Sunday, April 20, 2008

20% POTENSI PANAS BUMI ADA DI JABAR

Pikiran Rakyat, 20 April 2008, CA-170/CA-187
Gambar: www.garut.go.id, Energi Panas Bumi
Pemanfaatan energi panas bumi, menurut pemerhati lingkungan Sobirin, harus berbasis pada tiga hal, yaitu people, profit, dan planet. People berarti harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Profit, mendatangkan keuntungan bagi daerah. Planet, harus tetap memperhatikan lingkungan sekitarnya.



BANDUNG, (PR).- Sudah saatnya Jawa Barat terlepas dari ketergantungan terhadap energi fosil yang semakin hari semakin menipis. Potensi panas bumi yang luar biasa di Jabar, yakni 20% dari seluruh potensi yang ada Indonesia, sudah saatnya dioptimalkan. Sementara untuk mengembangkan potensi tersebut, dibutuhkan regulasi, tidak hanya melindungi energi panas bumi, tetapi juga sistem ekologinya.

Hal itu mengemuka dalam diskusi "Pengelolaan Energi Panas Bumi" yang diprakarsai Bandung Spirit di Aula Pikiran Rakyat, Jln. Asia Afrika 77 Bandung, Sabtu (19/4). Pembicara dalam diskusi tersebut, Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) M.T. Zen, Kepala Distamben Jabar Tb. Hisni, Pemerhati Lingkungan Sobirin Supardiyono, aktivis Bandung Spirit Darmawan Dayat Hardjakusumah (Acil Bimbo), dan Oekan S. Abdoellah dari Lemlit Unpas Bandung . Diskusi yang juga diikuti para aktivis dan pemerhati lingkungan tersebut, dibuka Pemimpin Umum Pikiran Rakyat H. Syafik Umar dengan moderator Dede Mariana.


M.T. Zen mengungkapkan, dengan potensi panas bumi yang sangat besar, Jabar, khususnya Bandung, bisa menjadi pusat pengembangan teknologi geothermy dunia. "Biar nanti para ahli dari negara lain yang mau mengembangkan geothermy datang dan belajar ke Bandung," tuturnya.
Namun demikian, Zen mengingatkan perlunya pemeliharaan sistem ekologi di sekitar kawasan pembangkit tenaga panas bumi. Hal ini karena geothermy merupakan bagian dari sistem hidrologi di sekitarnya. "Jika sistem ekologi hancur, sistem hidrologi akan ikut hancur, sistem geothermy-nya juga akan hancur," katanya.

Berbasis tiga hal


Dengan demikian, pemanfaatan energi panas bumi, menurut pemerhati lingkungan Sobirin Supardiyono, harus berbasis pada tiga hal, yaitu people, profit, dan planet. People berarti pemanfaatan panas bumi harus mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Profit berarti pengelolaan panas bumi juga bisa mendatangkan keuntungan bagi daerah. Sementara planet, berarti pemanfaatan panas bumi harus tetap memerhatikan lingkungan sekitarnya.


Sobirin menambahkan, sejauh ini pengoptimalan sumber daya alam yang dimiliki Indonesia selalu gagal dalam tahap operasional. "Ada gap antara konsep dengan operasional. Konsepnya selalu sukses, tapi tidak dengan operasionalnya," katanya.
Menurut dia, hal ini disebabkan lemahnya fungsi pengawasan dari pemerintah. "Artinya, diperlukan pengawasan dari regulasi yang sudah ada," ujar Sobirin.

Ditambahkan pula, tidak jarang peraturan pemerintah daerah berbeda dengan pemerintah di tingkatan yang lebih tinggi. "Misalnya perda tata ruang di kabupaten dan kota, tidak seiring dengan perda provinsi. Misalnya, provinsi mengatakan suatu wilayah sebagai kawasan lindung, namun di kabupaten dan kota menjadi kawasan pertambangan," tutur Sobirin mencontohkan.


Sebelumnya Zen juga mengemukakan, pentingnya melakukan kemitraan dengan DPRD, pemerintah daerah, dan dinas yang terkait, seperti Dinas Pertambangan dan Energi serta dunia industri. (CA-170/CA-187)***

No comments: