Saturday, October 18, 2008

KURANGI SAMPAH PLASTIK MULAI DARI RUMAH

Pikiran Rakyat, Geulis, 12-10-2008, Lia Marlia
Foto: Rokhani, 2006, Kreasi Plastik Bekas


Menurut anggota DPKLTS Sobirin, jika komposisi sampah plastik rata-rata 5%, setiap hari Bandung menghasilkan 100 ton sampah plastik. Bila ukuran satu kantong plastik 50 x 40 cm dan berat 10 gram, sampah plastik Kota Bandung setara 200 lapangan sepak bola per harinya.





Rumah tangga mempunyai kontribusi sangat besar terhadap penumpukan sampah plastik yang sangat merusak lingkungan. Jika keadaan tersebut terus berlangsung, bagaimana nasib anak cucu kita kelak. Asal ada kemauan, perempuan sebagai ibu rumah tangga bisa kok mengurangi sampah plastik.

Saat ini, belanja rasanya tidak lengkap tanpa kantong plastik. Mulai dari cabai rawit sampai daging sapi, semuanya dibungkus oleh kantong plastik. Belum lagi makanan seperti mi instan dan sosis, pasti dilengkapi kemasan plastik. Nyaris tak ada lagi bahan makanan yang dibungkus daun, seperti halnya zaman dulu daging dikemas dengan daun waru.


Saat menjadi kemasan, plastik memang terasa sangat berguna. Akan tetapi, sesampainya di rumah, plastik-plastik itu menjadi sampah, lalu dibuang begitu saja. Paling banter kantong plastik menjadi pembungkus sampai rumah tangga yang tentu saja ujung-ujungnya dibuang juga. Padahal, plastik termasuk penyumbang kerusakan lingkungan dan bencana alam terbesar!


Plastik = Bencana


Tahukah Anda, rata-rata timbunan sampah Kota Bandung adalah 7.500 meter kubik atau 2.000 ton per hari, di mana setiap orang di Bandung menyumbang sekitar 2,5 liter sampah per hari. Jumlah tersebut didapat dengan asumsi jumlah pembuang sampah di Kota Bandung (penduduk setempat dan pendatang) dibulatkan ke angka 3 juta orang.


Menurut anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono, jika komposisi sampah plastik rata-rata 5% dari jumlah itu, setiap hari Bandung menghasilkan 100 ton sampah plastik. Dengan asumsi ukuran satu kantong plastik 50 x 40 cm dan berat 10 gram, sampah plastik di Kota Bandung setara dengan 200 lapangan sepak bola per harinya.


Dampaknya sudah bisa kita rasakan sekarang. Tumpukan sampah plastik yang dibuang sembarangan selalu menyumbat aliran sungai dan saluran drainase, dan menyebabkan banjir di berbagai daerah di Jawa Barat bila musim hujan tiba.


Jika dicampakkan ke atas tanah, sampah plastik memerlukan ratusan tahun untuk dapat mengurai dan hancur. Artinya, kekayaan tanah akan terganggu. Tanah akan terkena dampak lebih buruk lagi kalau plastik yang dibuang mengandung zat beracun. Sementara itu, jika sampah plastik dibiarkan di tempat sampah, sisa-sisa makanan di atas sampah plastik akan mengundang lalat dan mikroorganisme yang berpotensi menjadi sumber penyakit.


"Maka jika konsumsi plastik dibiarkan membabi buta seperti saat ini, bencana lingkungan yang lebih besar bukan tidak mungkin terjadi di Indonesia atau mungkin di Jawa Barat," katanya khawatir.

Gaya hidup

Ironisnya, sebagian besar sampah plastik ini justru berasal dari rumah tangga. Sobirin mengatakan, 90% warga Bandung belum bertanggung jawab terhadap sampahnya. Setiap anggota tanpa sadar mengonsumsi sampah plastik, tanpa memikirkan bagaimana caranya menghindari, mengurangi, menggunakan kembali, atau mendaur ulangnya. Padahal, hampir setiap rumah tangga membesarkan anak calon penerus bangsa. Tidak terbayang masa depan seperti apa yang akan dialami mereka, jika para orang tua tanpa sadar merusak alam yang akan diwariskannya kelak.

Beberapa negara maju sudah menyadari bahaya sampah plastik. Pemerintah Australia mewajibkan semua supermarket dan pusat perbelanjaan menggunakan kantong kertas, sedangkan Korea Selatan mulai memproduksi kantong plastik biodegradable yang lebih mudah diurai tanah karena terbuat dari bahan organik. Akan tetapi, hal yang sama sulit dilakukan di Indonesia karena menggunakan kantong plastik sudah menjadi gaya hidup. Selain itu, harga plastik biodegradable yang 8-10 kali lipat dari harga plastik biasa, membuat produsen menolak beralih.


Tiga kesalahan

Sebenarnya sudah sejak lama pemerintah menggembor-gemborkan program 3R, yaitu reduce (mengurangi), reuse (menggunakan kembali), dan recycle (daur ulang) untuk mengatasi masalah sampah. Lalu ada pula kampanye memisahkan sampah organik dan anorganik di rumah-rumah. Namun, semua itu bagaikan angin lalu. Hanya segelintir orang yang secara disiplin melakukan hal tersebut.


"Soalnya dalam proses itu, pemerintah dan pihak terkait melakukan tiga kesalahan. Pertama, orang yang menyosialisasikannya tidak kompeten, kedua masyarakat sudah sangat terbiasa menggunakan sampah plastik, dan ketiga metode yang diterapkan salah," ungkap Sobirin.

Oleh karena itu, Sobirin berharap Wali Kota Bandung, memiliki target untuk mengubah perilaku warga Bandung untuk lebih peduli terhadap sampahnya.

Menurut sosiolog Budi Radjab, selama belum ada sanksi yang berat bagi warga yang membuang sampah sembarangan, Indonesia khususnya Jawa Barat tidak akan pernah terbebas dari masalah sampah. Jadi, imbauan pemerintah untuk melakukan 3R atau pemisahan sampah, hanya akan dianggap angin lalu. Soalnya, masyarakat Indonesia hanya peduli dengan apa yang terjadi saat ini, masa di mana mereka hidup.

"Sampah plastik ini kan dampaknya jangka panjang. Nah, kita sulit sekali untuk melihat apa yang akan terjadi, bahkan ketika anak dan cucu kita yang menjadi taruhannya," kata Budi menjelaskan.


Peran perempuan


Perempuan, dalam hal mengurangi sampah plastik ini memegang peranan penting untuk melakukan gerakan sosial terhadap masalah sampah plastik. Bukan hanya karena sebagian besar perempuan bertindak sebagai manajer rumah tangga, tetapi juga karena aksi terbuka seorang perempuan selalu mendapat sorotan lebih. Ini disebabkan masih ada pandangan subordinatif terhadap perempuan. Jadi, ketika perempuan melakukan sesuatu yang besar, anggota keluarga dan masyarakat akan merasa malu karena tidak melakukan hal yang sama sebelumnya.


"Makanya bagi perempuan yang sudah melakukan 3R atau apa pun, tolong jangan didomestikasi kegiatan itu. Kasih lihat sama orang lain, biar dicontoh," ujar Budi Radjab.

Sementara itu, Plt. Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat Setiawan Wangsaatmadja mengatakan, pemerintah sudah mulai mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini. Yaitu dengan mengesahkan UU No. 18/2008 pada Mei lalu. UU tersebut secara eksplisit menyebutkan bahwa setiap perusahaan bertanggung jawab terhadap sampah plastik yang mereka hasilkan. Dengan demikian, sampah plastik menjadi memiliki nilai jual sehingga orang tidak akan lagi sembarangan membuang sampah.


"Nanti mungkin akan ada bank daur ulang, di mana masyarakat bisa menabung bahan-bahan daur ulang, dengan sistem perbankan. Setiap bahan punya kurs dan dapat dicairkan dalam bentuk uang jika tabungan sudah mencapai jumlah tertentu," tuturnya.

Melihat urgensi masalah sampah plastik, Setiawan berharap perangkat pendukung UU seperti Peraturan Pemerintah (PP) dan Perda dapat selesai tahun ini. Di lain pihak, Sobirin maupun Setiawan sepakat aksi individu menghindari, mengurangi, atau mendaur ulang sampah plastik akan berdampak masif terhadap kebaikan lingkungan.

Setiap orang bisa menghindari menggunakan kantong plastik dengan selalu membawa tas belanjaan ke pasar. Jika masih ingin menggunakan kantong plastik, setidaknya jangan menambah jumlah konsumsi plastik. Caranya, dengan menggunakan kembali kantong plastik yang ada. Jika kedua hal itu tidak dapat dilakukan, pilihan berikutnya adalah mendaur ulang sampah plastik.

"Coba cuci sampah plastik seperti kemasan mi instan dan kantung keresek, lalu jemur supaya sumber penyakitnya mati. Setelah itu, kalau tidak bisa mengolahnya kan bisa diberikan kepada orang-orang yang bisa mengolahnya menjadi kerajinan," kata Sobirin. (Lia Marlia) ***

1 comment:

infogue said...

Artikel anda:

http://lingkungan.infogue.com/
http://lingkungan.infogue.com/kurangi_sampah_plastik_mulai_dari_rumah

promosikan artikel anda di infoGue.com. Telah tersedia widget shareGue dan pilihan widget lainnya serta nikmati fitur info cinema untuk para netter Indonesia. Salam!