Friday, May 30, 2008

UMUR OPERASIONAL PLTA SAGULING TERANCAM

BANJIR TETAP TERJADI MESKI SUDAH ADA 30 SODETAN
Republika Online, 22 Mei 2008, Ren
Foto: Sobirin 2006, Waduk Saguling Terancam Sedimentasi


Menurut Sobirin, genangan banjir di cekungan Bandung pernah mencapai 7,5 ribu hektare pada 1986.
Saat itu, solusi yang dilakukan adalah menyodet-nyodet sungai Citarum. Ia menghitung, ada 30 sodetan lebih, namun banjir dan genangan tetap terjadi.



BANDUNG -- Umur operasional PLTA Saguling terancam jika rencana pemerintah memapas Curug Jompong Benteng Hilir Cekungan Bandung terlaksana. Pasalnya, pemapasan itu akan meningkatkan sedimentasi di Saguling dari biasanya sebanyak 4,2 juta meter kubik per tahun.

Seperti diketahui, pemerintah berencana memapas Curug Jompong untuk mengatasi banjir di Bandung Selatan. Wacana itu mengemuka pada 2006, tapi sempat meredam di 2007. Pada 2008, wacana tersebut kembali mengemuka dan kini proyek itu berada di Pemprov Jabar. Rencananya pemapasan curug akan menggunakan dana pinjaman luar negeri.

''Pemapasan itu akan memperbesar nilai sedimentasi,'' ujar Manajer Lahan dan Waduk Saguling, Djoni Santoso dalam acara diskusi bersama Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB), Rabu (21/5). Dia menegaskan, ketika curug dipapas, air akan semakin deras sehingga sedimentasi yang biasanya mengendap di mulut waduk, kini akan langsung menuju dam (waduk).

Djoni mengatakan, sejak berdiri pada 1980-an hingga 2007, sedimentasi di Saguling mencapai 84,8 juta meter kubik. Adapun desain kapasitas Saguling sendiri sekitar 167,7 juta. ''Tinggal di hitung, berapa kapasitas yang tersisa,'' cetus Djoni.

Menurut petugas Sipil dan Lingkungan Saguling, Pitoyo, Saguling bisa membantu penyediaan listrik jika ketersediaan listrik untuk Jawa dan Bali bermasalah. PLTA, sambung dia, merupakan sumber energi yang murah meriah dibanding dengan penggunaan BBM.


Dari catatannya, PLTA Saguling mampu menghemat penggunaan BBM sebanyak 646,8 juta liter per tahun. ''Jika saat ini harga solar untuk industri Rp 6.000 per liter, tinggal dikalikan berapa penghematan yang dilakukan Saguling,'' katanya menandaskan.


Pitoyo mengungkapkan, persoalan banjir adalah masalah yang kompleks. Selama ini, pemerintah tidak memberikan jaminan terhadap hal tersebut. ''Dengan pemapasan, maka gradian akan berubah menjadi semakin miring. Risikonya sudah jelas, namun belum tentu bisa menyelesaikan masalah banjir,'' cetus dia.


Pengurus Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, mengatakan Curug Jompong jangan dipapas atau diganggu sedikitpun. Kata dia, solusi mengatasi masalah banjir, tidak hanya menyodet sungai dan memapas curug.

''Akar masalahnya sebenarnya adalah degradasi kawasan lindung di hulu dan perilaku warga yang tidak berwawasan lingkungan. Curug Jompong sendiri merupakan benteng hilir cekungan Bandung yang harus dipertahankan,'' katanya menegaskan.

Sobirin menjelaskan, luas total cekungan Bandung 350 ribu hektare. Seharusnya secara alami, kawasan lindung yang ada sebanyak 60 persen atau 210 ribu ha. Dengan jumlah penduduk lebih dari tujuh juta, kata dia, maka banyak warga yang akhirnya mengintervensi kawasan lindung dan lahan basah. ''Akhirnya, sifat permukaan tanah yang tadinya mampu meresapkan air, sekarang tidak bisa karena tertutup bangunan. Makanya, saat musim hujan, air tidak terserap sehingga banjir,'' katanya menjelaskan.


Menurut Sobirin, genangan banjir di cekungan Bandung pernah mencapai 7,5 ribu hektare pada 1986. Saat itu, solusi yang dilakukan adalah menyodet-nyodet sungai Citarum. Ia menghitung, ada 30 sodetan lebih, namun banjir dan genangan tetap terjadi.


Sobirin mengatakan, pemerintah mempunyai dua alternatif yakni memapas dan membuat terowongan. Namun, kedua cara ini bukanlah sebuah solusi karena banyak dampak negatif yang akan terjadi. Kata dia, ada lima pola pengelolaan yang bisa dilakukan pemerintah yakni konservasi, pemanfaatan, antisipasi daya rusak, sistem informasi, serta kelembagaan dan kemitraan. ''Namun, yang tidak kalah penting adalah kesadaran masyarakat yang harus ditingkatkan,'' katanya. ren

No comments: