Wednesday, October 31, 2007

PERHATIKAN WILAYAH SELATAN

DAERAH PERBATASAN RAWAN KONFLIK
KOMPAS
Jawa Barat, 31 Oktober 2007, Ynt

Foto: Sobirin 2006, Pantai Cidaun, Jabar Selatan


Sementara itu, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, mengatakan, daerah tengah sebagai daerah penyedia air harus dijaga kelestariannya.


Bandung, Kompas - Pemerintah Provinsi Jawa Barat seharusnya lebih memerhatikan pembangunan pada wilayah Jabar bagian selatan. Wilayah itu relatif tertinggal daripada bagian utara dan tengah. Untuk itu, keberadaan Badan Koordinasi Wilayah atau Bakorwil harus dioptimalkan.

Pakar politik Dede Mariana mengatakan, karakteristik wilayah Jabar beragam. Namun, wilayah selatan yang sumber daya alamnya melimpah relatif tertinggal. "Sebaiknya pemerintah mendatang memfokuskan pada Jabar selatan," kata Dede.

Untuk kawasan utara, Karawang, Indramayu, dan Subang telah menjadi lumbung padi nasional. Industri juga berkembang di kawasan utara meskipun keberadaannya tidak selalu menyejahterakan rakyat. "Rakyat justru termajinalisasikan," kata Dede di Bandung, Selasa (30/10).

Sementara wilayah tengah relatif jauh lebih maju. Sebab, sejak zaman kolonial pembangunan terpusat di daerah tersebut.

Dengan wilayah yang relatif luas, terdiri dari 26 kabupaten/kota, seharusnya pembangunan dapat dilakukan lebih merata dengan mengoptimalkan Bakorwil.

"Seorang gubernur tidak akan memiliki waktu cukup untuk meninjau berbagai kota/kabupaten di Jabar dalam setahun. Dibutuhkan pembantu gubernur yang bekerja optimal," ujar Dede.

Dede berpendapat, keberadaan pembantu gubernur sangat penting karena sejak Danny Setiawan menjadi Gubernur Jabar, ia hanya dibantu seorang wakil gubernur. Padahal, sebelumnya ada tiga wakil gubernur yang bekerja sesuai de-ngan bidangnya, yaitu pemerintahan, ekonomi, dan kesejahteraan.

Selain wilayah selatan, menurut Dede, wilayah perbatasan seperti Depok dan Bogor juga perlu diperhatikan karena di wilayah itu berpotensi terjadi konflik.

"Banyak orang tinggal di Bogor atau Depok, tetapi bekerja di Jakarta. Mereka akan membandingkan fasilitas di dua provinsi yang berbeda. Jalan di DKI bagus, tetapi di Jabar tidak. Akhirnya, penduduk kecewa karena sama-sama membayar pajak, tapi fasilitas yang diberikan tidak sama kualitasnya," papar Dede.

Untuk wilayah perbatasan itu, Dede menyarankan agar diefektifkan kerja Badan Kerja Sama Pembangunan.

Jaga kelestarian

Sementara itu, anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, mengatakan, daerah tengah sebagai daerah penyedia air harus dijaga kelestariannya.

Langkah yang bisa ditempuh ialah reboisasi. Sebab, di daerah perbatasan utara-selatan terdapat potensi panas bumi yang membutuhkan air untuk menghasilkan uap air.

"Airnya berasal dari hutan. Jika hutannya rusak, potensi panas bumi pun akan surut. Jabar utara juga kawasan pemakai air karena merupakan lahan sawah abadi," tutur Sobirin.

Selain itu, hutan-hutan di kawasan selatan juga harus dijaga. Saat ini industri perkayuan di Jabar mencapai 5 juta meter kubik kayu per tahun. Adapun hutan negara hanya menyediakan 250.000 meter kubik per tahun, dan hutan rakyat 1 juta meter kubik per tahun.

Untuk itu, konsep agropolitan dapat dikembangkan. Masyarakat bisa menanam pohon bermasa panen tahunan, bulanan, mingguan, dan harian sehingga kebutuhannya tetap terpenuhi. (Ynt)

Read More..

Saturday, October 20, 2007

PERNYATAAN CPNS BERSEDIA MENANAM POHON

KOMPAS Jawa Barat, 22 Februari 2007, Jon
Foto: Ririn, PR, 22-06-2006, Walikota Bandung dan Penghijauan


Anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda
Sobirin menyambut gembira inisiatif Pemkot Bandung yang mewajibkan CPNS menanam pohon dan membuat sumur resapan. Namun, diingatkan agar hal itu tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menjadi momentum gerakan budaya sadar lingkungan di jajaran birokrasi Pemkot Bandung. "Kesadaran PNS jangan hanya saat pengangkatan, tetapi selamanya," tuturnya.





217 GURU BANTU MENJADI CPNS
Membuat Surat Pernyataan Bersedia Menanam Pohon dan Membuat Sumur Resapan


Bandung, Kompas - Pemerintah Kota Bandung mengangkat 217 guru bantu dan sukarelawan menjadi calon pegawai negeri sipil atau CPNS. Untuk itu, mereka diwajibkan melakukan penghijauan dengan menanam pohon dan membuat sumur resapan sebelum menjalani status barunya.

Wakil Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Evi S Shaleha mewakili Wali Kota Bandung melantik 217 guru CPNS tersebut, Rabu (21/2) di Bandung.

Evi menuturkan, persyaratan yang diberikan kepada guru yang diangkat tersebut merupakan bagian dari program penanaman sejuta pohon yang digalakkan Pemerintah Kota Bandung.

"Hitung-hitung kan sekalian syukuran. Jadi PNS itu kan tidak mudah, ketat persaingannya. Apa salahnya jika ucapan syukur ini diarahkan ke hal yang positif dan untuk kepentingan luas warga Kota Bandung umumnya," ujar Evi.

Guru CPNS ini diwajibkan menandatangani surat pernyataan yang menyatakan kesediaan mereka menanam dua pohon mahoni masing-masing setinggi 2 meter serta membangun satu sumur resapan per 10 orang.

Lokasi penanaman pohon dan sumur resapan itu bisa di mana saja, baik di lingkungan kerja maupun tempat lainnya. Yang melanggar pernyataan kesediaan tersebut akan mendapatkan sanksi disiplin kepegawaian.

"Yang diharapkan kesukarelaan, bukan keterpaksaan. Saat ini kurang lebih 750.000 pohon baru yang tertanam, tinggal 250.000 lagi. Dari mereka akan terkumpul 434 pohon baru. Bisa dibayangkan kalau semua ikut melakukannya," katanya.

Menurut Evi, kewajiban menanam pohon dan membuat sumur resapan tidak hanya berlaku bagi 217 guru CPNS, tetapi juga akan diberlakukan bagi CPNS lainnya.

Kartu pohon

Anggota Dewan Pakar Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda S.Sobirin menyambut gembira inisiatif Pemerintah Kota Bandung yang mewajibkan CPNS menanam pohon dan membuat sumur resapan.

Namun, diingatkan agar hal itu tidak hanya menjadi simbol, tetapi juga menjadi momentum gerakan pembaruan budaya sadar lingkungan di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.
"Kesadaran PNS harus tumbuh. Kalau perlu dilakukan jangan hanya saat pengangkatan, tetapi selama jadi PNS," tuturnya.

Untuk itu diperlukan kesinambungan melalui gerakan perawatan pohon. Sobirin menyarankan agar diberlakukan sistem kartu pohon. Otorisasi sistem ini dijalankan dinas setempat. Dinas mengawasi efektivitas perawatan pohon oleh PNS terkait.

Sobirin mencontohkan kondisi yang terjadi di Australia yang juga menggunakan sistem kartu pohon. "Di sana, kadet (calon perwira militer) harus memiliki kartu ini. Pohon-pohon itu dinamai setelah yang bersangkutan lulus. Ketika mereka jadi jenderal, akan ada kenangan istimewa terhadap pohon-pohon itu," katanya. (jon)

Read More..

Friday, October 19, 2007

BANJIR DAN KEKERINGAN, BENCANA KETELEDORAN

Dialog Interaktif, Sobirin dan Radio MARA Bandung, 21-09-2007
Foto: Rian Info Gading, Februari 2007, Jakarta Banjir Selamanya


Apa bedanya banjir dan genangan? Banjir adalah peristiwa manakala debit sungai melebihi kapasitas tampungan sungai. Genangan adalah peristiwa manakala kawasan dipenuhi air karena tidak ada drainase yang mematus air tersebut keluar kawasan.




Bulan September 2007, Radio Mara Bandung, gelombang 106,7 FM, menyelenggarakan dialog interaktif dengan tema: Pencegahan banjir dan kekeringan, yang dititik-beratkan pada konsep: Kelembagaan, Pengelolaan, dan Teknologi Sumber Daya Air. Dialog dilakukan tiap minggu dalam bulan September tersebut, dipandu oleh pemandu penyiar profesional Bang Syawal. Saya, Sobirin, sebagai nara sumber mendapat giliran pada tanggal 21 September 2007, bersama nara sumber lain yaitu Prof. Dr. Ir. Sugandar Sumawiganda, dan beberapa orang staf dari Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat.

Seperti biasanya pada siaran radio dialog interaktif, tema menjadi berkembang sesuai pertanyaan dan komentar para pendengar.

Untuk kesiapan siaran dialog, saya menyiapkan bahan tanya-jawab tentang banjir dan kekeringan untuk agar siaran berjalan dengan baik dan lancar. Sebagai bahan referensi ilmiah, saya mengambil dari Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarif. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Penerbit: Yarsif Watampone, Jakarta (Anggota IKAPI), dan juga dari Hidayat Pawitan dan Joesron Loebis.2004. Sistem Sumber Daya Air. Editor: P.E. Hehanussa, Gadis Sri Haryani, Hidayat Pawitan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Limnologi, Panitia Nasional Program Hidrologi IHP-UNESCO, serta dari beberapa sumber lain.


BANJIR

Apa bedanya banjir dan genangan?
Banjir adalah peristiwa manakala debit sungai melebihi kapasitas tampungan sungai. Genangan adalah peristiwa manakala sebuah kawasan dipenuhi oleh air karena tidak ada drainase yang mematus air tersebut keluar kawasan.

Apa saja yang menjadi penyebab banjir?
Banyak hal bisa menyebabkan terjadinya banjir. Antara lain: curah hujan berlebihan, perubahan land-use, sampah, sedimentasi berlebihan di alur sungai, alih fungsi sempadan sungai, perencanaan banjir tidak tepat, bentuk bawaan alami sungai dan DAS, kapasitas sungai atau drainase tidak memadai, pengaruh pasang air laut (di kawasan pantai), penurunan tanah (land subsidence), bangunan air yang tidak tepat, kerusakan bangunan pengendali banjir.

Apa penyebab paling dominan?
Penyebab utama paling dominan dibanding dengan yang lain adalah: perubahan tata guna lahan. Sebagai contoh:
Land use: hutan, debit (Q) puncak (m3/det) min=10 dan maks=10
(kenaikan 0 kali, sebagai referensi)
Land use: rerumputan, debit (Q) puncak (m3/det) min=23 dan maks=25
(kenaikan 2,0-2,5 kali)

Land use: taman, debit (Q) puncak (m3/det) min=17 dan maks=50
(kenaikan 2,0-5,0 kali)
Land use: sawah, debit (Q) puncak (m3/det) min=25 dan maks=90
(kenaikan 2,5-9,0 kali)
Land use: permukiman, debit (Q) puncak (m3/det) min=50 dan maks=200
(kenaikan 5,0-20,0 kali)

Land use: industri/niaga, debit (Q) puncak (m3/det) min=60 dan maks 250
(kenaikan 6,0-25,0 kali)

Land use: beton/aspal, debit (Q) puncak (m3/det) min=63 dan maks=350
(kenaikan 6,3-35,0 kali)


Apa saja strategi dasar untuk pengelolaan dasar?
Mengurangi ancaman/kerentanan terhadap gangguan banjir (penataan ruang dan tata guna lahan di daerah kawasan banjir)
Mengurangi volume banjir (membangun pengendali banjir atau waduk)
Mengurangi dampak banjir pada masyarakat (mitigasi fisik, asuransi)
Memulihkan potensi alam dan nilai budaya (kearifan lokal, ekowisata)

Bagaimana sebaiknya metode pengendalian banjir?
Pengendalian banjir merupakan suatu hal yang kompleks, karena melibatkan dimensi rekayasa yang melibatkan banyak disiplin ilmu teknik (hidrologi, hidrolika, teknik sungai, dll) dan dimensi sosial, budaya, dan bahkan politik. Metode pengendalian banjir dapat dikelompokkan menjadi Metoda Struktur, dan Metoda Non Struktur, sebagai berikut:

Metoda Struktur Bangunan Pengendali: bendungan (waduk), kolam retensi, sistem polder, sumur resapan.

Metode Struktur Perbaikan Sistem Sungai: sistem jaringan sungai, pelebaran/pengerukan, tanggul banjir, sodetan, banjir kanal, pengendalian sedimen, perbaikan muara
Metode Non Struktur Non Sipil Teknis: pengelolaan DAS, tata guna lahan, penghijauan, pengaturan kawasan banjir, penanganan darurat, peramalan banjir, peringatan dini, pengendalian bantaran, budaya dan kesadaran sosial, penegakan hukum, asuransi.

Bagimana sebaiknya mengenal dan menghadapi banjir?
Banjir adalah persoalan yang kompleks. Beberapa tips mengenal dan menghadapi banjir:
Untuk daerah di sekitar sungai-sungai yang besar perlu dilihat tanda-tanda hujan di dearah hulunya (misal awan mendung tebal), karena sering terjadi daerah tersebut tidak hujan, tetapi tiba-tiba terjadi banjir ( masyarakat menyebut sebagai banjir kiriman).
Di daerah dataran tinggi dengan kemiringan dasar sungai terjal, maka banjir akan datang secara mendadak (instan) dengan daya rusak yang besar, istilah populernya banjir bandang
Di daerah dengan potensi longsor yang tinggi maka banjir bisa membawa lumpur dengan daya rusak yang tinggi.
Bilamana terjadi hujan lebat terus menerus lebih dari satu jam, maka kewaspadaan terhadap banjir perlu ditingkatkan.
Tanggul banjir yang retak-retak harus segera ditutup dengan tanah lempung, untuk menghindari jebolnya tanggul bila terjadi banjir sebab sangat membahayakan permukiman, terutama bila permukiman berada di bawah sungai.
Sampah dan sedimen di alur sungai harus dibersihkan setiap saat.
Perlu dilakukan piket banjir baik oleh warga maupun institusi yang berwenang, dan selalu mencari informasi kepada pihak-pihak yang berwenang.
Saat banjir, hati-hati terhadap aliran listrik, lebih baik aliran listrik dipadamkan saja.
Bila muka air naik terus, amankan barang-barang berharga dan siap-siap untuk mengungsi, dan bawa bahan makanan, minuman, dan obat-obatan secukupnya.
Hati-hati terhadap binatang-binatang buas yang keluar akibat banjir (ular, serangga beracun, dll).
Perlu diwaspadai bagi daerah budidaya yang baru dibuka, karena akibat perubahan fungsi lahan, bisa-bisa kawasan tersebut menjadi rawan banjir.
Waspadi penyakit yang menyertai bencana banjir, misal gatal-gatal, diare, dll.

Persoalan banjir adalah persoalan kehidupan, benarkah?
Banjir merupakan masalah kompleks. Walaupun aturan hukum dan panduan teknis sudah ada, namun praktek di lapangan hampir selalu tidak dapat diterapkan. Setiap keputusan yang diambil ternyata menimbulkan konsekwensi persoalan baru. Misalnya pengaturan kawasan sempadan sungai, menimbulkan konsekwensi penggusuran perumahan. Pemulihan kawasan lindung yang selalu mendapat perlawanan dari upaya pemanfaatan sebagai kawasan budidaya.
Ada 3 konsep penanggulangan banjir, yaitu:

Take away people from water, singkahkeun balarea ti cai (transmigrasi, mahal).
Take away water from people, singkahkeun cai ti balarea (sodetan, banjir kanal, juga mahal).
Living harmony together between people and nature, hirup sauyunan balarea jeung alam (murah).


KEKERINGAN

Apa yang disebut kekeringan?
Kekeringan merupakan fenomena hidrologi dan juga merupakan problem manajemen yang paling kompleks, karena melibatkan banyak stakeholders. Berbagai definisi kekeringan antara lain:
Suatu periode tanpa air hujan yang cukup (menurut meteorologis dan klimatologis)
Suatuperiode kelangkaan air dalam aspek-aspek hidrologi, pertanian, sosial, dan ekonomi.
Suatu interval waktu manakala suplai air hujan aktual di suatu lokasi lebih pendek dibanding suplai air klimatologis sesungguhnya menurut prakiraan normal.
Kekeringan pertanian: suatu periode ketika air dalam pori-porin tanah tidak cukup memenuhi kebutuhan air tanaman, sehingga pertumbuhannya terganggu atau bahkan mati.
Kekeringan hidrologis: suatu periode manakala aliran sungai di bawah normal, atau manakala waduk tidak berair.
Kekeringan sosial ekonomi: pengertian kekeringan yang tidak hanya merupakan proses alam, tetapi telah berdampak kepada kehidupan manusia. Ketika sawah menjadi kering dan puso, mengakibatkan gagal panen. Petani menjual harta benda dan ternaknya dengan harga rendah. Petani semakin terpuruk.

Kekeringan pertanian sepertinya lebih lebih membudaya, mengapa?
Spekulasi petani di lahan tadah hujan. Mengharap ada hujan tapi tidak terjadi hujan.
Pelanggaran terhadap “Rencana Pola dan Tata Tanam” oleh para petani di “Daerah Irigasi”. Ada dua kemungkinan: sengaja melanggar, atau tidak mengetahui informasi.
Air irigasi tidak mengalir ke lokasi pertanian, biasanya di lokasi bagian hilir paling ujung dari “Daerah Irigasi”. Ada dua kemungkinan: jaringan irigasi rusak, atau air diserobot oleh petani di hulu (petani bagian hilir kekurangan air, karena pengguna bagian hulu boros air).
Curah hujan di bawah normal (lebih kering dari pada biasanya)
Sumber air di wilayah Daerah Aliran Sungai (mata air, sungai, situ, waduk) menurun debitnya dan cepat mengering.

Kapan mulai dan berakhirnya kekeringan?
Tidak diketahui dan tidak disadari oleh warga. Warga baru menyadari ketika bencana kekeringan telah terjadi, manakala sumurnya habis, air PDAM tidak mengocor, penyedotan air tanah hanya keluar udara, aliran listrik mati bergiliran. Bencana kekeringan adalah bencana yang datangnya perlahan, merayap, terkadang disebut “creeping disaster”. Kekeringan telah melanda tidak hanya di daerah pertanian, tetapi juga di daerah perkotaan. Banyak kota secara alami telah mengalami kekeringan perkotaan (urban drought), tetapi warga tidak menyadari terutama warga kelas atas ter, karena mereka masih mampu membeli air dalam kemasan.

Bagaimana kita mengetahui daerah-daerah yang rawan kekeringan?
Beberapa institusi pemerintah sebenarnya telah memetakan daerah-daerah rawan pertanian dengan mengklasifikasikan berdasar “indeks kekeringan”. Sayangnya informasi tersebut tidak banyak disosialisasikan kepada masyarakat luas.

Penetapan angka-angka indeks didasarkan kepada 4 variable, yaitu:

Variable terkena: rata-rata luas terkena kekeringan (ha) dalam 5 tahun terakhir, (lebih besar atau sama dengan 1000 ha skor 3; 400-900 ha skor 2; 25-399 ha skor 1; lebih kecil dari 25 skor 0).
Variabel puso:
rata-rata luas puso (ha) dalam 5 tahun terakhir, (lebih besar atau sama dengan 300 ha skor 3; 100-299 ha skor 2; 1-99 ha skor 1; lebih kecil dari 1 ha skor 0).
Variabel frekwensi:
rata-rata frekwensi kejadian dalam 5 tahun terakhir, (4 dan 5 kali skor 3; 3 kali skor 2; 2 dan 1 kali skor 1; 0 kali atau tidak pernah skor 0).
Variabel curah hujan: rata-rata curah hujan (mm/bulan) dalam 5 tahun terakhir, (lebih kecil dari 150 mm/bulan skor 3; 150-199 mm/bulan skor 2; 200-249 mm/bulan skor 1; lebih besar atau sama dengan 250 mm/bulan skor 0).

Dari penggabungan 4 variabel tersebut, daerah rawan kekeringan diklasifikasi ke dalam 4 katagori: sangat rawan skor 10-12, rawan skor 7-9, potensi rawan skor 5-6, tidak rawan skor <4.


Bagaimana keterkaitan daerah rawan kekeringan dengan kondisi sungai, waduk, dan daerah permukiman?

Sungai berbasis kepada debit andalannya, yaitu potensi debit yang dapat dimanfaatkan secara kontinyu sesuai dengan periode atau waktu yang ditentukan (biasanya tahunan):

Sangat rawan bila debit yang tersedia 0-25% dari debit andalan
Rawan bila debit yang tersedia 26-50% dari debit andalan
Potensi rawan bila debit yang tersedia 51-75% dari debit andalan
Tidak rawan bila debit yang tersedia di atas 75% dari debit andalan

Waduk atau situ didasarkan atas ketersediaan airnya berdasar desain awal:
Sangat rawan bila memenuhi kebutuhan 0-25% dari desain manfaat
Rawan bila memenuhi kebutuhan 26-50% dari desain manfaat
Potensi rawan bila memenuhi kebutuhan 51-75% dari desain manfaat
Tidak rawan bila memenuhi kebutuhan di atas 75% dari desain manfaat

Permukiman didasarkan atas kebutuhan air bersih yang dapat dipenuhi:
Sangat rawan 5 lt/orang/hari: minum dan mask
Rawan bila 25 lt/orang/hari: minum, masak, cuci alat masak
Potensi rawan 50-103 lt/orang/hari: minum, masak, cuci, mandi, WC
Tdk rawan 123-138 lt/orang/hari: minum, masak, cuci, mandi, WC, dll.

Apa saja pendekatan strategis yang perlu dilakukan?
Pendekatan strategis yaitu pendekatan dengan konsep keseimbangan antara supply dan demand (ketersediaan dan kebutuhan)
Antisipasi atau menghindari ancaman dari dampak kekeringan.
Pengelolaan masalah kekeringan harus mampu menetapkan taraf resiko kegagalan supply air
Pengelolaan resiko kekurangan air dan keamanan supply air (security of supply)
Kekeringan adalah tidak adanya air yang akan berdampak kepada aspek sosial-ekonomi.

Bagaimana langkah mitigasi penanggulangan kekeringan?

Efisiensi penggunaan air:

Pemenuhan kebutuhan air secara selektif
Efisiensi/penghematan air setiap kebutuhan
Sosialisasi gerakan hemat air:

Pengelolaan SD Air secara efektif (air permukaan dan air tanah)

Koordinasi komprehensif dan terpadu (air permukaan Dinas SD Air, air tanah Dinas Pertambangan, selama ini tidak sinergi)
Prakiraan potensi sd air
Prakiraan kebutuhan sd air
Alokasi proporsional masing-masing kebutuhan
Penetapan skala prioritas

Pemanfaatan embung, situ, waduk secara selektif, efektif, efisien

Review kondisi embung, situ, waduk secara menyeluruh
Analisis keseimbangan kapasitas vs pemanfaatan embung, situ, waduk
Kebutuhan peningkatan daya tampung
Konservasi lahan (sepanjang sejarah, antara pengelola DAS dan pengelola sd air tidak sinergi)

Penyesuaian pola dan tata tanam:

Identifikasi masalah dan solusi pola tanam yang “existing”
Sosialisasi pola tanam terpadu lintas kab/kota
Penetuan pola tanam untuk masing-masing sistem DAS dan irigasi.

Kegiatan yang mendukung kelestarian alam dan air

Tinjauan komprehensif dan terpadu dari DAS terkait
Potensi ketersediaan sd air
Kebutuhan sd air
Alokasi masing-masing kebutuhan (proporsional)
Penetapan skala prioritas

Optimasi pengelolaan SD Air

Identifikasi pengelolaan sd air yang ada
Pemanfaatan tata guna lahan sesuai fungsi lahan lindung dan budidaya
Kajian penataan ruang wilayah
Potensi dan kebutuhan sd air.

Bagaimana respon yang harus dilakukan terhadap bencana kekeringan?
Pertama kali harus diketahui karakteristik kekeringan di suatu daerah yang terkena bencana kekeringan, yang harus ditinjau dari beberapa sisi: kondisi alam, luas terkena, lama kekeringan, dan indek kekeringannya. Dengan mengetahui karakteristik kekeringan di suatu daerah, maka dapat dipilih respon yang tepat, yaitu: tambahan supply, mengurangi kebutuhan, atau meminimalkan dampak.

Tambahan supply:
Thd bangunan yang ada: respon thd tampungan permukaan, tampungan dasar, transfer antar DAS, pembagian kapasitas, konservasi DAS, modifikasi cuaca
Pembangunan baru: waduk, embung, pemompaan air tanah
Gabungan di antara keduanya.

Reduksi kebutuhan:
Proaktif: tindakan legal, insentif-disinsentif, tata guna lahan, pola tata tanam, partisipasi publik, prioritas kebutuhan
Reaktif: program hemat air, pengurangan kebutuhan yg kurang perlu, recycling, pemakaian terukur dan kontribusi, perubahan pola pertanian, penyesuaian kebutuhan permukiman

Minimalisasi dampak:
Strategi antisipasi: sistem peramalan, pengaturan konsumsi, kewaspadaan pemakai, aksi darurat, manajemen konflik
Penyerapan kerugian: asuransi, sosialisasi resiko, kompensasi, mitigasi, cadangan dana
Pengurangan kerugian: pemulihan kerusakan


Referensi:


Robert J. Kodoatie dan Roestam Sjarif. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Penerbit: Yarsif Watampone, Jakarta (Anggota IKAPI)

Hidayat Pawitan dan Joesron Loebis.2004. Sistem Sumber Daya Air. Editor: P.E. Hehanussa, Gadis Sri Haryani, Hidayat Pawitan, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Pusat Penelitian Limnologi, Panitia Nasional Program Hidrologi IHP-UNESCO.

Read More..

Saturday, October 13, 2007

MENYONGSONG MULOK PENDIDIKAN LINGKUNGAN HIDUP

Pikiran Rakyat, 13 Januari 2007, Forum Guru
Foto: Sobirin 2004, Lapangan Gasibu Bandung di hari Minggu

Oleh MIRA NURYANTI

Menurut Ir.
Sobirin, pemerhati dan peneliti lingkungan hidup, selama 310 hari dalam setahun, warga Bandung hidup dalam lingkungan yang tidak sehat. Fenomena tersebut tidak sejalan dengan visi Kota Bandung sebagai kota jasa yang bermartabat (bersih, nyaman, taat, bersahabat).



Awal Januari 2007 kemarin, guru-guru se-Kota Bandung membuat sejarah baru dalam dunia pendidikan. Yaitu sebagai kota pertama yang memasukkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) menjadi mulok (muatan lokal) di sekolah se-Kota Bandung.


Peristiwa luar biasa itu terjadi pada acara kuliah umum bagi guru pendidikan PLH dalam rangka menyongsong diberlakukannya kurikulum PLH Kota Bandung. Hadir dalam acara tersebut Wali Kota Bandung Bapak Dada Rosada, Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung dan jajaran stakeholder yang terkait. Pemberian mulok PLH akan dilaksanakan mulai semester II tahun ajaran 2006-2007.

Salah satu unsur manajemen penyelenggaraan PLH adalah aspek kebijakan. Dalam hal ini political will dari Pak Dada yang termanifestasi berupa dukungan penuh dengan menyetujui memasukkan PLH sebagai mulok kurikulum sekolah. Hal itu dilatarbelakangi oleh lingkungan Kota Bandung yang sudah tidak nyaman lagi. Sehingga upaya penyelamatan lingkungan hidup sangat mendesak bagi Kota Bandung.

Jalur pendidikan adalah salah satu upaya untuk membentuk masyarakat yang ramah dan berwawasan lingkungan. Menurut Ir. Sobirin, pemerhati dan peneliti lingkungan hidup, selama 310 hari/tahun, warga Bandung hidup dalam lingkungan yang tidak sehat. Fenomena tersebut tidak sejalan dengan visi Kota Bandung yaitu mewujudkan Kota Bandung sebagai kota jasa dan bermartabat (bersih, nyaman, taat, bersahabat). Karenanya, PLH sudah saatnya untuk digulirkan di Kota Bandung yang akan bermuara pada keberlanjutan keberadaan Kota Bandung.

Dalam Undang-Undang No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dinyatakan bahwa lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya. Sehingga PLH diarahkan pada sikap masyarakat yang ramah dan peduli terhadap lingkungan. Ada tujuh sasaran utama PLH Kota Bandung, yaitu;

Pertama, kepercayaan (trust); membantu anak didik membangun, kepercayaan dan keyakinan Kota Bandung mampu menjadi kota jasa yang bermartabat.

Kedua, kesadaran (awareness); membantu anak didik menggali kesadaran dan kepekaan terhadap lingkungan dan masalah-masalah yang terkait.

Ketiga, pengetahuan (knowledge); membantu anak didik mempelajari pengalaman dan pemahaman dasar tentang lingkungan dan masalah-masalah yang terkait.

Keempat, sikap (attitude) membantu anak didik memiliki rasa dan tata nilai lingkungan, serta motivasi untuk aktif mengambil bagian dalam kegiatan pemulihan dan pengendalian lingkungan hidup.

Kelima, keterampilan (skill); membantu anak didik menguasai keterampilan untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah lingkungan.

Keenam, keikutsertaan (participation); membantu anak didik memperoleh kesempatan aktif terlibat di semua tingkatan perbaikan lingkungan.

Ketujuh, tindakan (action); membantu anak didik melakukan tindakan kegiatan perbaikan lingkungan dimulai dari lingkungan sendiri.

Pada operasionalisasinya, tujuh sasaran utama PLH tersebut berada di pundak guru sebagai fasilitator pembelajaran PLH. Maka sebagai tindak lanjut pemberlakuan program mulok PLH, diperlukan pelatihan guru-guru tentang PLH untuk penyatuan visi dan misi. Sehingga terjadi penyeragaman persepsi dan paradigma yang sama untuk mewujudkan tujuh sasaran utama PLH dengan berpijak pada prioritas masalah lingkungan hidup Kota Bandung.

Akhirnya revitalisasi lingkungan hidup, baik secara kualitas maupun kuantitas, adalah tanggung jawab kita semua. Dinas Pendidikan Kota Bandung telah mewadahinya melalui kurikulum PLH, tentu saja didukung penuh oleh Pemerintah Kota Bandung. Tidak tanggung-tanggung, demi mewujudkan wajah Bandung yang ramah lingkungan, pembiayaan mulok PLH sepenuhnya dianggarkan dari Pemerintah Kota Bandung plus umroh gratis pun disiapkan sebagai bentuk apresiasi dari Wali Kota Bandung untuk guru-guru yang berhasil mengimplementasikan mulok PLH.

Sejarah bukan sekadar torehan emas, tetapi sejarah pada hari ini adalah sebentuk manifestasi tanggung jawab terhadap kelangsungan generasi pewaris dalam konteks lingkungan. Mari kita sukseskan mulok PLH di Kota Bandung yang pencanangannya akan diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat, bulan ini juga. Semoga.***
Penulis, Guru SMP Ganesha Kota Bandung, Tentor di Primagama TKI dan Pengajar di AMIK BSI Bandung.

Read More..

Sunday, October 07, 2007

CALON GUBERNUR: THE BEST AMONG THE WORSTS

Obrolan DPKLTS 04-10-2007, Ambisius Jadi Gubernur?
Foto: Sobirin 2007, Mundur Saja Kalau Tidak Memenuhi Syarat!

Oleh: SOBIRIN

Calon-calon yang berambisi menjadi orang Nomor 1 dan 2 di Jawa Barat, baik yang merasa mampu dan yang jelas-jelas oleh rakyat dianggap tidak mampu, telah mulai bermunculan dan saling menebar pesona mencari massa pendukung.



Bila tidak ada aral melintang, pemilihan secara langsung Gubernur Jawa Barat (periode 2008-2013) akan diselenggarakan pada hari Minggu tanggal 13 April 2008 yang akan datang. Banyak keinginan rakyat terhadap calon gubernur ini, ada yang berkeinginan calon harus pro pendidikan (Pikiran Rakyat, 27 September 2007), ada yang menginginkan calon harus memprioritaskan lingkungan (Kompas Jawa Barat, 5 Juni 2007 dan 3 Oktober 2007).


Sobirin dalam Kompas Jawa Barat (5 Juni 2007) mengatakan mencari pemimpin yang 100 persen prolingkungan tidak mungkin. Sebab, idealnya seorang pemimpin harus mampu membuat sinergi antar 3P (for people, for profit, for planet). For people untuk kesejahteraan rakyat, for profit untuk kemajuan ekonomi, dan for planet untuk kelestarian lingkungan Tanah Air. Tetapi pemimpin yang tidak menggunakan unsur lingkungan dalam manajemen pemerintahannya dipastikan akan menuai bencana.

Dalam pertemuan anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) tanggal 4 Oktober 2007, yang dihadiri oleh sesepuh Jawa Barat Solihin GP, terungkap beberapa persyaratan yang seharusnya dipenuhi oleh calon gubernur Jawa Barat. Persyaratan-persyaratan ini akan disusun lebih operasional dan akan disiarkan secara resmi oleh DPKLTS. Adapun draft persyaratan ini antara lain memuat hal-hal sebagai berikut:


NYATA-NYATA MENCINTAI DAN DICINTAI RAKYAT JAWA BARAT

Sebagai syarat mutlak yaitu nyata-nyata mencintai rakyat Jawa Barat, dan sebaliknya dikenal dan dicintai oleh rakyat Jawa Barat.

Berperilaku merakyat, memahami dan menyelami langsung kehidupan dan keinginan masyarakat.

Mampu secara cepat menyelesaikan akar masalah kemiskinan masyarakat.

Mampu mengidentifikasi, merencana, merealisasi peningkatan daya beli, pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan pemasaran produk-produk masyarakat.

Mampu merealisasikan Jawa Barat sebagai provinsi yang sehat, cerdas, dan sejahtera.


MAMPU SEBAGAI PEMIMPIN YANG SEDERHANA TETAPI DINAMIS

Memiliki ukuran pribadi yang bisa menjadi panutan rakyat, tidak terindikasi cacat moral, tidak dalam urusan yang berwajib karena dugaan korupsi dan kejahatan lainnya.

Berperilaku hidup sederhana dan memiliki sense of crisis baik secara pribadi, keluarga, maupun dalam lingkungan kerjanya.

Mampu berkomunikasi baik kepada jajaran birokrasi maupun kepada kalangan masyarakat luas, dinamis dan tidak gagap teknologi.


MAMPU MEMBANGUN JAWA BARAT BERBASIS KEKUATAN RAKYAT

Mampu memobilisasi potensi kesemestaan fisik dan sistem nilai budaya masyarakat pedesaan sebagai modal utama keberhasilan pembangunan Jawa Barat.

Mampu merealisasikan konsep ketahanan pangan Jawa Barat dalam bentuk mempertahankan lahan sawah abadi dengan konsep mengutamakan tanam padi organik secara seksama, serta konversi keaneka-ragaman jenis pangan.

Mampu mengembangkan ekonomi kerakyatan dan berani menghentikan kegiatan ekonomi berbasis monopolistik, oligopolistik, kapitalistik yang selama ini telah menghilangkan hak dan akses masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alamnya.


MAMPU MEMULIHKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN JAWA BARAT

Memahami seluk-beluk karakteristik alam Jawa Barat, baik potensi manfaat maupun potensi ancaman kebencanaannya.

Mampu menjaga keamanan lingkungan hidup Jawa Barat, memberantas penebangan liar, perambahan hutan dan perkebunan, alih fungsi kawasan lindung, penambangan liar, serta mampu melaksanakan penghutanan kembali lahan kritis baik pada tanah negara maupun masyarakat.

Mempunyai program nyata dalam memperbaiki lingkungan Jawa Barat menjadi provinsi yang zero wash load, zero run off, zero waste yang mencakup ketersediaan air yang berkesinambungan, kebersihan udara, dan memulihkan kesuburan tanah dengan memanfaatkan daur bio-massa dengan gerakan kompos dan anti pupuk kimia.

Mampu dengan tegas menolak konsep-konsep pembangunan yang tidak ramah lingkungan yang dapat membahayakan keberlanjutan alam Jawa Barat.

Mampu menggali kearifan lokal dan merealisasikan provinsi Jawa Barat menjadi provinsi konservasi.


MAMPU MEREALISASI REFORMASI BIROKRASI DAN PENEGAKAN HUKUM

Memiliki keberanian dan konsistensi dalam gerakan pentaatan dan penegakan hukum, memberantas korupsi dan kejahatan birokrasi lainnya, serta mampu menjadi contoh rujukan bagi seluruh lapisan masyarakat.

Memiliki keberanian dan konsepsi reformasi birokrasi menuju “clean and capable government” di semua tingkatan pemerintahan, termasuk perampingan birokrasi agar efektif an efisien.

Mampu mencari terobosan-terobosan dalam rangka merealisasikan otonomi daerah yang sehat dan harmonis dalam rangka menyelamatkan Jawa Barat, karena pada dasarnya Kabupaten/Kota adalah bagian integral dari provinsi.


Anda merasa mampu dan kira-kira memenuhi persyaratan tersebut di atas? Silahkan maju dengan yakin. Tetapi bila merasa tidak mampu dan tidak memenuhi persyaratan di atas, lebih baik mundur, sayang tenaga dan uang anda habis untuk kampanye. Lebih baik berjuang demi bangsa dan negara melalui jalur lain. Sebagai tambahan referensi, ada tulisan sangat bagus oleh Budiarto Shambazy (Kompas, 6 Oktober 2007, Politika, halaman 15), silahkan dibaca.

Read More..

Wednesday, October 03, 2007

MENINGKATKAN INDEK DAYA BELI MASYARAKAT

Masukan untuk BAPEDA Prov. Jawa Barat, 01-10-2007
Obrolan Komite Perencana Kelompok II

Foto: Sobirin 2006, Gelandangan Kota Bandung

Oleh: Sobirin

Yang paling memprihatinkan adalah Indek Daya Beli (IDB) masyarakat Jawa Barat, yaitu hanya pada angka 59,42 di tahun 2006, artinya kemiskinan masih merupakan masalah besar di Provinsi Jawa Barat.


Indek Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat masih rendah, yaitu pada angka 70,05 di tahun 2006. Padahal cita-citanya IPM tahun 2010 adalah 80,00. Unsur IPM adalah kesehatan, pendidikan, dan daya beli. Yang paling memprihatinkan adalah Indek Daya Beli (IDB) masyarakat Jawa Barat, yaitu hanya pada angka 59,42 artinya kemiskinan masih merupakan masalah besar di Provinsi Jawa Barat.

Penelitian dan analisis para ahli mengatakan bahwa investasi dan laju pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat cukup signifikan, tetapi sayangnya belum mampu menghilangkan kemiskinan dan pengangguran. Banyak strategi dan kebijakan, tetapi implementasi di lapangan tidak mudah, alasan klasik adalah tidak adanya anggaran.


Di bawah ini beberapa kajian operasional sebagai masukan untuk BAPEDA Provinsi Jawa Barat, semoga bisa diimplementasikan di lapangan dalam rangka meningkatkan IDB:


Satu: Mengingat implementasi peningkatan daya beli tidak mudah dengan anggaran APBN/APBD yang sangat terbatas, maka perlu diupayakan melalui anggaran kemitraan CSR (Corporate Social Responsibility) dari dunia usaha. Paling tidak memetakan jumlah anggaran CSR yang ada di Jawa Barat dan implementasinya dalam rangka peningkatan daya beli rakyat.


Dua: Membangun lembaga kredit mikro untuk rakyat miskin dengan sistem Grameen Bank. Filosofinya adalah mendorong rakyat mampu menolong dirinya sendiri, karena sebenarnya orang miskin memiliki kemampuan tersembunyi yang belum dimanfaatkan. Sangat diharapkan Koperasi Sauyunan Jawa Barat (KSJB) yang saat ini tengah dirintis oleh Gubernur dan pimpinan Jawa Barat lainnya, akan berpihak kepada rakyat miskin.


Tiga: Helping each other to help oneself adalah konsep pemberdayaan masyarakat miskin dengan cara tribina, yaitu: bina manusia, bina lingkungan, dan bina usaha. Langkah yang dilakukan adalah memutus lingkaran setan ketidak-berdayaan, dari [penghasilan rendah - tidak ada tabungan - tidak ada investasi] menjadi [penghasilan rendah - kredit awal - jalankan usaha -penghasilan lebih - menabung - investasi - kredit berikut lebih besar - jalankan usaha - dst, dst]. Beri kailnya, kolamnya tidak dimonopoli, dan ikannya dibeli. Harus ada pendampingan-pendamping oleh kelompok profesional kemasyarakatan yang independen.


Empat: Menciptakan paket-paket usaha pedesaan menuju kemandirian pedesaan, kelestarian lingkungan, ekowisata pedesaan. Misalnya: paket usaha kompos organik, paket pertanian organik, paket energi pedesaan, dan lain-lainnya.


Lima: Menggalakkan usaha-usaha informil berbasis bahan bekas dan “used material” lainnya, misal: bisnis kertas bekas, plastik bekas, barang rongsokan. Sekaligus dalam rangka reduce, reuse, recycle, dan zero waste.


Enam: Pendampingan dan pembinaan beberapa usaha mikro masyarakat sebagai percontohan di tiap Kabupaten/Kota dengan membangun kompetisi yang sehat.


Tujuh: Peningkatan daya beli bukan sekedar masalah ekonomi saja, tetapi juga masalah sosial, budaya, dan lingkungan. Perlu pembelajaran Gerakan Masyarakat Hidup Sederhana, budaya tidak konsumtif, tidak terkecuali diberlakukan bagi seluruh lapisan masyarakat yang diteladani oleh pemimpin. Bisa dikaji dan ditiru konsep gerakan swadesi yang terkenal dari India di masa Mahatma Gandhi.


Delapan: Penghijauan, reboisasi, pemulihan kawasan lindung, dengan jenis pohon “the right tree in the right place” di prioritaskan di daerah irigasi yang masih mengandalkan tadah hujan (luas daerah irigasi tadah hujan di Jawa Barat ini seluas 170.000 ha, jadi paling tidak 1/3 di hulunya mutlak harus dihijaukan).


Sembilan: Menciptakan program pembangunan skala besar, tetapi padat karya, selama 3-5 tahun (dalam masa kepemimpinan seorang Gubernur). Didampingi oleh lembaga profesional independen, dan selalu diaudit secara transparan.


Sepuluh: pemuliaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan (MUSRENBANG), sejak desa hingga provinsi, sehingga bisa menjaring aspirasi kebutuhan masyarakat bottom-up secara benar. Musrenbang diharapkan tidak sekedar pertemuan seremonial sebagai realisasi program-program top-down.


Sebelas: Peresentase (%) pagu indikatif APBD harus lebih fokus kepada program-program akselerasi peningkatan daya beli masyarakat.


Duabelas: Menekan laju pertumbuhan penduduk baik alami maupun migrasi. Migrasi penduduk dari luar provinsi harus bisa ditekan, terutama bagi migran tidak produktif dan hanya ingin menyandarkan hidup di Jawa Barat.


Demikian semoga ada manfaatnya, minimum membuka ide-ide lain yang lebih implementatif, efektif dan efisien.

Read More..

Tuesday, October 02, 2007

JABAR CENDERUNG TOLAK SUDETAN CITANDUY

SUARA MERDEKA, 21-02-2006, Nasional
Cyber News, Setyadie Dwie/Cn08
Gambar: Tjoek Azis S. 2003, Citra Landsat Sagara Anakan

Seperti dipaparkan anggota DPLKTS Sobirin, pernah ada langkah perbaikan di sepanjang DAS Citanduy yang menunjukan hasil positif. Kandungan sedimen menurun pada rentang waktu 1980 hingga 1990-an.



Bandung, CyberNews. Pemprov Jabar kemungkinan menolak proyek penyudetan Citanduy. "Prinsip kami sepanjang membuahkan hasil menguntungkan bagi kedua provinsi baik Jateng dan Jateng, kami tidak menolak. Tapi seperti telah dipaparkan, sudetan itu menimbulkan banyak implikasi," kata Gubernur Jabar, Danny Setiawan, Selasa di Gedung Sate Bandung.

Gubernur Danny Setiawan menyatakan pihaknya memang sudah mendengar hasrat Pemprov Jateng yang tengah menghangatkan kembali permasalahan tersebut. Pemprov Jateng pun pernah mengundang Pemprov Jabar untuk membicarakannya.

Hanya saja, ditegaskan Danny, pihaknya harus memikirkan dampak sudetan terhadap wilayahnya. Hal tersebut dikatakan Danny Setiawan saat menerima Dewan Pakar Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPLKTS) pimpinan mantan Gubernur Jabar, Solihin GP.

Jika penyudetan jadi dilaksanakan, seperti disebutkan DPLKTS, menimbulkan dampak yang tidak sedikit dan cenderung merugikan. Proyek itu akan menimbulkan pukulan berat bagi warga dan kehidupan di wilayah Pangandaran.

Kehidupan nelayan di wilayah tersebut akan terganggu. Habitat flora dan fauna di sana ikut pula menjadi korban. Tak hanya itu, industri pariwisata di Pantai Pangandaran bakal rontok.

Pasalnya, efek sudetan menyebabkan semua kotoran mengarah ke wilayah tersebut. Teluk Nusawiru secara cepat bakal terkubur. Ekosistemnya pun rusak. Kondisi ini merangsang keinginan untuk melakukan sudetan baru-sudetan baru berikutnya karena faktor sedimentasi.

Solihin GP menyarankan agar perbaikan dilakukan dengan melakukan reboisasi di sepanjang daerah aliran sungai Citanduy. "Kami tetap menyakini bahwa tidak mungkin sungai sakit jadi sehat, kalau hutannya tetap sakit," tandasnya.

Mang Ihin menilai keinginan menghidupkan kembali proyek sudetan Citanduy karena sebagian kalangan mengharapkan solusi yang cepat tanpa melihat pangkal permasalahannya.

Padahal, katanya, itu disebabkan kondisi DAS Citanduy yang masih rusak, kandungan lumpurnya tinggi, dengan dampak lanjutan menimbulkan banjir dan merugikan masyarakat.

Selain itu, seperti dipaparkan anggota DPLKTS Sobirin, pernah ada langkah perbaikan di sepanjang DAS Citanduy yang menunjukan hasil positif. Kandungan sedimennya menurun pada rentang waktu pertengahan 1980 hingga 1990-an.( setyadie dwie/Cn08 )

Read More..

LINGKUNGAN HANCUR, UTANG MENUMPUK

TARIK-ULUR SODETAN CITANDUY
SUARA PEMBARUAN DAILY, 21-05-2003, Eksklusif

Foto: Chris dan Sussy 2002, Lokasi Rencana Sodetan Citanduy

Oleh Wartawan "Pembaruan": Henny A Diana
Sobirin meyakini konsep konservasi merupakan upaya terbaik menyelamatkan Segara Anakan sekaligus memulihkan kondisi Citanduy.


Pakar teknologi pemrosesan di Institut Teknologi Bandung (ITB), Dr Mubiar Purwasasmita, mengatakan, penyudetan tidak akan menyelesaikan masalah. Dia yakin, rekayasa teknologi yang begitu tiba-tiba itu justru akan memperparah kondisi Segara Anakan dan menimbulkan masalah baru di Pantai Selatan.

Mubiar menilai, dengan sudetan itu, sasaran pengembangan Proyek Citanduy semakin menjauh dan meninggalkan akar permasalahan. Menurutnya, proyek yang semula dipusatkan di hulu belum optimal, tapi sudah bergeser ke tengah, dan kini berpindah ke hilir. "Kenapa tidak menyelesaikan masalah utamanya saja? Urus dulu daerah hulu. Dari penelitian kami, jelas kondisi Segara Anakan yang kritis itu memerlukan penanganan yang lebih serius di hulu sungai dan sepanjang daerah alirannya. Bukan malah membelokkan aliran Citanduy," katanya.

Dikatakan, permasalahan di hulu dan daerah aliran sungai, terutama di Sungai Citanduy, sebenarnya bisa dikendalikan melalui rehabilitasi lahan dan konversi tanah (RLKT). Memang, jika dihitung-hitung upaya itu memerlukan biaya lebih mahal dari sudetan. Waktu yang dibutuhkan pun relatif lebih lama.

Namun, berdasarkan kajian selama 15 tahun (1984-1999), nyatanya telah terjadi penurunan rata-rata total sedimen yang terangkut dari daerah aliran Sungai Citanduy selama dilakukan RLKT. Dari total 16,778 juta ton per tahun pada periode 1984-1991 turun menjadi 6,353 juta ton per tahun pada periode 1992-1999. Artinya, terjadi penurunan rata-rata 1,331 juta ton per tahun selama periode 1992-1999.

"Penurunan itu sebagai dampak program RLKT antara 1980-1992. Realisasinya, pencapaian kegiatan teknik sipil 80 persen dan kegiatan vegetatif 60 persen. Data itu sekaligus membuktikan sebenarnya proyek di hulu masih dapat diandalkan untuk menekan total sedimen yang terangkut aliran Citanduy," kata Mubiar.

Selain itu, Mubiar memaparkan beberapa analisis ilmiah mengenai dampak negatif penyudetan, baik bagi Segara Anakan, pantai selatan, maupun bagi Citanduy sendiri. Bagi Segara Anakan, penyudetan akan menurunkan hingga 75 persen pasokan air, yang berarti juga berkurangnya pasokan nutrisi.

Selama ini, arus air dari Citanduy selain diyakini membawa lumpur, juga merupakan penyumbang air terbanyak, pengatur partikel, temperatur, bahkan kuantitas gerak aliran yang berfungsi menciptakan berbagai tingkat skala habitasi di Segara Anakan.

"Jika berbagai proses alami itu tiba-tiba dihentikan, Segara Anakan akan shock. Lebih parah lagi, semua daya dukung terhadap beragam kehidupan secara signifikan akan lenyap. Keseimbangan ekosistem Segara Anakan akan hilang begitu saja," katanya.

Mengubur Terumbu Karang

Sedangkan bagi kawasan pantai selatan, terutama Teluk Nusa Were, sudetan akan menoreh bagian pantai yang merupakan topografi agak datar. Dengan kondisi itu banjir besar, yang selama ini tidak pernah terjadi, akan siap menghantam setiap saat.

Daratan (tanjung) baru yang terbentuk akan mendefraksi dan merefraksi (mengubah arah) ombak yang datang ke kawasan pantai ke arah timur atau barat.

Refraksi gelombang yang diikuti oleh gelombang pecah akan mengakibatkan terjadinya arus yang mengangkut pasir pantai. Pada musim angin timur, pasir itu akan mengubah arus pantai menjadi ke arah barat. Pasir juga akan mengisi Teluk Pangandaran.

Bila teluk penuh dengan pasir, akan membentuk garis pantai baru. Dampak terparahnya akan mengubur terumbu karang di sepanjang pantai mulai dari Nusa Were, Krapyak sampai Karangnini. Selain itu, juga akan mendangkalkan pelabuhan dan dermaga.

Dijelaskan, sedimen apung sekitar enam juta ton per tahun yang dimuntahkan sudetan akan tetap mengapung karena dinamika ombak yang sangat kuat dari Samudera Hindia. Sedimen apung itu akan mengubah kebiruan laut yang indah di Pantai Pangandaran menjadi keruh kecoklatan.

Konsep Konservasi

Menurut anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) yang juga alumni ITB, Sobirin, saat ini masyarakat di sekitar daerah aliran sungai Citanduy telah siap menghijaukan kawasan itu dengan tanaman kaliandra (Calliandra Sp). Tanaman jenis perdu dan mampu tumbuh di ketinggian 15-1.500 meter dpl dalam kondisi tanah yang sangat buruk sekalipun itu diyakini sangat cocok untuk mempercepat perbaikan daerah kritis.

Data tahun 1997 menunjukkan, areal hutan di sepanjang daerah aliran Sungai Citanduy hanya tinggal 9,38 persen. Hutan di hulu Citanduy, di Gunung Cakrabuana, sebelah utara Tasikmalaya, juga telah gundul. Hampir 73 persen daerah aliran Sungai Citanduy berubah menjadi lahan pertanian. Lebih dari 16 persen menjadi kawasan permukiman dan 2,43 digunakan untuk bangunan yang tidak sesuai peruntukannya. "Kondisi itulah yang menyebabkan sedimen Citanduy terus meningkat," katanya.

Sobirin juga meyakini, konsep konservasi merupakan upaya terbaik untuk menyelamatkan Segara Anakan sekaligus memulihkan kondisi Citanduy. Namun, dia menyadari konsep itu memang tampaknya hanya bisa diterima masyarakat nelayan. Padahal, dalam konsep itu nantinya mencakup penyelamatan hutan mangrove, rehabilitasi lahan (penghijauan) di semua daerah aliran sungai yang bermuara di Segara Anakan.

Akan tetapi, dari berbagai kajian termasuk yang dilakukan oleh tim dari empat perguruan tinggi (ITB, IPB, Universitas Padjajaran Bandung, dan Universitas Galuh) menyimpulkan upaya penyelamatan Segara Anakan dengan atau tanpa sudetan sama-sama berisiko. Sementara, alternatif pembuatan tanggul dianggap mempunyai risiko paling kecil.

Rekomendasi penelitian yang telah menghabiskan biaya besar itu nyatanya tidak juga segera menyelesaikan polemik. Di satu sisi, sudetan diyakini cenderung menghasilkan nilai positif bagi upaya penyelamatan Segara Anakan. Sudetan akan mengurangi sedimentasi di Laguna Segara Anakan hingga 75 persen.

Di sisi lain, sudetan akan berdampak sangat negatif bagi ekosistem di luar laguna terutama Teluk Nusa Were, sebagai muara baru Citanduy. Para pakar lingkungan khawatir, pengalihan muara Citanduy ke Nusa Were akan menimbulkan dampak buruk bagi Pantai Pangandaran. Padahal, kawasan itu merupakan penyumbang pendapatan terbesar dan menjadi kawasan wisata unggulan Kabupaten Ciamis. ***

Read More..

PENYUDETAN CITANDUY BAHAYAKAN LINGKUNGAN

SUARA PEMBARUAN DAILY, 29/04/2003, HD/A-18
Foto: Sobirin 2004, Pangandaran Penuh Lumpur Bila Citanduy Disodet

Padahal, menurut Sobirin, untuk menyelesaikan semua permasalahan itu harus dimulai dari hulu, yang sebenarnya bisa dikendalikan dengan rehabilitasi lahan dan konversi tanah (RLKT).


JAKARTA - Penyelamatan Laguna Segara Anakan di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah, harus dilakukan dengan ekstra hati-hati dan menekankan pada prinsip keberlanjutan (sustainability).
Penyudetan Sungai Citanduy yang dimaksudkan untuk mengurangi sedimentasi (pelumpuran) di Segara Anakan diyakini justru akan menimbulkan masalah baru yang berdampak negatif lebih besar.

Selain menghamburkan biaya yang diperoleh dari utang luar negeri, penyudetan juga mengancam kelestarian keragaman hayati Segara Anakan itu sendiri, serta kawasan pantai dan teluk di sekitarnya. Intervensi teknik (penyudetan) yang akan menggelembungkan utang itu juga mempunyai risiko kegagalan ekosistem yang tinggi. Jika itu terjadi, dipastikan kerusakan lingkungan di sana tidak dapat dipulihkan lagi.


Demikian benang merah diskusi mengenai rencana proyek sudetan Sungai Citanduy yang diselenggarakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) di Jakarta, baru-baru ini.
Hadir antara lain pakar teknologi pemrosesan dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr Mubiar Purwasasmita, staf pengajar Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Ing Agus Maryono, anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) yang juga alumni ITB, Ir Sobirin dan Sugandar Sumawiganda PhD.

Mubiar mengatakan Segara Anakan sebagai infrastruktur alam memerlukan cara penanganan yang lebih besar bobot alamiahnya, agar berbagai proses alami itu benar-benar dapat mendukung upaya pelestarian dan pemeliharaannya.
Ia sangat menyesalkan jika pemerintah (Depertemen Permukiman dan Prasarana Wilayah) serta pihak tertentu tetap ngotot dengan proyek sudetan Citanduy, yang mengabaikan potensi alam serta inisiatif masyarakat, terutama nelayan yang akan merasakan dampaknya secara langsung.

Mubiar menegaskan penyudetan Sungai Citanduy tidak mempunyai satu pun dampak positif tetapi justru akan menghancurkan lingkungan, terutama di kawasan Pangandaran.
Proyek sudetan Citanduy, ia melanjutkan, pada prinsipnya hanya memindahkan masalah (zero sum game) dan semakin menjauh dari pokok permasalahan. Ia juga menyangsikan jika proyek itu telah dikaji melalui penelitian yang mendalam.

Jika benar ada kajian seharusnya pemerintah paham, penyudetan itu hanya akan menoreh pantai Nusa Were, yang merupakan topografi agak datar sehingga akan menjadi ancaman banjir bagi daerah itu.
"Selain itu, sedimen apung (sekitar enam juta ton per tahun) dari sudetan yang langsung dimuntahkan ke pantai tidak akan bisa mengendap karena dinamika ombak yang sangat kuat dari Samudera Hindia. Sampah itu akan mengubah kebiruan laut yang indah di Pantai Pangandaran menjadi keruh kecokelatan," katanya.

Rehabilitasi DAS

Seperti halnya Mubiar, Sobirin juga mengakui sasaran pengembangan daerah aliran sungai (DAS) Citanduy yang lebih mengarah pada upaya penyudetan terlihat semakin menjauh dari akar permasalahan.
Keduanya menjelaskan, proyek di hulu yang tidak dijalankan secara optimal ditinggalkan begitu saja dan beralih ke tengah. Begitu seterusnya, hingga kemudian bergeser ke hilir. Proyek yang difokuskan di hilir menimbulkan masalah baru di muara dan laut yang justru lebih besar dan parah.

Padahal, menurut Sobirin, untuk menyelesaikan semua permasalahan itu harus dimulai dari hulu, yang sebenarnya bisa dikendalikan dengan rehabilitasi lahan dan konversi tanah (RLKT).
"Sayangnya, upaya itu diabaikan karena dianggap lebih mahal dan memakan waktu lama dibanding penyudetan. Tentu saja, selama pemerintah menggunakan pendekatan proyek, yang dihitung hanya keuntungan sesaat, nilai positif jangka panjang tidak diperhatikan," katanya.

Lebih jauh Sobirin menjelaskan, berdasarkan data yang dikaji beberapa pakar selama 15 tahun (1984-1999), terjadi penurunan rata-rata total sedimen yang terangkut dari DAS Citanduy.
Dari 16,778 juta ton per tahun pada periode 1984-1991 turun menjadi 6,353 juta ton per tahun periode 1992-1999. Berarti terjadi penurunan rata-rata 1,331 juta ton per tahun selama 1992-1999.

"Penurunan itu sebagai dampak program RLKT antara tahun 1980-1992. Data itu sekaligus menunjukkan, proyek di hulu sebenarnya masih bisa diandalkan untuk menekan total sedimen yang terangkut dari DAS Citanduy," katanya.

Pendapat itu dibenarkan Agus Maryono, yang mengatakan upaya paling tepat untuk menyelamatkan Segara Anakan adalah konservasi di hulu. Upaya itu bukan hanya bagi DAS Citanduy, tetapi juga sungai-sungai lain yang bermuara ke Segara Anakan. Agus meyakini konservasi daerah hulu, melalui perbaikan kondisi DAS serta merestorasi alur sungai secara selektif untuk mengurangi erosi yang masuk ke Segara Anakan, jauh lebih baik dibanding penyudetan.

Perbaikan DAS bisa berupa penghijauan, pencegahan erosi, mengembangkan hutan rakyat, perbaikan terasering, peningkatan daya tangkap air di areal permukiman dan pertanian, penerapan drainase ramah lingkungan, dan pembuatan embung-embung kecil.
"Tentu syaratnya adalah melibatkan sebesar-besarnya partisipasi masyarakat. Selain itu, semua pihak hendaknya menyadari, penyelamatan ekosistem Segara Anakan dengan sudetan hanya bersifat parsial, karena hanya menangani ma salah hilir. Sementara penanganan sedimentasi harus dimulai dari sumbernya, terutama hulu DAS Citanduy," katanya. (HD/A-18)

Read More..