Tuesday, April 01, 2008

PLTS MENYIMPAN DAMPAK NEGATIF

WALIKOTA BANDUNG: KAJIAN TETAP DILANGSUNGKAN
Kompas, Jawa Barat, 2 April 2008, MHF/JON
Foto: www.epa.gov, Pabrik Sampah Menjadi Energi, USA

Secara terpisah, Sobirin, anggota DPKLTS, mengatakan, pemerintah kota tidak bisa menjadikan PLTS sebagai satu-satunya solusi mengatasi persoalan sampah. Perlu ada alternatif lain yang dipandang lebih efektif, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan kontroversi.




Bandung, Kompas - Rencana pembangunan dan pengoperasian pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTS di Kelurahan Rancanumpang, Kecamatan Gedebage, menyimpan dampak negatif. Pemerintah Kota Bandung akan berkonsultasi lagi dengan Institut Teknologi Bandung tentang analisis mengenai dampak lingkungan atau amdalnya.

Demikian antara lain yang mengemuka dalam sidang Komisi Amdal PLTS yang dipimpin Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Kota Bandung Nana Supriatna di Gedung PT Pos Indonesia, Selasa (1/4). Dari sidang Komisi Amdal PLTS ini belum diperoleh keputusan final.


Konsultan amdal PLTS, Rohma Manurung mengatakan, pengoperasian PLTS akan mengakibatkan penurunan kualitas air tanah. PLTS dengan 200 karyawan membutuhkan 0,46 liter air per detik. Padahal, titik aman pengambilan air di daerah lokasi PLTS itu hanya 0,114 liter per detik. Pengambilan dalam jumlah besar secara terus-menerus akan mengakibatkan kualitas air menurun. Bahkan, permukaan tanah terancam ambles.


Selain itu, kata Rohma, operasionalisasi PLTS meningkatkan kandungan debu menjadi 561 miligram per meter kubik. Ini akan memicu peningkatan penderita penyakit infeksi saluran pernapasan atas (ISPA). Selama ini, ISPA merupakan penyakit yang paling banyak diderita warga di lokasi PLTS, yakni 22 persen.


Menurut Rohma, pembangunan PLTS mengakibatkan banyak orang kehilangan tempat bermukim, harga properti menurun, masyarakat resah, konflik sosial, gangguan keamanan, dan hilangnya kenyamanan. Yang terkena dampak tidak kurang dari 1.656 keluarga atau 75 persen dari 2.196 keluarga.


"Belum lagi konflik pro dan kontra di antara warga. Ini bersifat laten, namun ada juga yang manifes. Dampak ini dikategorikan penting dan besar," ujarnya.

Pengkajian dilanjutkan


Seusai sidang Komisi Amdal PLTS, Nana mengatakan, pihaknya akan berkonsultasi dengan tokoh lingkungan dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Kemungkinan dalam waktu sepekan sudah ada keputusan.


Ditemui di sela-sela melayat pakar lingkungan hidup, Prof Otto Soemarwoto, yang meninggal dunia kemarin, Wali Kota Bandung Dada Rosada menegaskan pihaknya tetap akan melanjutkan kajian PLTS apa pun yang terjadi.
Kepergian Otto, sosok yang vokal mengkritisi pembangunan PLTS, juga tidak akan memengaruhi sikap Pemerintah Kota Bandung. "Saya sangat hormat kepada beliau. Yang beliau kritisi itu kan soal dioksin, yang katanya berbahaya jika terbakar di udara. Ini sudah diupayakan diatasi secara teknis oleh ITB dan tim pelaksana," paparnya.

Ia meminta warga tidak perlu khawatir akan dampak negatif proyek pengelolaan sampah itu. Sebab, itu sudah diterapkan di berbagai negara, khususnya negara maju. "Jadi, Bandung itu bukan satu-satunya,"ujarnya.

Secara terpisah, Sobirin, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda, mengatakan, pemerintah kota tidak bisa menjadikan PLTS sebagai satu-satunya solusi mengatasi persoalan sampah. Perlu ada alternatif lain yang dipandang lebih efektif, berkelanjutan, dan tidak menimbulkan kontroversi. (MHF/JON)

No comments: