Wednesday, May 14, 2008

HARAPAN MASYARAKAT DALAM KEBENCANAAN

Balitbangda dan Dewan Riset Daerah Prov Jabar, 14/5-2008
Foto: www.indonesia-1.com/ Tsunami Pangandaran/ 2006

Oleh: Sobirin
Bencana bisa menjadi bisnis yang sangat menguntungkan. Mencari keuntungan dari setiap kejadian bencana akan menjadi suatu trend. Bisa dilakukan pengusaha, birokrat, dan lembaga masyarakat, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Kita harus mewaspadai hal ini.






HARAPAN MASYARAKAT
TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA ALAM
DI JAWA BARAT


Oleh: SOBIRIN - Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda


LOKAKARYA
PENGUATAN KEBIJAKAN PENANGGULANGAN BENCANA ALAM

DI JAWA BARAT

KERJASAMA BALITBANGDA PROVINSI JAWA BARAT - DRD JAWA BARAT

BANDUNG, 14 MEI 2008



Kapasitas Masyarakat dan Konteks Kebencanaan Jawa Barat


Menurut Pater Brouwer, seorang humanis yang pernah tinggal di Jawa Barat sekitar 1960-an, dikatakan bahwa Jawa Barat yang cantik molek ini diciptakan saat Yang Maha Kuasa tersenyum. Namun dibalik keindahan dan kesuburan alamnya, Jawa Barat ternyata sangat rawan dan sensitif terhadap ancaman bencana. Sedikit saja kawasan lindungnya terusik oleh keserakahan manusia, maka akan mudah terjadi bencana yang membawa korban dan kerugian harta benda.


Potensi kebencanaan Jawa Barat yang cukup besar ini sangat korelatif dengan aspek geografis yang bergunung-gunung, aspek klimatologis yang memiliki curah hujan tinggi, aspek geologis yang memiliki banyak gunung api aktif dan zone sesar aktif, aspek demografis yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di antara semua provinsi di Indonesia.


Sebagai gambaran menurut data dari Pusat Volkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2007), disebutkan bahwa dari total kejadian gerakan tanah di Indonesia selama tahun 2003-2005, sebanyak 71% kejadian terjadi di Jawa Barat, dan selama 2006-2007 sebanyak 36%. Belum lagi bencana lainnya seperti gempa bumi, tsunami, banjir, angin ribut, dan kekeringan.


Berdasar banyaknya kejadian bencana dan jumlah korban, dapat dikatakan bahwa pengetahuan, kapasitas, dan peran masyarakat Jawa Barat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana sangat perlu mendapat perhatian untuk ditingkatkan.



Anggapan Masyarakat Tentang Tindak Penanggulangan Bencana


Pemerintah belum optimal dan terkesan lambat, parsial dan sektoral, tidak terpadu dalam penanggulangan bencana.

Penanggulangan bencana masih berorientasi pada upaya tanggap darurat yang pada umumnya hanya berupa pemberian bantuan fisik.
Penanggulangan bencana masih berupa pengerahan bala bantuan relawan, dengan seragam, atribut dan bendera berwarna-warni, geraknya cepat tetapi tidak terkoordinasi.

Masyarakat merasa aman manakala dari TNI dan Kepolisian ikut terjun dalam penanggulangan bencana.
Sebagian besar bala bantuan relawan tidak tahu apa yang harus dikerjakan di lapangan, bahkan beberapa sering menjadi masalah.

Banyak bahan bantuan yang menumpuk, lambat penyalurannya, bahkan tidak tepat sasaran.

Otonomi pemerintah daerah masih gamang dalam hal tanggung jawab pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat, sehingga pada saat bencana terjadi, seringkali menunggu tanggapan langsung dari pusat.

Seminar, loka karya, dan diskusi kebencanaan lebih banyak mengundang masyarakat elit dari pada masyarakat rawan bencana.

Sosialisasi dan pelatihan penanggulangan bencana hanya sekedar formalitas proyek.

Begitu tanggap darurat dianggap selesai, dan bantuan relawan pulang, maka masyarakat korban ditinggalkan di penampungan pengungsian dengan fasilitas minim.



Pemahaman Masyarakat Tentang Perundangan Penanggulangan Bencana


Peraturan perundangan tentang penanggulangan bencana adalah produk kesepakatan pemerintah dan rakyat yang dikandung maksud sebagai ketentuan-ketentuan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Oleh sebab itu masyarakat berpemahaman bahwa amanat peraturan perundangan ini harus ditindak lanjuti dengan pentaatan dan penegakan, dengan alasan-alasan antara lain:


Peraturan perundangan penanggulangan bencana merupakan ketentuan yang efektif untuk secara proaktif mencegah masyarakat dan dunia usaha melakukan kegiatan atau investasi yang dapat menimbulkan atau meningkatkan ancaman bencana. Contoh: larangan menambang bahan galian, larangan menebang pohon di kawasan hutan atau kawasan lindung, dan sebagainya.

Peraturan perundangan penanggulangan bencana dapat mencegah masyarakat dari ancaman bencana yang mungkin terjadi. Contoh: tidak bermukim di sempadan sungai, tidak bermukim di kawasan rawan gempa, dan sebagainya.

Peraturan perundangan penanggulangan bencana dapat memaksa masyarakat untuk mengubah perilaku dan kebiasaan yang berpotensi meningkatkan ancaman bencana. Contoh: larangan membuang sampah sembarangan, larangan mengubah morfologi drainase, dan sebagainya.

Peraturan perundangan penanggulangan bencana dapat mewajibkan pemerintah pusat dan daerah melakukan penyelenggaraan kebencanaan yang lebih efektif. Contoh: sosialisasi rutin kesiapan penanggulangan bencana, investasi untuk perlindungan masyarakat dari ancaman bencana, dan sebagainya.



Harapan Masyarakat Tentang Amanat Penanggulangan Bencana


Harapan filosofis, yaitu:


Bahwa hidup manusia pada hakekatnya adalah berharga dan bermartabat, sehingga penanggulangan bencana merupakan sebuah kebutuhan mendasar.
Bahwa setiap manusia mempunyai hak-hak dasar, termasuk rasa aman dan terlindungi dari bencana adalah hak asasi rakyat.
Ditempatkannya hidup dan kehidupan sebagai hak dasar setiap manusia maka berimplikasi bahwa semua upaya dan langkah harus diambil demi mencegah dan meringankan penderitaan rakyat yang diakibatkan oleh bencana.

Penanggulangan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi pemerintah dalam melindungi rakyat, oleh karenanya rakyat mengharapkan pemerintah dapat melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya.


Harapan terlaksananya amanat Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, antara lain yaitu:


Setiap orang berhak:

mendapatkan perlindungan sosial dan rasa aman, khususnya bagi kelompok masyarakat rentan bencana
mendapatkan pendidikan, pelatihan, dan ketrampilan dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana

mendapatkan informasi secara tertulis dan/atau lisan tentang kebijakan penanggulangan bencana

berperan serta dalam perencanaan, pengoperasian, dan pemeliharaan program penyediaan bantuan pelayanan kesehatan termasuk dukungan psikososial

berpartisipasi dalam pengambilan keputusan terhadap kegiatan penanggulangan bencana, khususnya yang berkaitan dengan diri dan komunitasnya

melakukan pengawasan sesuai dengan mekanisme yang diatur atas pelaksanaan penanggulangan bencana.

mendapatkan bantuan pemenuhan kebutuhan dasar.

memperoleh ganti kerugian karena terkena bencana yang disebabkan oleh kegagalan konstruksi.


Kesadaran Masyarakat Dalam Kewajiban Penanggulangan Bencana


Walaupun penanggulangan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi pemerintah dalam melindungi rakyatnya, dan rakyat mengharapkan pemerintah dapat melaksanakan penanganan bencana sepenuhnya, namun dapat dipahami dan disadari bahwa pemerintah tidak akan mampu melaksanakan penyelanggaraan penanggaulangan secara sendiri.


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanatkan bahwa paradigma penanggulangan bencana diubah dari tanggung jawab pemerintah menjadi urusan bersama masyarakat dan kemaslahatan bersama. Semua aspek penanggulangan bencana, mulai dari kebijakan, kelembagaan, koordinasi dan mekanisme diubah sedemikian rupa sehingga peran aktif masyarakat dan dunia usaha lebih nyata dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Contoh tindaknya antara lain penangulangan bencana berbasis masyarakat, tanggung jawab sosial korporasi dunia usaha dalam penanggulangan bencana, dan sebagainya.

Ada tugas tentu ada hak, ada wewenang tentu ada tanggung jawab (THWT). Oleh sebab itu Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 selain mengamanatkan hak-hak masyarakat, juga mengamanatkan kewajiban-kewajiban masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, yaitu:

Menjaga kehidupan sosial masyarakat yang harmonis, memelihara keseimbangan, keserasian, keselarasan, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup.
Berperan aktif dalam kegiatan penyelenggaraan penanggulangan bencana yang meliputi tahap prabencana, saat tanggap darurat, dan pasca bencana.

Memberikan informasi yang benar kepada publik tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana.



Pilihan Strategis Masyarakat Dalam Penanggulangan Bencana


Banyak aspek, baik langsung maupun tidak langsung, sangat berpengaruh dalam penanggulangan bencana di Jawa Barat di masa mendatang, baik aspek internal kedaerahan, nasional, regional, maupun global. Skenario penanggulangan bencana jangka tahunan, jangka menengah, dan jangka panjang sampai tahun 2025 harus dibuat agar penanggulangan bencana di Jawa Barat menyambung dan tersistem dengan baik.


Skenario kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi sampai dengan tahun 2025 yang harus kita kaji dan waspadai, misalnya:

Ekonomi yang semakin tergantung kepada struktur ekonomi global.

Politik yang semakin memerlukan “leadership” handal, pro pemerataan kesejahteraan dan pro lingkungan.

Budaya yang semakin tidak peduli terhadap lingkungan

Pembangunan yang masih mengandalkan ekspolitasi sumber daya alam.

