam artikelnya yang termuat dalam Pikiran Rakyat (4/4/2005) menulis, cita-cita manajemen bencana berbasis masyarakat atau community based disaster management sudah menjadi visi dari negara-negara maju di muka bumi ini.

Peristiwa bencana gempa dan tsunami di sejumlah belahan bumi telah membuka mata dan hati banyak orang bahwa masih ada semangat perikemanusiaan dan gotong royong membantu para korban.

Kelompok masyarakat sebagai pelaku utama manajemen bencana ini harus dapat diupayakan dari tingkat yang paling kecil yaitu Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), dusun, kampung, sampai kelompok yang lebih besar yaitu desa atau kelurahan, kecamatan, bahkan kota atau kabupaten.

Pelatihan manajemen kebencanaan berbasis masyarakat ini telah banyak disusun oleh pihak-pihak yang peduli, bentuknya bermacam-macam, sangat bervariasi dengan bahasa rakyat, yang mudah dimengerti dan mudah diaplikasikan oleh masyarakat dalam melakukan tahap-tahap kesiapsiagaan, tanggap darurat, pasca bencana, mitigasi dan pencegahan.

Barangkali catatan Sentis Medi bahwa ke depan sosialisasi tidak terutama untuk pejabat pemerintah tetapi bagi kelompok masyarakat di tingkat paling kecil perlu mendapat perhatian. Demikian pula pentingnya pelaksanaan gladi berdasar skenario seolah-olah terjadi bencana adalah bentuk lain dari fungsi kontrol dalam manajemen bencana berbasis masyarakat.

Gladi adalah bagian penting yang harus diikuti oleh segenap anggota masyarakat agar bila terjadi bencana maka situasi dapat diatasi tanpa kepanikan. Bagaimanapun juga, gladi tetap harus dilakukan dengan serius demi keselamatan diri dan semua pihak di kala bencana sebenarnya datang secara tiba-tiba. (habis)

Catatan: Bagian 1 dan 2 memang tidak dikutip dalam blog ini

No comments: