Sunday, July 08, 2007

PERLUASAN TAHURA JUANDA BUKAN MIMPI

Koran Tempo, Jumat, 26 November 2004
Foto: Sobirin, 2007, Pohon Sosis Afrika di Tahura

"Di luar Tahura Juanda, hutan-hutan lain, termasuk hutan lindung, sudah bolong-bolong tidak keruan," kata Sobirin, pemerhati lingkungan DPKLTS, kepada Tempo.



Makan jagung bakar hangat-hangat dalam balutan hawa sejuk sungguh mengasyikkan. Sambil duduk di bangku bambu, di bawah naungan rimbunnya dedaunan pinus (Pinus merkussii), sembari menikmati semilirnya angin, rasanya bikin hidup lebih hidup. Sulit dimungkiri, suasananya begitu menyenangkan.

Saat perut sudah terisi, tak jadi masalah jika ingin berkeliling ke area hutan. Bagi yang suka jalan kaki, tersedia jalan setapak yang berkelak-kelok dan naik-turun perbukitan. Sementara itu, bagi yang berkendaraan motor, tak perlu khawatir. Sebab, jalan beraspal mulus terhampar di antara pepohonan pinus yang tinggi menjulang. Mau ke taman bermain, berkunjung ke museum Juanda, atau ingin uji nyali masuk ke Gua Belanda dan Gua Jepang yang gelap-gulita, silakan!

Itulah suasana yang dijanjikan bagi mereka yang berkunjung ke Tahura Hutan Raya (Tahura) Ir. H. Djuanda, di kawasan Dago Pakar, Bandung Utara. Menempati areal 590 hektare, pesona kawasan yang dulu bernama Wisata Alam Curug Dago--berubah menjadi Tahura Juanda sejak 14 Januari 1985--memang terbilang komplet. Laiknya taman hutan raya, kawasan ini potensial untuk menunjang kepentingan dunia pendidikan, budaya, wisata, dan lain-lain. Sebagai tujuan wisata, "Tahura Juanda sangat memadai," kata Ny. Nuning, 34 tahun, yang datang bersama suami dan kedua anaknya.


Selasa (16/11) siang, pekan lalu, ibu muda itu terlihat menikmati jagung bakar yang dijajakan di pinggir jalan aspal yang membelah kawasan hutan. Tak hanya itu, bersama keluarganya, Nuning juga melahap bakso tahu goreng dari tukang jualan yang mangkal di situ. Selesai makan, wanita berkerudung yang tinggal di kawasan Bandung Timur itu menuju Museum Juanda, juga ingin melongok Gua Belanda dan Jepang. "Pokoknya, muter-muter sampai puas," katanya.


Begitulah, di tengah makin panasnya suhu kota Bandung, keberadaan Tahura Juanda yang masih menawarkan kesejukan menjadi pilihan banyak warga Bandung dan sekitarnya. Tak aneh, saat liburan, termasuk libur Lebaran lalu, setiap hari ratusan pengunjung datang ke sana. Dari kendaraan bermotor yang parkir, termasuk bus-bus besar, sebagian di antaranya berpelat nomor polisi B, asal Jakarta.
Selain sebagai tempat rekreasi, yang tak kalah penting, Tahura Juanda kini merupakan kawasan yang masih hijau royo-royo di Kawasan Bandung Utara (KBU). Adapun menurut citra satelit terbaru, pada 2003, seperti dimiliki Dewan Pemerhati Kawasan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), kondisi hutan yang lain di Bandung Utara sudah hancur. "Di luar Tahura Juanda, hutan-hutan lain, termasuk hutan lindung, sudah bolong-bolong tidak keruan," kata Sobirin, pemerhati lingkungan DPKLTS, kepada Tempo.

Dengan kondisi lingkungan yang centang-perenang seperti itu, Sobirin sangat mendukung gagasan agar kawasan Tahura Juanda diperluas. Ide itu, antara lain, sempat dilansir pemerhati masalah lingkungan, Herdiwan. Alasannya, Kawasan Bandung Utara yang dikelola dalam bentuk hutan lindung dan hutan konservasi selama ini tidak efektif. Untuk itulah, ia usul agar hutan-hutan tersebut diubah menjadi tahura dengan luas keseluruhan menjadi 20 ribu hektare. Selain mencakup Tahura Juanda sekarang, kawasan itu meliputi hutan di Gunung Tangkuban Perahu, Burangrang, Palasari, dan Manglayang.


Jika usul perluasan Tahura Juanda menjadi 20 ribu hektare bisa terlaksana, jelas akan sangat membantu perbaikan lingkungan Bandung Utara yang belakangan kerusakannya makin parah. Masih menurut citra satelit, dari luas Kawasan Bandung Utara secara keseluruhan, yakni 38.500 hektare, 70 persen di antaranya rusak. Kawasan itu sendiri meliputi Gunung Manglayang, Palasari, Bukit Tunggul, Tangkuban Perahu, Burangrang, sebagian utara wilayah Kabupaten Bandung, kota Cimahi, dan kota Bandung.


Tentu saja, sebelum usulan itu diwujudkan, pengkajian lintas sektoral dan public hearing mutlak diperlukan. Bila semua sudah dilakukan, apalagi mengingat pentingnya perbaikan lingkungan, rasanya perluasan Tahura Juanda bukanlah mimpi. "Usulan yang mempercepat pemulihan hutan di Bandung Utara harus kita dukung," Sobirin menandaskan. dwi wiyana

No comments: