Wednesday, July 23, 2008

DORONG "ECO-PROVINCE"

JABAR TERAPKAN CDM
Pikiran Rakyat
, 23 Juli 2008, CA-185

Foto: Sobirin 2007, Jabar Eco-Province, Galian C Cirebon

Sementara itu, pemerhati lingkungan anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda DPKLTS, Sobirin, mengatakan bahwa eco-province perlu menekankan kemandirian terhadap kebutuhan pangan. "Ngapain jadi eco-province kalau ketahanan pangannya tidak ada," ujarnya.




BANDUNG, (PR).-
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menerapkan clean development mechanism (CDM) untuk mendorong terciptanya Jawa Barat sebagai eco-province (provinsi berwawasan lingkungan). Program eco-province ini menargetkan cakupan kawasan lindung sebesar 45% dan dikuatkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) sampai dengan tahun 2025.

Hal itu disampaikan Kepala Bapeda Jabar, Deny Juanda Puradimaja, di Bandung, Selasa (22/7). Ia mengatakan, berkembangnya industri pengolahan di daerah Jawa Barat membutuhkan banyak energi untuk memproses bahan baku menjadi barang jadi. Selain itu, berkembangnya industri di Jawa Barat memiliki daya tarik bagi urbanisasi.

Kondisi itu mendorong adanya eksploitasi lahan untuk memenuhi kebutuhan penduduk yang semakin berkembang. Industrialisasi di Jawa Barat juga menyebabkan aktivitas penduduk semakin dinamis dengan mobilitas yang tinggi. "Seluruh proses tersebut menimbulkan limbah cair dan emisi yang dapat merusak lingkungan," ujarnya.

Menurut Deny, menyadari hal itu pemprov akan mengarahkan pembangunan ekonomi berbasis lingkungan melalui pogram eco-province. "Apabila kita sudah termasuk dengan eco-province yang didukung dunia, maka kita bisa menawarkan CDM yang dapat mendukung program prioritas serta penciptaan tenaga kerja," tuturnya.

Ia mengatakan, CDM merupakan satu-satunya mekanisme yang menawarkan solusi menguntungkan bagi negara industri dan berkembang yang bekerja sama dalam perjanjian tersebut. Menurut Deny, Indonesia saat ini hanya memiliki 9 program CDM. Jumlah itu lebih kecil bila dibandingkan dengan negara Brazil sebanyak 111 projek dan India sebanyak 287 projek.

Selain itu untuk mendorong program eco-province, ia mengatakan, saat ini pemerintah juga sedang melakukan upaya untuk merumuskan insentif bagi pelaku industri yang menerapkan pola pembangunan berbasis lingkungan. "Diharapkan Agustus ini sudah selesai dan disosialisasikan kepada DPRD," ujarnya.

Sementara itu, pengamat lingkungan yang juga anggota Dewan Pemerhati Kehutanan dan Lingkungan Tatar Sunda (DPKLTS), Sobirin, mengatakan bahwa eco-province tersebut perlu menekankan kemandirian terhadap kebutuhan pangan. "Ngapain jadi eco-province kalau ketahanan pangannya tidak ada," ujarnya.

Salah satu pendukung ketahanan pangan tersebut yaitu dengan adanya ketersediaan air untuk mengairi sawah. Ia mengatakan, saat ini terdapat 766.000 hektar lahan sawah yang membutuhkan 16 miliar m3 air per tahun. Namun air yang tersedia saat ini hanya 14 miliar m3/tahun. "Hal itu menyebabkan ketersediaan air sangat kritis sehingga banyak terjadi kekeringan," ujarnya. (CA-185)***

No comments: