Wednesday, October 31, 2007

PERHATIKAN WILAYAH SELATAN

DAERAH PERBATASAN RAWAN KONFLIK
KOMPAS
Jawa Barat, 31 Oktober 2007, Ynt

Foto: Sobirin 2006, Pantai Cidaun, Jabar Selatan


Sementara itu, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, mengatakan, daerah tengah sebagai daerah penyedia air harus dijaga kelestariannya.


Bandung, Kompas - Pemerintah Provinsi Jawa Barat seharusnya lebih memerhatikan pembangunan pada wilayah Jabar bagian selatan. Wilayah itu relatif tertinggal daripada bagian utara dan tengah. Untuk itu, keberadaan Badan Koordinasi Wilayah atau Bakorwil harus dioptimalkan.

Pakar politik Dede Mariana mengatakan, karakteristik wilayah Jabar beragam. Namun, wilayah selatan yang sumber daya alamnya melimpah relatif tertinggal. "Sebaiknya pemerintah mendatang memfokuskan pada Jabar selatan," kata Dede.

Untuk kawasan utara, Karawang, Indramayu, dan Subang telah menjadi lumbung padi nasional. Industri juga berkembang di kawasan utara meskipun keberadaannya tidak selalu menyejahterakan rakyat. "Rakyat justru termajinalisasikan," kata Dede di Bandung, Selasa (30/10).

Sementara wilayah tengah relatif jauh lebih maju. Sebab, sejak zaman kolonial pembangunan terpusat di daerah tersebut.

Dengan wilayah yang relatif luas, terdiri dari 26 kabupaten/kota, seharusnya pembangunan dapat dilakukan lebih merata dengan mengoptimalkan Bakorwil.

"Seorang gubernur tidak akan memiliki waktu cukup untuk meninjau berbagai kota/kabupaten di Jabar dalam setahun. Dibutuhkan pembantu gubernur yang bekerja optimal," ujar Dede.

Dede berpendapat, keberadaan pembantu gubernur sangat penting karena sejak Danny Setiawan menjadi Gubernur Jabar, ia hanya dibantu seorang wakil gubernur. Padahal, sebelumnya ada tiga wakil gubernur yang bekerja sesuai de-ngan bidangnya, yaitu pemerintahan, ekonomi, dan kesejahteraan.

Selain wilayah selatan, menurut Dede, wilayah perbatasan seperti Depok dan Bogor juga perlu diperhatikan karena di wilayah itu berpotensi terjadi konflik.

"Banyak orang tinggal di Bogor atau Depok, tetapi bekerja di Jakarta. Mereka akan membandingkan fasilitas di dua provinsi yang berbeda. Jalan di DKI bagus, tetapi di Jabar tidak. Akhirnya, penduduk kecewa karena sama-sama membayar pajak, tapi fasilitas yang diberikan tidak sama kualitasnya," papar Dede.

Untuk wilayah perbatasan itu, Dede menyarankan agar diefektifkan kerja Badan Kerja Sama Pembangunan.

Jaga kelestarian

Sementara itu, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, mengatakan, daerah tengah sebagai daerah penyedia air harus dijaga kelestariannya.

Langkah yang bisa ditempuh ialah reboisasi. Sebab, di daerah perbatasan utara-selatan terdapat potensi panas bumi yang membutuhkan air untuk menghasilkan uap air.

"Airnya berasal dari hutan. Jika hutannya rusak, potensi panas bumi pun akan surut. Jabar utara juga kawasan pemakai air karena merupakan lahan sawah abadi," tutur Sobirin.

Selain itu, hutan-hutan di kawasan selatan juga harus dijaga. Saat ini industri perkayuan di Jabar mencapai 5 juta meter kubik kayu per tahun. Adapun hutan negara hanya menyediakan 250.000 meter kubik per tahun, dan hutan rakyat 1 juta meter kubik per tahun.

Untuk itu, konsep agropolitan dapat dikembangkan. Masyarakat bisa menanam pohon bermasa panen tahunan, bulanan, mingguan, dan harian sehingga kebutuhannya tetap terpenuhi. (Ynt)

No comments: