Tuesday, October 02, 2007

LINGKUNGAN HANCUR, UTANG MENUMPUK

TARIK-ULUR SODETAN CITANDUY
SUARA PEMBARUAN DAILY, 21-05-2003, Eksklusif

Foto: Chris dan Sussy 2002, Lokasi Rencana Sodetan Citanduy

Oleh Wartawan "Pembaruan": Henny A Diana
Sobirin meyakini konsep konservasi merupakan upaya terbaik menyelamatkan Segara Anakan sekaligus memulihkan kondisi Citanduy.


Pakar teknologi pemrosesan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Mubiar Purwasasmita, mengatakan, penyudetan tidak akan menyelesaikan masalah. Dia yakin, rekayasa teknologi yang begitu tiba-tiba itu justru akan memperparah kondisi Segara Anakan dan menimbulkan masalah baru di Pantai Selatan.

Mubiar menilai, dengan sudetan itu, sasaran pengembangan Proyek Citanduy semakin menjauh dan meninggalkan akar permasalahan. Menurutnya, proyek yang semula dipusatkan di hulu belum optimal, tapi sudah bergeser ke tengah, dan kini berpindah ke hilir. "Kenapa tidak menyelesaikan masalah utamanya saja? Urus dulu daerah hulu. Dari penelitian kami, jelas kondisi Segara Anakan yang kritis itu memerlukan penanganan yang lebih serius di hulu sungai dan sepanjang daerah alirannya. Bukan malah membelokkan aliran Citanduy," katanya.

Dikatakan, permasalahan di hulu dan daerah aliran sungai, terutama di Sungai Citanduy, sebenarnya bisa dikendalikan melalui rehabilitasi lahan dan konversi tanah (RLKT). Memang, jika dihitung-hitung upaya itu memerlukan biaya lebih mahal dari sudetan. Waktu yang dibutuhkan pun relatif lebih lama.

Namun, berdasarkan kajian selama 15 tahun (1984-1999), nyatanya telah terjadi penurunan rata-rata total sedimen yang terangkut dari daerah aliran Sungai Citanduy selama dilakukan RLKT. Dari total 16,778 juta ton per tahun pada periode 1984-1991 turun menjadi 6,353 juta ton per tahun pada periode 1992-1999. Artinya, terjadi penurunan rata-rata 1,331 juta ton per tahun selama periode 1992-1999.

"Penurunan itu sebagai dampak program RLKT antara 1980-1992. Realisasinya, pencapaian kegiatan teknik sipil 80 persen dan kegiatan vegetatif 60 persen. Data itu sekaligus membuktikan sebenarnya proyek di hulu masih dapat diandalkan untuk menekan total sedimen yang terangkut aliran Citanduy," kata Mubiar.

Selain itu, Mubiar memaparkan beberapa analisis ilmiah mengenai dampak negatif penyudetan, baik bagi Segara Anakan, pantai selatan, maupun bagi Citanduy sendiri. Bagi Segara Anakan, penyudetan akan menurunkan hingga 75 persen pasokan air, yang berarti juga berkurangnya pasokan nutrisi.

Selama ini, arus air dari Citanduy selain diyakini membawa lumpur, juga merupakan penyumbang air terbanyak, pengatur partikel, temperatur, bahkan kuantitas gerak aliran yang berfungsi menciptakan berbagai tingkat skala habitasi di Segara Anakan.

"Jika berbagai proses alami itu tiba-tiba dihentikan, Segara Anakan akan shock. Lebih parah lagi, semua daya dukung terhadap beragam kehidupan secara signifikan akan lenyap. Keseimbangan ekosistem Segara Anakan akan hilang begitu saja," katanya.

Mengubur Terumbu Karang

Sedangkan bagi kawasan pantai selatan, terutama Teluk Nusa Were, sudetan akan menoreh bagian pantai yang merupakan topografi agak datar. Dengan kondisi itu banjir besar, yang selama ini tidak pernah terjadi, akan siap menghantam setiap saat.

Daratan (tanjung) baru yang terbentuk akan mendefraksi dan merefraksi (mengubah arah) ombak yang datang ke kawasan pantai ke arah timur atau barat.

Refraksi gelombang yang diikuti oleh gelombang pecah akan mengakibatkan terjadinya arus yang mengangkut pasir pantai. Pada musim angin timur, pasir itu akan mengubah arus pantai menjadi ke arah barat. Pasir juga akan mengisi Teluk Pangandaran.

Bila teluk penuh dengan pasir, akan membentuk garis pantai baru. Dampak terparahnya akan mengubur terumbu karang di sepanjang pantai mulai dari Nusa Were, Krapyak sampai Karangnini. Selain itu, juga akan mendangkalkan pelabuhan dan dermaga.

Dijelaskan, sedimen apung sekitar enam juta ton per tahun yang dimuntahkan sudetan akan tetap mengapung karena dinamika ombak yang sangat kuat dari Samudera Hindia. Sedimen apung itu akan mengubah kebiruan laut yang indah di Pantai Pangandaran menjadi keruh kecoklatan.

Konsep Konservasi

Menurut anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) yang juga alumni ITB, Sobirin, saat ini masyarakat di sekitar daerah aliran sungai Citanduy telah siap menghijaukan kawasan itu dengan tanaman kaliandra (Calliandra Sp). Tanaman jenis perdu dan mampu tumbuh di ketinggian 15-1.500 meter dpl dalam kondisi tanah yang sangat buruk sekalipun itu diyakini sangat cocok untuk mempercepat perbaikan daerah kritis.

Data tahun 1997 menunjukkan, areal hutan di sepanjang daerah aliran Sungai Citanduy hanya tinggal 9,38 persen. Hutan di hulu Citanduy, di Gunung Cakrabuana, sebelah utara Tasikmalaya, juga telah gundul. Hampir 73 persen daerah aliran Sungai Citanduy berubah menjadi lahan pertanian. Lebih dari 16 persen menjadi kawasan permukiman dan 2,43 digunakan untuk bangunan yang tidak sesuai peruntukannya. "Kondisi itulah yang menyebabkan sedimen Citanduy terus meningkat," katanya.

Sobirin juga meyakini, konsep konservasi merupakan upaya terbaik untuk menyelamatkan Segara Anakan sekaligus memulihkan kondisi Citanduy. Namun, dia menyadari konsep itu memang tampaknya hanya bisa diterima masyarakat nelayan. Padahal, dalam konsep itu nantinya mencakup penyelamatan hutan mangrove, rehabilitasi lahan (penghijauan) di semua daerah aliran sungai yang bermuara di Segara Anakan.

Akan tetapi, dari berbagai kajian termasuk yang dilakukan oleh tim dari empat perguruan tinggi (ITB, IPB, Universitas Padjajaran Bandung, dan Universitas Galuh) menyimpulkan upaya penyelamatan Segara Anakan dengan atau tanpa sudetan sama-sama berisiko. Sementara, alternatif pembuatan tanggul dianggap mempunyai risiko paling kecil.

Rekomendasi penelitian yang telah menghabiskan biaya besar itu nyatanya tidak juga segera menyelesaikan polemik. Di satu sisi, sudetan diyakini cenderung menghasilkan nilai positif bagi upaya penyelamatan Segara Anakan. Sudetan akan mengurangi sedimentasi di Laguna Segara Anakan hingga 75 persen.

Di sisi lain, sudetan akan berdampak sangat negatif bagi ekosistem di luar laguna terutama Teluk Nusa Were, sebagai muara baru Citanduy. Para pakar lingkungan khawatir, pengalihan muara Citanduy ke Nusa Were akan menimbulkan dampak buruk bagi Pantai Pangandaran. Padahal, kawasan itu merupakan penyumbang pendapatan terbesar dan menjadi kawasan wisata unggulan Kabupaten Ciamis. ***

No comments: