Friday, July 20, 2007

PENAMBANGAN PASIR BESI MERUSAK LINGKUNGAN

Eksploitasi Di Tasikmalaya Sudah Ditutup Tahun 2005
KOMPAS
, JABAR, 20 Juli 2007, CHE

Foto: Sobirin, 2006, Pasir Besi Cianjur Selatan: Berkah atau Musibah?


Menurut anggota DPKLTS Supardiyono Sobirin, Kamis (19/7), saat ini penambangan pasir yang ada di pantai selatan Jabar cenderung hanya ke arah negatif.

Bandung, Kompas - Penambangan pasir besi di pantai selatan Jawa Barat perlu dikaji lebih intensif. Pengawasan harus ketat karena keberadaannya dikhawatirkan hanya akan merugikan lingkungan ketimbang memberi keuntungan.

Menurut anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Supardiyono Sobirin, Kamis (19/7), saat ini penambangan pasir yang ada di pantai selatan Jawa Barat cenderung hanya ke arah negatif. Hal ini dilihat dari keuntungan pendapatan asli daerah yang didapat kerap tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan.

Sobirin menuding bahwa langkah eksploitasi atau eksplorasi ke depannya akan merusak lingkungan sekitar. Dengan mengeruk pasir terlalu banyak dikhawatirkan akan membahayakan daerah di sekitar penambangan.

Selama ini, menurut Sobirin, gumuk pasir menjadi salah satu komponen ampuh untuk meredam terjadinya gelombang besar yang ada di laut selatan, baik karena cuaca maupun ancaman tsunami. Ia menambahkan, bila dengan ditanami bakau, kawasan itu pasti menjadi daerah cukup aman dari gelombang pasang atau tsunami.

"Pemerintah daerah harus benar-benar berhati-hati dalam melakukan eksplorasi dan pengeboran pasir besi. Harusnya ada studi komprehensif dan sesuai dengan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Jangan sampai tujuan menyejahterakan rakyat miskin di sekitar pesisir pantai justru makin menyiksa mereka," kata Sobirin.

Kekhawatiran senada diungkapkan Budi Brahmantyo, dosen Departemen Teknik Geologi Fakultas Ilmu Kebumian dan Teknologi Mineral Institut Teknologi Bandung. Menurut dia, dengan melakukan tambang terbuka, pasti ada perubahan lingkungan di sekitarnya, baik tehadap kualitas air maupun produksi mata air. "Tanpa eksplorasi, selain untuk keamanan daerah pesisir, lingkungan di sekitarnya bisa juga dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, atau pariwisata," kata Budi. Di Tasikmalaya ditutup

Hal tersebut ditanggapi postif oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Jawa Barat. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan BPLHD Prima Mayaningtyas, saat ini pihaknya juga tengah melakukan pengawasan ketat di daerah yang sedang dieksplorasi, seperti Garut, Sukabumi dan Cianjur.

Menurut dia, payung hukum juga disiapkan bagi mereka yang nakal. Pihaknya mengacu pada Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 19 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Pasir Besi. Selain itu, ada juga Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 yang salah satunya mengatur tentang larangan aktivitas penambangan sejauh 200 meter dari sempadan pantai.

Dengan peraturan itu, ia mengharapkan jangan sampai potensi besi yang ada mengesampingkan ekosistem di sekitarnya. Untuk mengatasi hal itu, BPLHD belajar dari pengalaman penutupan aktivitas eksploitasi di Tasikmalaya pada 2005.

Selain melihat dari sektor kerusakan lingkungan, faktor finansial yang diterima daerah pun harus dijadikan pertimbangan. Menurut Sobirin, beberapa kebijakan soal pasir besi saat ini tidak menguntungkan. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, dalam distribusi pemerintah daerah memilih menjual bahan mentah ketimbang bahan yang sudah jadi ke luar Jabar atau luar negeri. Akibatnya, potensi pasir besi pun tidak tergali.

Berdasarkan data Dinas Pertambangan Jabar, luas area endapan pasir besi sekitar 2,8 juta meter persegi. Adapun luas endapannya mencapai 10,1 juta meter kubik. Dari jumlah ini diperkirakan total pasir kasar sekitar 17,5 juta ton. Total konsentrat hanya sekitar 2,9 juta ton dan total besi hanya 1,7 juta ton. Daerah potensial antara lain Sukabumi, Cianjur, Tasikmalaya, dan Garut. (CHE)

No comments: