Wednesday, May 02, 2007

WALKOT DINILAI KONTROVERSI


Pikiran Rakyat, Minggu 20 Juni 2004
Foto: Sobirin, 2004

DPKLTS Ancam PTUN-kan Jika Punclut Dibangun
Bahkan kalau tetap dipaksakan, langkah hukum akan kami tempuh dengan mem-PTUN-kan wali kota," ancam Dr. Mubiar Purwasasmita dan S. Sobirin, masing-masing Ketua Dewan Pakar dan anggota Dewan Pakar DPKLTS di Sekretariat DPKLTS Jln. R.E Martadinata, Bandung, Sabtu (19/6)

BANDUNG, (PR).-
Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS) Bandung, menentang rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terhadap rencana pembangunan wilayah Punclut di Kawasan Bandung Utara (KBU). DPKLTS terpaksa akan melakukan aksi massa jika pembangunan tetap dilaksanakan, bahkan mengancam akan mem-PTUN-kan Wali Kota Bandung Dada Rosada.

Semula, DPKLTS mengaku respek terhadap langkah wali kota yang memerhatikan lingkungan lewat program "Cikapundung Bersih" serta mencabuti paku pada pohon-pohon di sejumlah ruas jalan. Akan tetapi, rencana pembangunan Punclut menunjukkan wali kota tidak konsisten terhadap lingkungan.

"Itu langkah kontroversial yang membuat kami sangat kaget. Kami menentang rencana tersebut. Bahkan kalau tetap dipaksakan, langkah hukum akan kami tempuh dengan mem-PTUN-kan wali kota," ancam Dr. Mubiar Purwasasmita dan S. Sobirin, masing-masing Ketua Dewan Pakar dan anggota Dewan Pakar DPKLTS di Sekretariat DPKLTS Jln. R.E Martadinata, Bandung, Sabtu (19/6).

Menurut Sobirin, upaya menghijaukan kawasan Punclut dengan menyerahkan kepada pihak ketiga, menunjukkan Pemkot Bandung tidak mempunyai kemampuan mengelola langsung. Sayangnya lagi, pihak ketiga tersebut adalah pengembang yang secara logika sederhana pasti berpikir bisnis.

"Kenapa wali kota tidak mengajak para aktivis lingkungan, masyarakat, dan LSM berbicara. Bahkan, kami juga menilai wali kota tidak memerhatikan berbagai masukan tentang dampak buruk apabila Bandung Utara dibangun," katanya.

Mubiar menimpali, tanggung jawab pengembang hanya sebatas jika rumah-rumah yang dibangun belum terbeli. Jika rumah-rumah itu sudah terjual, mereka akan lepas tangan. Artinya, pemberian izin kepada pengembang meski dengan syarat harus melakukan penghijauan, akan berakhir setelah investasi yang ditanamkan kembali dan mendapatkan untung besar.

"Sudah banyak bukti tentang hal itu. Kalau pengalaman pahit seperti itu tetap diabaikan, lihat saja buktinya nanti," ujar Mubiar sambil menegaskan, pernyataannya bukan berarti memojokkan pengembang.

Seperti diberitakan sebelumnya, Wali Kota Bandung Dada Rosada mengungkapkan sekira 130 hektare wilayah Punclut akan segera dibangun kawasan agrowisata, rumah kebun, dan jogging track. Pembangunan itu melibatkan tiga pengembang, di antaranya PT Dam Utama , Sakti Prima (DUSP) milik Fandam dan PT Triguna.

Hanya saja, kata wali kota, pembangunan itu harus diawali dengan penghijauan dan pembuatan sumur resapan. Pemkot tidak menghendaki adanya kegiatan pembangunan lain sebelum kedua persyaratan itu dipenuhi. Khusus tanah 80 ha milik Fandam, rencananya akan dikembangkan menjadi kawasan agrowisata berupa perumahan, tempat rekreasi, dan tempat permainan.

Menjawab pertanyaan "PR" apakah konsep wali kota untuk membangun Punclut itu sudah disetujui DPRD, Sobirin menjawab, yang ia dengar belum ada izin dari dewan kota. "Itu yang kami dengar. Saat ini, kami juga masih mencari keterangan ," katanya.

Dia menambahkan, jika ternyata wali kota belum memperoleh izin dari dewan, berarti keputusan tersebut dikeluarkan secara sepihak. Pemkot praktis melanggar peraturan daerah (perda) tentang kawasan lindung maupun UU No. 63 tahun 2003 tentang hutan kota.

Dalam UU itu disebutkan, luas hutan kota minimal 10 persen dari luas wilayah/kota bersangkutan. Sementara, jika kawasan Punclut dibangun maka untuk mendapatkan angka 10 persen tersebut bakal sulit.

Konyol

Dalam kesempatan itu, baik Mubiar Purwasasmita maupun Sobirin juga menyebutkan adanya sejumlah aspek legal dalam pengelolaan KBU. Di antaranya, Perda Tata Ruang Provinsi Jabar yang menyebutkan KBU adalah kawasan hutan lindung. Demikian pula dengan perda yang dibuat Kab. Bandung, tentang kawasan tertentu serta perda dari Pemkot Bandung, juga menyebut hal yang sama.

Kendati demikian, ada satu aspek legal yang diterbitkan Pemerintah Kota Cimahi, yakni Perda RTRW yang menyebutkan KBU adalah kawasan permukiman. "Bagi kami, ini adalah perda konyol. Ada dugaan kuat, Pemkot Cimahi terobsesi mendapatkan penghasilan besar tanpa memerhatikan lingkungan," tandas keduanya.(A-100)***

No comments: