Wednesday, April 16, 2008

DINAMIKA WILAYAH: "BABAKAN" SEMAKIN PADAT

Pikiran Rakyat, 17 April 2008, Endah Asih/ Mega Julianti
Foto: Endah Asih, PR, 17-04-2008, Satu Sudut Babakan Tarogong


Secara geografis, Babakan Ciparay terletak di barat daya Kota Bandung dengan ketinggian +690 m hingga +700 m di atas muka laut. Menurut anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin, kawasan ini merupakan dataran rendah, dulunya diyakini berhabitat lahan basah, berupa rawa-rawa, ataupun persawahan.




Suasana di salah satu tempat pemungutan suara (TPS) di Kec. Babakan Ciparay, Minggu (13/4) pagi itu ramai. Tak heran jika momen seperti itu dimanfaatkan oleh warga asli dan pendatang untuk bercampur baur. Keadaan ini tentu jauh berbeda dengan beberapa ratus tahun lalu, ketika kawasan Babakan Ciparay hanya dihuni oleh keturunan asli.


Dari foto yang dijepret oleh Endah Asih (PR, 17-04-2008), terlihat salah satu sudut Kelurahan Babakan Tarogong, Kota Bandung. Meski mengambil nama Tarogong, jumlah warga keturunan asli leluhur yang berasal dari Tarogong, Garut tersebut hanya tersisa tidak lebih dari 30%. Warga lama pun sudah berbaur dengan pendatang.


Menurut salah seorang warga asli, Muhtar Budiman (44), berdasarkan cerita dari leluhur, ada tiga orang yang pertama kali menempati Babakan Ciparay, yaitu Mbah Agung dari Ciwidey, Mbah Balung Tunggal dari Ciparay, dan Mbah Jalu Papayung Nagara. Keturunan dari merekalah yang menjadi penduduk Babakan Ciparay berikutnya.

Arti babakan dalam bahasa Sunda sendiri adalah "kampung baru". Kata "ngababakan" artinya membuka kampung baru atau membuka daerah baru. Di Kota Bandung tidak kurang dari 25 kawasan atau jalan yang menggunakan kata "babakan", seperti Babakan Ciamis, Babakan Cianjur, Babakan Surabaya, Babakan Sumedang, Babakan Ciparay, dan Babakan Tarogong.

Secara geografis, Babakan Ciparay terletak di barat daya Kota Bandung dengan ketinggian sekitar +690 m hingga +700 m di atas permukaan laut. Menurut anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, Sobirin Supardiyono, kawasan ini merupakan dataran rendah, yang dulunya diyakini berhabitat lahan basah, sebagai rawa-rawa, ataupun persawahan. Sebagai perbandingan, kawasan Sangkuriang, Simpang Dago ketinggiannya +790 m hingga +800 m, yang lebih berhabitat lahan kering.

Saat ini, Kecamatan Babakan Ciparay terdiri atas 6 kelurahan, yaitu Sukahaji, Babakan, Margahayu Utara, Margasuka, Cirangrang, dan Babakan Ciparay. Dengan luas lahan sekitar 745,5 hektare, Kec. Babakan Ciparay ditempati 86.771 warga. "Kini jumlah antara warga asli dan pendatang berimbang, sekitar 50 banding 50," ucap Muhtar. Warga pendatang yang memadati Babakan Ciparay mayoritas berasal dari Garut, Tasikmalaya, Kuningan, Ciamis, dan Cianjur.


Selain jumlah pendatang, mata pencaharian penduduk Babakan Ciparay juga mengalami pergeseran. Menurut Sekretaris Camat Babakan Ciparay, Iwa Kartiwa, dulu mayoritas penduduk bercocok tanam. "Sekarang di sini (Babakan Ciparay-red.) banyak terdapat pengusaha tahu," ujar Iwa.
Awalnya, sekitar tahun 1940-an banyak pengusaha tahu yang datang dari Tasikmalaya yang menetap di Bandung.

"Ada sekitar 470 industri kecil yang hidup di Babakan Ciparay," tutur Iwa.
Sebelum dilakukan pemekaran wilayah sekitar 1980 lalu, Kecamatan Babakan Ciparay meliputi daerah Cirangrang, Kopo, Sukahaji, Holis, hingga ke Jamika. Kini ada beberapa wilayah yang masuk dalam Kec. Bojongloa Kaler seperti Kelurahan Babakan Asih dan Babakan Tarogong.

Babakan Tarogong

Menurut Lurah Babakan Tarogong Nawan Ruswan, dengan luas sekitar 54,2 ha, Babakan Tarogong memiliki jumlah penduduk 21.593 orang. "Sebanyak 346 kepala keluarga di antaranya merupakan penduduk musiman, berasal dari Garut, Tasikmalaya, Padalarang, Majalengka, dan Majalaya," ujar Nawan.

Mengenai jumlah penduduk yang masih merupakan keturunan asli leluhur yang berasal dari Tarogong, Garut tersebut, menurut Nawan, hanya tersisa sedikit. "Paling hanya tersisa 30%," ungkap Nawan. Sementara itu, Suhada (75), tokoh masyarakat Babakan Tarogong menceritakan pada awalnya kondisi daerah tersebut masih sepi dan didominasi daerah persawahan. "Jalan di sini belum diaspal, masih dari tanah. Bahkan setelah turun hujan, orang-orang lebih hati-hati saat berjalan karena tanahnya licin dan lengket," katanya.

Selain itu, Suhada juga mengatakan kondisi Babakan Tarogong saat awal kedatangannya pada 1985 merupakan daerah yang tidak aman. "Banyak perampok yang menggunakan senjata tajam. Orang takut, jika melewati daerah ini," tuturnya.
Namun, kondisi itu tidak akan ditemui lagi di daerah ini. Daerah ini sekarang sudah aman, tidak banyak terjadi tindak kejahatan. Pendatang yang sudah banyak masuk pun bisa memberikan nuansa baru yang lebih baik lagi untuk kehidupan dan pembangunan di daerah ini.

Menurut Sobirin Supardiyono, pertambahan masyarakat di kampung-kampung baru seperti Babakan Ciparay dan Babakan Tarogong tersebut seiring dengan sejarah Kota Bandung yang mulai berkembang pada zaman pendudukan oleh bangsa Belanda. Banyak masyarakat dari luar daerah masuk ke Kota Bandung dan sekitarnya karena menginginkan kebutuhan yang lebih baik, dan kemudian membangun kawasan permukiman yang mengelompok sesama warga sedaerah asal-usul.

Mengenai aspek lingkungan, menurut Sobirin, pada awal terbangunnya kawasan baru waktu itu belum banyak terjadi masalah lingkungan. "Belum terjadi banjir dan "cileuncang" pada musim hujan, lalu belum terjadi kekeringan akibat kurang air pada musim kemarau, karena waktu itu Bandung masih memiliki banyak kawasan lindung dan penduduknya masih sedikit," kata Sobirin.

Sebagai gambaran, penduduk Bandung pada 1920-an hanya sekitar 250.000 jiwa. Kini penduduk Bandung telah mencapai 3 juta jiwa.
"Penduduk yang padat memang tidak mudah untuk dipindahkan," ujar Sobirin. Untuk itu, hal paling prioritas yang harus dilakukan, menurut Sobirin, adalah membangun kapasitas masyarakat di kampung tersebut supaya sadar lingkungan dan memiliki tata cara kehidupan yang sehat dan bersih.

Menurut Muhtar, setidaknya ada 2 penyebab banjir di daerah tersebut. Pertama, karena gorong-gorong yang dulu tembus dari Babakan Ciparay ke Bojongloa Kaler kini ditimbun menjadi jalan. Kedua, karena ada pembangunan rumah di atas selokan yang dulu berfungsi sebagai aliran air. "Bahkan ada beberapa wilayah yang terendam banjir hingga 1,5 meter, makanya berbagai antisipasi dilakukan, mulai kerja bakti, hingga membangun rumah hingga dua lantai," ungkap Muhtar. Sama halnya dengan daerah Babakan Tarogong. Permasalahan banjir yang ditimbulkan akibat tumpukan sampah pun sering terjadi di daerah ini terlebih di tengah permukiman terdapat aliran sungai. (Endah Asih/Mega Julianti)***

1 comment:

Rikman ginanjar said...

Maaf kang kalau Mbah Agung dari Ciwidey, Mbah Balung Tunggal dari Ciparay, dan Mbah Jalu Papayung Nagara. Makam nya dimana ya?