Kerentanan penduduk yang semakin meningkat, karena jumlah penduduk melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Bencana, baik alami maupun non alami, yang kemungkinan akan semakin sering dan berpotensi merusak.

Bisnis kebencanaan, bencana menjadi bisnis, mencari keuntungan dari setiap kejadian bencana, yang dilakukan baik oleh pengusaha, birokrat maupun lembaga masyarakat, dari dalam maupun dari luar negeri, yang akhirnya rakyat dan negara tetap dirugikan.


Berdasar Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan mengandaikan karakteristik Jawa Barat menjelang sampai tahun 2025, maka perlu dibuat pilihan-pilihan strategis terkait dengan harapan dan peran aktif masyarakat dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana, misalnya:

Harus ada dukungan political action dari pemerintah untuk membangun pendidikan baik formal maupun non-formal dan membangun budaya tentang penanggulangan bencana berbasis masyarakat.

Menggalang animo dan membangun kepercayaan serta keyakinan bahwa masyarakat berpotensi memiliki andil besar dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat akan membangun kesadaran masyarakat dalam menghadapi masalah kebencanaan.

Lebih baik menyiapkan dan membangun kapasitas masyarakat di daerah rawan bencana, dari pada memasang peralatan-peralatan canggih dan mahal yang belum tentu bisa beroperasi.
Membangun kelompok masyarakat sadar bencana yang dibina dengan kelengkapan aspek manajemen (kelembagaan, organisasi, aturan main), fungsi manajemen (perencanaan, pelaksanaan, pengawasan), unsur manajemen (visi, misi, program, sumber daya modal dan manusia, ketrampilan, motivasi dan insentif). Tanpa visi/ tanpa arah, tanpa misi/ tersendat, tanpa program/ tidak efektif, tanpa sumber daya modal dan manusia/ frustasi, tanpa ketrampilan/ lambat dan tidak kompetitif, tanpa motivasi dan insentif/ ragu-ragu dan setengah-setengah).
Advokasi agenda pembangunan yang dapat mengurangi resiko bencana.
Fokus pada ancaman-ancaman bencana yang paling sering dan serius.

Anggaran kebencanaan harus terbuka dan transparan serta terbuka untuk audit oleh publik/ masyarakat.

Memanfaatkan media massa, cetak dan elektronik, untuk menyebar-luaskan informasi tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Data dan informasi kebencanaan supaya dapat diakses secara terbuka dan mudah dari lembaga-lembaga yang terkait dengan kebencanaan.

Segera diterbitkan Peraturan Daerah tentang Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Barat, termasuk di dalamnya untuk mengakomodasi pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jawa Barat.

Sosialisasi dan rembug warga sesering mungkin, sehingga pemahaman sumber bencana dapat diketahui oleh masyarakat, sehingga kesadaran penanggulangan bencana dapat menjadi budaya kehidupan sehari-hari.


Pustaka


Republik Indonesia. 2007. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66.


Republik Indonesia. 2008. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42.


Republik Indonesia. 2008. Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Ditetapkan 26 Januari 2008.


Tim RUU Penanggulangan Bencana. 2006. Naskah Akademik Rencana Undang-Undang Penanggulangan Bencana.



Curriculum Vitae Sobirin

Nama: SOBIRIN, Supardiyono
Tempat/ Tanggal Lahir :Gombong/ 4 Februari 1944

Pendidikan Dasar :Geologi, ITB, lulus 1970


Pendidikan Kerekayasaan:
1974: Engineering and Environmental Geology, USBR, Colorado, USA

1975: Soil Mechanics, Colorado School of Mines, Colorado, USA

1980: Rock Mechanics, CWPRS, Poona, India

1983: Geotechnics for Infrastructures, Hong Kong

1985: Engineering Geology and Low Land Geology, IHE, The Netherlands

1990: Underground Dam, Kyoto University, Kyoto, Japan

1996: Research Equipment Management, Tokyo, Japan
1998: Infrastructure and Environmental Management, NILIM, Okinawa, Japan


Pendidikan Manajerial:
1985: Kursus Manajemen Tingkat IV

1988: Kursus Manajemen Tingkat III

1996: Diklat Sekolah Pimpinan Administrasi Menengah, LAN, (SPAMEN)

1999: Executive Management on Public Works Infrastructures, Japan
2000: Diklat Sekolah Pimpinan Administrasi Tinggi, LAN (SPATI)


Riwayat Pekerjaan:
Selama 30 tahun mengabdi di lembaga penelitian dan pengembangan Departemen Pekerjaan Umum
1997-1998: Sekretaris Badan Litbang Pekerjaan Umum

1998-1999: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman

1999-2000: Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air


Sekarang aktif sebagai pekerja sosial dan lingkungan di:

1. Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS)
2. Bandung Spirit

3. Komunitas Antisipasi Bencana

Pemilik blog:

www.sobirin-xyz.blogspot.com [sobirin is back to nature]

www.clearwaste.blogspot.com [sampah diolah menjadi berkah]


Email:
sobirindpklts@yahoo.com
Telepon:
0812 141 6605

Prestasi: Rumah Zero Waste

No comments: