Friday, October 19, 2007

BANJIR DAN KEKERINGAN, BENCANA KETELEDORAN

Dialog Interaktif, Sobirin dan Radio MARA Bandung, 21-09-2007
Foto: Rian Info Gading, Februari 2007, Jakarta Banjir Selamanya


Apa bedanya banjir dan genangan? Banjir adalah peristiwa manakala debit sungai melebihi kapasitas tampungan sungai. Genangan adalah peristiwa manakala kawasan dipenuhi air karena tidak ada drainase yang mematus air tersebut keluar kawasan.




Bulan September 2007, Radio Mara Bandung, gelombang 106,7 FM, menyelenggarakan dialog interaktif dengan tema: Pencegahan banjir dan kekeringan, yang dititik-beratkan pada konsep: Kelembagaan, Pengelolaan, dan Teknologi Sumber Daya Air. Dialog dilakukan tiap minggu dalam bulan September tersebut, dipandu oleh pemandu penyiar profesional Bang Syawal. Saya, Sobirin, sebagai nara sumber mendapat giliran pada tanggal 21 September 2007, bersama nara sumber lain yaitu Prof. Dr. Ir. Sugandar Sumawiganda, dan beberapa orang staf dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat.

Seperti biasanya pada siaran radio dialog interaktif, tema menjadi berkembang sesuai pertanyaan dan komentar para pendengar.

Untuk kesiapan siaran dialog, saya menyiapkan bahan tanya-jawab tentang banjir dan kekeringan untuk agar siaran berjalan dengan baik dan lancar. Sebagai bahan referensi ilmiah, saya mengambil dari Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarif. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Penerbit: Yarsif Watampone, Jakarta (Anggota IKAPI), dan juga dari Hidayat Pawitan dan Joesron Loebis.2004. Sistem Sumber Daya Air. Editor: P.E. Hehanussa, Gadis Sri Haryani, Hidayat Pawitan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Limnologi, Panitia Nasional Program Hidrologi IHP-UNESCO, serta dari beberapa sumber lain.


BANJIR

Apa bedanya banjir dan genangan?
Banjir adalah peristiwa manakala debit sungai melebihi kapasitas tampungan sungai. Genangan adalah peristiwa manakala sebuah kawasan dipenuhi oleh air karena tidak ada drainase yang mematus air tersebut keluar kawasan.

Apa saja yang menjadi penyebab banjir?
Banyak hal bisa menyebabkan terjadinya banjir. Antara lain: curah hujan berlebihan, perubahan land-use, sampah, sedimentasi berlebihan di alur sungai, alih fungsi sempadan sungai, perencanaan banjir tidak tepat, bentuk bawaan alami sungai dan DAS, kapasitas sungai atau drainase tidak memadai, pengaruh pasang air laut (di kawasan pantai), penurunan tanah (land subsidence), bangunan air yang tidak tepat, kerusakan bangunan pengendali banjir.

Apa penyebab paling dominan?
Penyebab utama paling dominan dibanding dengan yang lain adalah: perubahan tata guna lahan. Sebagai contoh:
Land use: hutan, debit (Q) puncak (m3/det) min=10 dan maks=10
(kenaikan 0 kali, sebagai referensi)
Land use: rerumputan, debit (Q) puncak (m3/det) min=23 dan maks=25
(kenaikan 2,0-2,5 kali)

Land use: taman, debit (Q) puncak (m3/det) min=17 dan maks=50
(kenaikan 2,0-5,0 kali)
Land use: sawah, debit (Q) puncak (m3/det) min=25 dan maks=90
(kenaikan 2,5-9,0 kali)
Land use: permukiman, debit (Q) puncak (m3/det) min=50 dan maks=200
(kenaikan 5,0-20,0 kali)

Land use: industri/niaga, debit (Q) puncak (m3/det) min=60 dan maks 250
(kenaikan 6,0-25,0 kali)

Land use: beton/aspal, debit (Q) puncak (m3/det) min=63 dan maks=350
(kenaikan 6,3-35,0 kali)


Apa saja strategi dasar untuk pengelolaan dasar?
Mengurangi ancaman/kerentanan terhadap gangguan banjir (penataan ruang dan tata guna lahan di daerah kawasan banjir)
Mengurangi volume banjir (membangun pengendali banjir atau waduk)
Mengurangi dampak banjir pada masyarakat (mitigasi fisik, asuransi)
Memulihkan potensi alam dan nilai budaya (kearifan lokal, ekowisata)

Bagaimana sebaiknya metode pengendalian banjir?
Pengendalian banjir merupakan suatu hal yang kompleks, karena melibatkan dimensi rekayasa yang melibatkan banyak disiplin ilmu teknik (hidrologi, hidrolika, teknik sungai, dll) dan dimensi sosial, budaya, dan bahkan politik. Metode pengendalian banjir dapat dikelompokkan menjadi Metoda Struktur, dan Metoda Non Struktur, sebagai berikut:

Metoda Struktur Bangunan Pengendali: bendungan (waduk), kolam retensi, sistem polder, sumur resapan.

Metode Struktur Perbaikan Sistem Sungai: sistem jaringan sungai, pelebaran/pengerukan, tanggul banjir, sodetan, banjir kanal, pengendalian sedimen, perbaikan muara
Metode Non Struktur Non Sipil Teknis: pengelolaan DAS, tata guna lahan, penghijauan, pengaturan kawasan banjir, penanganan darurat, peramalan banjir, peringatan dini, pengendalian bantaran, budaya dan kesadaran sosial, penegakan hukum, asuransi.

Bagimana sebaiknya mengenal dan menghadapi banjir?
Banjir adalah persoalan yang kompleks. Beberapa tips mengenal dan menghadapi banjir:
Untuk daerah di sekitar sungai-sungai yang besar perlu dilihat tanda-tanda hujan di dearah hulunya (misal awan mendung tebal), karena sering terjadi daerah tersebut tidak hujan, tetapi tiba-tiba terjadi banjir ( masyarakat menyebut sebagai banjir kiriman).
Di daerah dataran tinggi dengan kemiringan dasar sungai terjal, maka banjir akan datang secara mendadak (instan) dengan daya rusak yang besar, istilah populernya banjir bandang
Di daerah dengan potensi longsor yang tinggi maka banjir bisa membawa lumpur dengan daya rusak yang tinggi.
Bilamana terjadi hujan lebat terus menerus lebih dari satu jam, maka kewaspadaan terhadap banjir perlu ditingkatkan.
Tanggul banjir yang retak-retak harus segera ditutup dengan tanah lempung, untuk menghindari jebolnya tanggul bila terjadi banjir sebab sangat membahayakan permukiman, terutama bila permukiman berada di bawah sungai.
Sampah dan sedimen di alur sungai harus dibersihkan setiap saat.
Perlu dilakukan piket banjir baik oleh warga maupun institusi yang berwenang, dan selalu mencari informasi kepada pihak-pihak yang berwenang.
Saat banjir, hati-hati terhadap aliran listrik, lebih baik aliran listrik dipadamkan saja.
Bila muka air naik terus, amankan barang-barang berharga dan siap-siap untuk mengungsi, dan bawa bahan makanan, minuman, dan obat-obatan secukupnya.
Hati-hati terhadap binatang-binatang buas yang keluar akibat banjir (ular, serangga beracun, dll).
Perlu diwaspadai bagi daerah budidaya yang baru dibuka, karena akibat perubahan fungsi lahan, bisa-bisa kawasan tersebut menjadi rawan banjir.
Waspadi penyakit yang menyertai bencana banjir, misal gatal-gatal, diare, dll.

Persoalan banjir adalah persoalan kehidupan, benarkah?
Banjir merupakan masalah kompleks. Walaupun aturan hukum dan panduan teknis sudah ada, namun praktek di lapangan hampir selalu tidak dapat diterapkan. Setiap keputusan yang diambil ternyata menimbulkan konsekwensi persoalan baru. Misalnya pengaturan kawasan sempadan sungai, menimbulkan konsekwensi penggusuran perumahan. Pemulihan kawasan lindung yang selalu mendapat perlawanan dari upaya pemanfaatan sebagai kawasan budidaya.
Ada 3 konsep penanggulangan banjir, yaitu:

Take away people from water, singkahkeun balarea ti cai (transmigrasi, mahal).
Take away water from people, singkahkeun cai ti balarea (sodetan, banjir kanal, juga mahal).
Living harmony together between people and nature, hirup sauyunan balarea jeung alam (murah).


KEKERINGAN

Apa yang disebut kekeringan?
Kekeringan merupakan fenomena hidrologi dan juga merupakan problem manajemen yang paling kompleks, karena melibatkan banyak stakeholders. Berbagai definisi kekeringan antara lain:
Suatu periode tanpa air hujan yang cukup (menurut meteorologis dan klimatologis)
Suatuperiode kelangkaan air dalam aspek-aspek hidrologi, pertanian, sosial, dan ekonomi.
Suatu interval waktu manakala suplai air hujan aktual di suatu lokasi lebih pendek dibanding suplai air klimatologis sesungguhnya menurut prakiraan normal.
Kekeringan pertanian: suatu periode ketika air dalam pori-porin tanah tidak cukup memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga pertumbuhannya terganggu atau bahkan mati.
Kekeringan hidrologis: suatu periode manakala aliran sungai di bawah normal, atau manakala waduk tidak berair.
Kekeringan sosial ekonomi: pengertian kekeringan yang tidak hanya merupakan proses alam, tetapi telah berdampak kepada kehidupan manusia. Ketika sawah menjadi kering dan puso, mengakibatkan gagal panen. Petani menjual harta benda dan ternaknya dengan harga rendah. Petani semakin terpuruk.

Kekeringan pertanian sepertinya lebih lebih membudaya, mengapa?
Spekulasi petani di lahan tadah hujan. Mengharap ada hujan tapi tidak terjadi hujan.
Pelanggaran terhadap “Rencana Pola dan Tata Tanam” oleh para petani di “Daerah Irigasi”. Ada dua kemungkinan: sengaja melanggar, atau tidak mengetahui informasi.
Air irigasi tidak mengalir ke lokasi pertanian, biasanya di lokasi bagian hilir paling ujung dari “Daerah Irigasi”. Ada dua kemungkinan: jaringan irigasi rusak, atau air diserobot oleh petani di hulu (petani bagian hilir kekurangan air, karena pengguna bagian hulu boros air).
Curah hujan di bawah normal (lebih kering dari pada biasanya)
Sumber air di wilayah Daerah Aliran Sungai (mata air, sungai, situ, waduk) menurun debitnya dan cepat mengering.

Kapan mulai dan berakhirnya kekeringan?
Tidak diketahui dan tidak disadari oleh warga. Warga baru menyadari ketika bencana kekeringan telah terjadi, manakala sumurnya habis, air PDAM tidak mengocor, penyedotan air tanah hanya keluar udara, aliran listrik mati bergiliran. Bencana kekeringan adalah bencana yang datangnya perlahan, merayap, terkadang disebut “creeping disaster”. Kekeringan telah melanda tidak hanya di daerah pertanian, tetapi juga di daerah perkotaan. Banyak kota secara alami telah mengalami kekeringan perkotaan (urban drought), tetapi warga tidak menyadari terutama warga kelas atas ter, karena mereka masih mampu membeli air dalam kemasan.

Bagaimana kita mengetahui daerah-daerah yang rawan kekeringan?
Beberapa institusi pemerintah sebenarnya telah memetakan daerah-daerah rawan pertanian dengan mengklasifikasikan berdasar “indeks kekeringan”. Sayangnya informasi tersebut tidak banyak disosialisasikan kepada masyarakat luas.

Penetapan angka-angka indeks didasarkan kepada 4 variable, yaitu:

Variable terkena: rata-rata luas terkena kekeringan (ha) dalam 5 tahun terakhir, (lebih besar atau sama dengan 1000 ha skor 3; 400-900 ha skor 2; 25-399 ha skor 1; lebih kecil dari 25 skor 0).
Variabel puso:
rata-rata luas puso (ha) dalam 5 tahun terakhir, (lebih besar atau sama dengan 300 ha skor 3; 100-299 ha skor 2; 1-99 ha skor 1; lebih kecil dari 1 ha skor 0).
Variabel frekwensi:
rata-rata frekwensi kejadian dalam 5 tahun terakhir, (4 dan 5 kali skor 3; 3 kali skor 2; 2 dan 1 kali skor 1; 0 kali atau tidak pernah skor 0).
Variabel curah hujan: rata-rata curah hujan (mm/bulan) dalam 5 tahun terakhir, (lebih kecil dari 150 mm/bulan skor 3; 150-199 mm/bulan skor 2; 200-249 mm/bulan skor 1; lebih besar atau sama dengan 250 mm/bulan skor 0).

Dari penggabungan 4 variabel tersebut, daerah rawan kekeringan diklasifikasi ke dalam 4 katagori: sangat rawan skor 10-12, rawan skor 7-9, potensi rawan skor 5-6, tidak rawan skor <4.


Bagaimana keterkaitan daerah rawan kekeringan dengan kondisi sungai, waduk, dan daerah permukiman?

Sungai berbasis kepada debit andalannya, yaitu potensi debit yang dapat dimanfaatkan secara kontinyu sesuai dengan periode atau waktu yang ditentukan (biasanya tahunan):

Sangat rawan bila debit yang tersedia 0-25% dari debit andalan
Rawan bila debit yang tersedia 26-50% dari debit andalan
Potensi rawan bila debit yang tersedia 51-75% dari debit andalan
Tidak rawan bila debit yang tersedia di atas 75% dari debit andalan

Waduk atau situ didasarkan atas ketersediaan airnya berdasar desain awal:
Sangat rawan bila memenuhi kebutuhan 0-25% dari desain manfaat
Rawan bila memenuhi kebutuhan 26-50% dari desain manfaat
Potensi rawan bila memenuhi kebutuhan 51-75% dari desain manfaat
Tidak rawan bila memenuhi kebutuhan di atas 75% dari desain manfaat

Permukiman didasarkan atas kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi:
Sangat rawan 5 lt/orang/hari: minum dan mask
Rawan bila 25 lt/orang/hari: minum, masak, cuci alat masak
Potensi rawan 50-103 lt/orang/hari: minum, masak, cuci, mandi, WC
Tdk rawan 123-138 lt/orang/hari: minum, masak, cuci, mandi, WC, dll.

Apa saja pendekatan strategis yang perlu dilakukan?
Pendekatan strategis yaitu pendekatan dengan konsep keseimbangan antara supply dan demand (ketersediaan dan kebutuhan)
Antisipasi atau menghindari ancaman dari dampak kekeringan.
Pengelolaan masalah kekeringan harus mampu menetapkan taraf resiko kegagalan supply air
Pengelolaan resiko kekurangan air dan keamanan supply air (security of supply)
Kekeringan adalah tidak adanya air yang akan berdampak kepada aspek sosial-ekonomi.

Bagaimana langkah mitigasi penanggulangan kekeringan?

Efisiensi penggunaan air:

Pemenuhan kebutuhan air secara selektif
Efisiensi/penghematan air setiap kebutuhan
Sosialisasi gerakan hemat air:

Pengelolaan SD Air secara efektif (air permukaan dan air tanah)

Koordinasi komprehensif dan terpadu (air permukaan Dinas SD Air, air tanah Dinas Pertambangan, selama ini tidak sinergi)
Prakiraan potensi sd air
Prakiraan kebutuhan sd air
Alokasi proporsional masing-masing kebutuhan
Penetapan skala prioritas

Pemanfaatan embung, situ, waduk secara selektif, efektif, efisien

Review kondisi embung, situ, waduk secara menyeluruh
Analisis keseimbangan kapasitas vs pemanfaatan embung, situ, waduk
Kebutuhan peningkatan daya tampung
Konservasi lahan (sepanjang sejarah, antara pengelola DAS dan pengelola sd air tidak sinergi)

Penyesuaian pola dan tata tanam:

Identifikasi masalah dan solusi pola tanam yang “existing”
Sosialisasi pola tanam terpadu lintas kab/kota
Penetuan pola tanam untuk masing-masing sistem DAS dan irigasi.

Kegiatan yang mendukung kelestarian alam dan air

Tinjauan komprehensif dan terpadu dari DAS terkait
Potensi ketersediaan sd air
Kebutuhan sd air
Alokasi masing-masing kebutuhan (proporsional)
Penetapan skala prioritas

Optimasi pengelolaan SD Air

Identifikasi pengelolaan sd air yang ada
Pemanfaatan tata guna lahan sesuai fungsi lahan lindung dan budidaya
Kajian penataan ruang wilayah
Potensi dan kebutuhan sd air.

Bagaimana respon yang harus dilakukan terhadap bencana kekeringan?
Pertama kali harus diketahui karakteristik kekeringan di suatu daerah yang terkena bencana kekeringan, yang harus ditinjau dari beberapa sisi: kondisi alam, luas terkena, lama kekeringan, dan indek kekeringannya. Dengan mengetahui karakteristik kekeringan di suatu daerah, maka dapat dipilih respon yang tepat, yaitu: tambahan supply, mengurangi kebutuhan, atau meminimalkan dampak.

Tambahan supply:
Thd bangunan yang ada: respon thd tampungan permukaan, tampungan dasar, transfer antar DAS, pembagian kapasitas, konservasi DAS, modifikasi cuaca
Pembangunan baru: waduk, embung, pemompaan air tanah
Gabungan di antara keduanya.

Reduksi kebutuhan:
Proaktif: tindakan legal, insentif-disinsentif, tata guna lahan, pola tata tanam, partisipasi publik, prioritas kebutuhan
Reaktif: program hemat air, pengurangan kebutuhan yg kurang perlu, recycling, pemakaian terukur dan kontribusi, perubahan pola pertanian, penyesuaian kebutuhan permukiman

Minimalisasi dampak:
Strategi antisipasi: sistem peramalan, pengaturan konsumsi, kewaspadaan pemakai, aksi darurat, manajemen konflik
Penyerapan kerugian: asuransi, sosialisasi resiko, kompensasi, mitigasi, cadangan dana
Pengurangan kerugian: pemulihan kerusakan


Referensi:


Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarif. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Penerbit: Yarsif Watampone, Jakarta (Anggota IKAPI)

Hidayat Pawitan dan Joesron Loebis.2004. Sistem Sumber Daya Air. Editor: P.E. Hehanussa, Gadis Sri Haryani, Hidayat Pawitan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Limnologi, Panitia Nasional Program Hidrologi IHP-UNESCO.

No comments: