Wednesday, February 06, 2008

PLTSa BELUM BEGITU MENDESAK

KEBERHASILAN PENGELOLAAN SAMPAH DARI RUMAH TANGGA
Pikiran Rakyat, 05 Februari 2008, A-155
Foto: www.tampagov.net/ Mackay Bay - Pabrik Sampah Jadi Listrik

Anggota DPKLTS Sobirin mengungkapkan itu di sela-sela jumpa pers "Gerakan Anti Tas Plastik" yang digelar Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan (HMTL) di kampus ITB, Jln. Ganeca Bandung, Senin (4/2).



BANDUNG, (PR).-Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Kota Bandung dinilai belum begitu mendesak. Hal itu disebabkan PLTSa belum ada uji model fisik-nya, sehingga jika gagal masalah yang ditimbulkan akan semakin parah. Keberhasilan pengelolaan dan penanganan masalah sampah sangat ditentukan rumah tangga, sementara di Bandung lebih dari 90% warganya tidak peduli terhadap sampah.

Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Sobirin Supardiyono mengungkapkan itu di sela-sela jumpa pers "Gerakan Anti Tas Plastik" yang digelar Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung di kampus ITB, Jln. Ganeca Bandung, Senin (4/2). "Pengelolaan sampah melalui PLTSa tidak semudah yang dibayangkan," ujarnya.

Menurut dia, seharusnya Pemkot Bandung mencoba PLTSa ini bukan dalam skala penuh untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang disebabkan PLTSa. "Lebih baik warga diberi kesempatan, misalnya setahun, untuk bisa melakukan 3R, yakni reduce, reuse, dan recycle sampah yang mereka hasilkan. Jika warga gagal, baru memikirkan pembangunan PLTSa. Semua kan masih dalam bentuk desain," kata Sobirin.

Sobirin yakin bahwa kunci kesuksesan penanggulangan masalah sampah ada di setiap rumah tangga itu sendiri. Seandainya masyarakat bisa menerapkan 3R, PLTSa tidak diperlukan lagi. Ia mencontohkan dengan memperpanjang usia penggunaan sampah, terutama plastik. Dikatakan, untuk mewujudkan kesadaran masyarakat, harus ada political will pemerintah. Pemerintah, harus tegas memberi sanksi kepada warga yang tak peduli sampah.

Berat gajah

Sobirin menjelaskan, sampah di Kota Bandung setiap hari mencapai berat 1.000 ekor gajah, sedangkan lembaran sampah plastik bisa menutupi 50 lapangan sepak bola. Padahal, sampah plastik menjadi sumber bencana lingkungan karena sukar terurai. "Lima persennya merupakan sampah plastik yang susah terurai," ucapnya.

Banjir yang terjadi, ungkap Sobirin, akibat menumpuknya sampah plastik. Untuk mengurangi sampah plastik diperlukan keberanian pemerintah, karena yang dihadapi adalah produsen plastik. "Berani tidak kita meniru Cina yang menghentikan produksi plastiknya walaupun menyumbang banyak untuk negara?" katanya.

Sobirin menegaskan, diperlukan langkah nyata, setidaknya dari kaum muda, misalnya mengirimkan surat resmi kepada pemerintah untuk berani melaksanakan politik anti tas plastik. "Bila langkah formal tidak berhasil, sedangkan ancaman bencana lingkungan meningkat, upayakan melakukan class action demi keselamatan kita," tuturnya.

Sementara itu, dosen Teknik Lingkungan ITB Muhammad Chaerul mengatakan, sebenarnya sampah plastik bisa dijadikan bahan bakar pembantu selain minyak. Hanya, pengelolaannya harus hati-hati karena jika plastik tidak dibakar dengan sempurna malah menghasilkan racun dioksin yang lebih berbahaya. "Pembakaran harus di atas 800 derajat dan lebih dari 2 detik. Jika tidak malah menghasilkan dioksin yang lebih berbahaya," ujar Chaerul.

Senada dengan Sobirin, Chaerul pun berpendapat masyarakatlah yang memegang kunci berhasil atau tidaknya pengelolaan sampah. (A-155)***

No comments: