Wednesday, February 06, 2008

MAHASISWA ITB KAMPANYE ANTIKANTONG PLASTIK

TEMPO-Interaktif, 04-02-2008, Rana Akbari Fitriawan
Foto: Orlando Claffey/ Daily News/ www.metrowestdailynews.com



Masalahnya, kata Sobirin, meski jumlahnya kecil, sampah plastik tidak mudah mengurai. “Kalau dibuang sembarangan bisa menyumbat saluran drainase, dibakar bisa menimbulkan racun dioksin,” katanya.




TEMPO Interaktif, Bandung: Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung menggelar kampanye antikantong plastik (anti plastic bag campaign) mulai Selasa (5/2). “Kami ingin membuat satu tren terutama di kalangan anak muda,” ujar Cinta Azwiendasari, ketua panitia kegiatan ini di Bandung, Senin (4/2).

Kampanye ini diisi serangkaian acara untuk menghimpun dan mengedukasi masyarakat tentang bahaya penggunaan kantong plastik secara berlebihan. “Antara lain lomba desain tas antiplastik, seribu puisi sampah anak Indonesia, serta kampanye mengelilingi Jalan Ganesa dan Dago dengan berjalan kaki,” kata Cinta.

Cinta menambahkan, setiap tahun diperkirakan 500 juta hingga satu miliar kantong plastik dikonsumsi di seluruh dunia, atau hampir mencapai satu juta plastik per menit. Padahal, “Untuk terdekomposisi secara sempurna, plastik butuh waktu sekitar lima ratus tahun,” katanya.
Untuk mendukung kampanye yang berakhir Sabtu mendatang, kata Cinta, pihaknya melibatkan sejumlah ahli dan aktivis lingkungan dari berbagai organisasi, seperti WWF dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi). “Ada juga sejumlah artis seperti Dewi Lestari dan d’Cinnamons,” ujarnya.

Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda Sobirin mengatakan volume sampah plastik di Kota Bandung diperkirakan berjumlah 5 persen dari total sampah yang dihasilkan Kota Bandung setiap harinya. “Total sampah Bandung sekitar lima sampai tujuh ribu meter kubik per hari,” katanya.

Masalahnya, kata Sobirin, meski jumlahnya kecil, sampah plastik tidak mudah mengurai. “Kalau dibuang sembarangan bisa menyumbat saluran drainase, dibakar bisa menimbulkan racun dioksin,” katanya.

Untuk menerapkan pola edukasi antiplastik ini, kata dia, masyarakat Kota Bandung dapat memulai dengan membangun kepercayaan akan bahaya plastik dan kesadaran untuk tidak memakainya. “Lalu kita uraikan keuntungan dan kerugian jika tidak memakai plastik,” katanya.

Setelah itu, lanjut dia, sebelum menerapkan budaya antiplastik, masyarakat dapat membuat kontrak moral untuk tidak memakainya lagi. “Setelah itu kita bisa meniru negara lain untuk melakukan gerakan antiplastik sampai ke sumbernya,” katanya. (Rana Akbari Fitriawan)

No comments: