Monday, July 07, 2008

PLATFORM MENUJU INDONESIA SEJAHTERA

FORUM C62, 6 Juli 2008, LEMLIT UNPAD dan BANDUNG SPIRIT
Gambar: http://sawali.files.wordpress.com/2007/11/petruk-dadi-ratu.jpg

Oleh: Sobirin - Anggota DPKLTS dan Bandung Spirit

Perlu sense of crisis, sense of urgency. Indonesia saat ini dalam tatanan “Petruk jadi Ratu”, “kere munggah bale”, pungnak-pungno (pumpung enak - pumpung ono), komplit dengan “aji mumpung”-nya. Sumber daya alam dikuras semaunya, KKN merajalela.



Sindhunata (2006), mengupas pandangan Rene Girard ilmuwan masyhur kelahiran Perancis 1923, yaitu bahwa tatanan masyarakat berasal dari kekerasan dan dibangun untuk meredam kekerasan. Inilah paradoks tatanan sosial menurut Rene Girard: masyarakat dipertahankan dan dijamin justru oleh kekerasan. Kekerasan menghasilkan pelbagai tatanan sosial. Orde Lama berasal dari revolusi kemerdekaan 1945-1949. Tragedi berdarah 1965 menghasilkan Orde Baru berasal dari tragedi berdarah 1965. Orde Reformasi berasal dari kerusuhan Mei 1998.

Bila terjadi kegagalan selalu menyalahkan pihak lain sebagai Kambing Hitam. Akibat budaya Kambing Hitam ini, kita selalu terjebak masa lalu dan sifat tidak bertanggung jawab. Budaya Kambing Hitam yang berkembang ini adalah karena kita sangat lemah dalam kemandirian dan sangat lemah menetapkan masa depan.


Sentimen agama, kecemburuan primordial, dendam sejarah, bencana alam, globalisasi, dan lain-lainnya, semua itu adalah sekumpulan Kambing Hitam karena kelemahan kemandirian kita.


Bagaimanapun Indonesia tidak seharusnya melangkah mundur, karena tantangan berada di depan. Krisis multidimensi seharusnya bisa didekati dengan konsep kebencanaan, setelah pasca bencana perlu ada konsep mitigasi, adaptasi, dan kesiap-siagaan, sehingga ancaman krisis dapat diwaspadai dengan persiapan dini.


Perlu sense of crisis, sense of urgency. Indonesia saat ini sepertinya dalam tatanan “Petruk jadi Ratu”, atau “kere munggah bale”, pungnak-pungno (pumpung enak - pumpung ono), komplit dengan “aji mumpung”nya. Pengurasan sumber daya alam semau-maunya dan KKN merajalela.


Bangsa Indonesia harus tahu karakter alam negara Indonesia yang khas: sebagai benua maritim, rentan ancaman bencana alam, kaya kandungan sumber daya alam. Pengelolaan sumber daya alam harus berbasis karakter alam Indonesia. Salah pengelolaan bisa menjadi bencana. Sebagai contoh: luas Jawa Barat hanya kira-kira 2% dari luas total Indonesia, cadangan air tawar Jawa Barat kira-kira hanya 2% dari total air tawar Indonesia, tetapi Jawa Barat ditempati oleh 20% total penduduk Indonesia. Daya dukung dan daya tampung Jawa Barat telah tidak seimbang lagi. Bencana alam akan selalu mengancam Jawa Barat, musim hujan banjir dan longsor, musim kemarau kekeringan. Belum lagi bila terjadi bencana gempa, tsunami, atau gunung meletus.


Contoh bangsa sukses perlu kita renungkan, barangkali bisa kita pakai sebagai acuan. Pertama: Singapura: dengan visi melayani kebutuhan dunia, mengutamakan membangun manusia Singapura, karena tidak memiliki sumber daya alam.

Perlu waktu 1 generasi (30 th) untuk menjadi Singapura sekarang. Kedua, Findlandia: supremasi hukum tinggi, rakyat tidak suka hidup berlebihan, hidup bersih, korupsi nol, investasi besar-besaran di sektor kehutanan. Berkomitmen membangun hutan sebagai komoditas ekonominya.


Seharusnya: "Kesuksesan Indonesia dan kebahagiaan Indonesia adalah tanggung jawab bangsa Indonesia. Bukan dari keadaan dan bukan juga bangsa lain." Tetapi orang Indonesia belum bisa hidup berbangsa. Jadi masih dalam tahap ego sendiri atau ego kelompok: "Kesuksesanku dan kebahagiaanku adalah tanggung jawabku. Bukan keadaan dan bukan juga orang lain."


Seharusnya pemerintah mampu sebagai inisiator. Membangun trust dan awareness: yakin dan sadar untuk mampu membangun masa depan. Pembangunan berkelanjutan: for people, for planet, for prosperity. Sekarang lebih kepada pro profit katimbang pro benefit.


Sekelompok kecil orang yang memiliki pikiran terbuka jauh ke depan, hati lapang, kemauan keras, bisa berperan sebagai inisiator dan mediator, menetapkan visi bangsa yang bisa diaplikasikan dengan membangun etos yang handal. Contoh sekelompok orang ini adalah kelompok dari Afrika Selatan dan Guatemala, yang telah mampu menyusun skenario masa depan negaranya. Ada prasyarat bagi sekelompok orang ini yang agar menjadi inisiator dan mediator, yaitu harus memiliki 6 unsur sukses: visi, misi, program, modal, skill, insentif/disinsentif. SEMOGA KELOMPOK ATAU FORUM C62 ATAU APAPUN NAMANYA TIDAK: GELEDUG CES, BUBAR KATAWURAN, PAEH DI TENGAH JALAN.


Saya percaya local wisdom dan local genuine kita yang sangat banyak, bisa dimanfaatkan sebagai modal menyelamatkan bangsa dan negara Indonesia. Perlu kita renungkan konsep kebersamaan: One Indonesia, One Comprehensive view, One Shared Vision, One Overall Planning, One Integrated Management.


Sekian dulu, rampes….., salam: Sobirin.

No comments: