Tuesday, July 10, 2007

19 DAS DI JABAR DALAM KONDISI KRITIS

Jabar Kekurangan 8,9 Miliar m3 Air Setiap Musim Kemarau
Pikiran Rakyat
, 3 November 2004

Foto: Sobirin 2005, S. Cipandak, Cianjur Selatan, mulai kritis


Banyaknya DAS dalam kondisi kritis itu diungkapkan anggota DPKLTS S. Sobirin di sela-sela diskusi antara warga Jabar dan Meneg LH Rahmat Witoelar di Kantor DPKLTS Selasa (2/11)


BANDUNG, (PR).-
Sebanyak 19 daerah aliran sungai (DAS) dari 40 DAS di Jawa Barat dalam kondisi kritis. Dari jumlah itu, 13 di antaranya dikategorikan sangat kritis, 2 kritis, dan 4 agak kritis. Akibat kondisi seperti itu, wilayah Jabar selalu mengalami banjir pada musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Banyaknya DAS dalam kondisi kritis itu diungkapkan anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) S. Sobirin di selasela diskusi antara warga Jabar dan Menteri Negara Lingkungan Hidup (Meneg LH) Rahmat Witoelar yang difasilitasi DPKLTS di Kantor DPKLTS Jln. Riau Kota Bandung, Selasa (2/11).

"Kondisi kritis DAS itu mengakibatkan masyarakat Jabar kekurangan air sekira 8,9 miliar m3/tahun saat musim kemarau," kata Sobirin. Disebutkan, 13 DAS dengan kategori sangat kritis terdiri dari DAS Cisadane, Ciliwung, Citarum, Kali Bekasi, Pegadungan, Ciherang, Cilamaya, Cipunagara, Kali Sewu, Cipanas, Pangkalan, Ciwaringin, dan Cimanggung. "Adapun 2 DAS kritis adalah Cilalanang dan Cimanuk. Sementara itu, empat DAS yang agak kritis adalah Bangka Deres, Citanduy, Ciletuk, dan Cimandiri," katanya. Sobirin melanjutkan, 13 DAS sangat kritis, 2 kritis, dan 1 satu agak kritis yaitu Bangka Deres mengarah ke Laut Jawa di utara. "Sedangkan tiga DAS agak kritis yaitu Citanduy, Ciletuk, dan Cimandiri mengarah ke Lautan Indonesia di selatan.

" Kondisi kritis beberapa DAS itu, lanjutnya, memukul sendi-sendi kehidupan masyarakat Jabar. Pasalnya, kepadatan penduduk Jabar terkonsentrasi di utara. Jadi, begitu DAS-DAS yang mengarah ke utara rusak, sebagian besar masyarakat Jabar pun dipastikan kesulitan air," katanya. Melihat kondisi seperti itu, Sobirin mengatakan rehabilitasi lahan kritis di Jabar harus diupayakan berhasil. "Bila kelestarian hutan bisa dipulihkan, pasokan air ke sungai pun bakal kembali pulih. Jadi, untuk memulihkan kondisi sungai, harus dimulai dengan mengembalikan kelestarian hutan," tandasnya.

Di sisi lain, Sobirin mengaku khawatir Gerakan Rehabilitasi Lahan Kritis (GRLK) di Jabar bakal gagal karena tidak terkendalinya kebutuhan konsumsi kayu. "Hal itu mengakibatkan luas kerusakan hutan setiap tahun menjadi lebih tinggi dibandingkkan yang luas lahan direhabilitasi."

Tampung aspirasi

Sementara itu, Meneg LH Rahmat Witoelar mengatakan akan menampung seluruh aspirasi masyarakat untuk dijadikan bahan dalam menyusun rencana pembangunan lima tahun ke depan. "Karena itu, saya sengaja datang ke Kantor DPKLTS," katanya. Disebutkan, rencana pembangunan lima tahun yang merupakan pengganti Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) direncanakan diundangkan pada Januari 2005.

"Sebagai konsekuensi dari pemilihan presiden langsung, penyusunan rencana pembangunan pun dilakukan oleh eksekutif saja," kata Rahmat. Meneg LH menyebutkan rencana pembangunan lima tahun itu kemudian akan ditawarkan kepada masyarakat. "Setelah disetujui, akan disahkan menjadi undang-undang. Jadi, presiden akan menawarkan visi dan misinya secara langsung kepada rakyat yang memilihnya secara langsung."

Ditegaskan Rahmat, peran Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) di masa mendatang harus lebih besar dibandingkan sebelumnya. "Pada masa lalu, KLH hanya berfungsi 'mencuci piring ' setelah pesta usai atau hanya jadi knalpot, bukan karburator. Buktinya, setelah pabrik berdiri, KLH hanya kebagian getahnya karena harus mengurusi limbahnya saja," katanya. Oleh karena itu, Rahmat mengatakan KLH kelak harus dilibatkan dari mulai perencanaan. "Dengan begitu, keterlibatan KLH pun menjadi lebih besar sehingga diharapkan bisa meminimalkan kerusakan lingkungan," tandasnya. (A-129)***

No comments: